3| Hampir

57 11 8
                                    

Sekarang sudah jamnya makan siang.
Riana sedang memesankan makanan untuk kami saat ponselku bergetar.

Dinar Permana P
Sekarang kamu dimana?

Anda
Di kantin jurusan

Dinar Permana P
Aku segera kesana
Tadi aku mencarimu

Anda
Apa? Jangan!
Hei!
Hei!

"Mau apa dia kesini?" Aku mengeluh.

Tidak biasanya Dinar repot-repot datang ke tempat dimana aku berada. Kalau mau bertemu, dia akan mengirim pesan singkat kalau dia ingin bertemu, dengan tempatnya sekaligus.

"Kalau begitu, kita bersikap seperti biasanya saja. Tapi jangan merasa terlalu ditutup-tutupi. Biarkan mereka tahu sendiri."

Aku ingat apa yang dia ucapkan tadi pagi. Apa karena itu?

"Kalila?"

Aku nyaris memekik kalau tidak menyadari bahwa yang memanggilku adalah Rianna yang membawa nampan dengan dua mangkuk bakso dan dua gelas es teh.

"Bisa tidak, datangnya normal-normal saja?!"

"Kamu melamun sambil melihat ponsel, jadi, aku tidak salah apa-apa Kalila," Rianna duduk di depanku. "Kenapa kamu melamun? Tumben sekali."

"Bukan sesuatu yang penting."

Rianna melayangkan tatapan ingin tahunya padaku. Kemudian dia membuang napas.
"Kalau katamu begitu, ya sudahlah."

Fyuuh, aku lega.

"Kalila!"

Astaga, tidak bisakah aku lega satu menit saja?!

Dinar tersenyum padaku manis sekali. Pipiku memanas.

Hanya dengan melihat senyumnya.

"Hei, aku datang."

Aku menusuk bakso milikku. "Kenapa kamu tiba-tiba kesini?"

"Aku tidak tiba-tiba, aku memberitahumu dulu tadi."

Suara Kalila terdengar. "Jadi ini kenapa kamu melamun sambil melihat ponsel?"

"Apa? Tidak."

"Dinar!"
Seseorang memanggil Dinar yang masih berdiri di sebekahku. Badannya tinggi dan tegap, rambut cepak, mukanya terkihat jauh lebih tua-

Dia Kak Satria.

"Lo kenapa buru-buru kesini sih? Gua capek kejar-kejar lo!"

Dengan santainya Dinar duduk di kursi kosong sebelahku. Aku lebih memilih menghabiskan bakso daripada bertanya lagi kenapa dia duduk disebelahku. Dia memberi isyarat agar Kak Satria juga duduk di sebelah Rianna.

"Kamu tidak bertanya kenapa aku duduk disebelahmu?"

Aku melirik Dinar dari ujung mataku. "Untuk apa?"

Dia membuang napasnya. "Benar juga. Padahal biasanya kamu sering memprotes jika aku dekat-dekat denganmu."

Rianna mengernyit. Aku lihat sendiri.

Dinar tahu Rianna bereaksi, lalu tersenyum. "Hai, kamu temannya Kalila, kan? Kenalkan, dia Satria, dan saya Dinar."

"Rianna." Rianna berusaha tersenyum. "Aku tahu kamu kok, jadi tidak menyebutkan nama juga aku sudah tahu."

"Tapi kamu belum tahu satu hal," Dinar semakin melebarkan senyumnya.

Aku merinding. Ini buruk.

"Saya suaminya Kalila, salam kenal Rianna."

Apa kubilang?[]

2 Juni 2018
🍁

embrasséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang