13| Larangan

39 8 7
                                    

"Mau kemana kamu?"

Langkahku terhenti di hadapannya. Dinar menatapku dengan tajam.

"Aku ulangi, mau kemana kamu Kalila?"

Aku menelan ludah. Hari ini aku ada janji dengan teman-temanku di kampus. Dan sudah pasti banyak laki-laki.

Aku tahu kalau Dinar tidak pernah suka jika aku bertemu dengan laki-laki lain selain dia.

"Sayang, beritahu aku kamu mau kemana atau aku akan paksa kamu untuk kasih tahu."

Tiba-tiba vas bunga di meja terlihat lebih menarik. Aku menyelipkan rambut ke belakang telinga.
"Aku.., mau jalan sama Rianna."

Dinar menatapku curiga. "Tapi gesturmu bilang ada sesuatu yang kamu sembunyikan."

Aku merasa menyesal memiliki suami yang peka.

"Jadi, sebenarnya ada apa?"

Aku tidak bisa menghindar lagi. "Ada acara sama anak-anak kampus."

"Satu angkatan?"

"Iya."

Dia menyugar rambutnya, bergeming, hingga kedua lesungnya yang jarang muncul, terlihat.
"Ada laki-lakinya?"

"Iya."

"Jangan ikut."

"Tapi..,"

"Sayang, kamu tahu aku tidak suka kalau kamu dekat dengan laki-laki lain."

"Aku sudah janji!" Mataku menatapnya. "Lagipula disana banyak perempuannya!"

"Aku ikut."

"Din--"

"Jangan bantah aku, Sayang. Aku akan ikut." Dinar mengambil jaket dan kunci mobil di kamar. Setelah dia kembali, dia menggandengku keluar. "Aku hanya akan mengawasimu dari jauh. Jadi, tenang saja."

.

"Kalila! Sebelah sini!"
Rianna memanggilku, dan melambaikan tangannya.

"Maaf, telat." kataku basa-basi.

Salah satu teman angkatan, Arya menyeletuk. "Ngga apa-apa Kal, asal lo dateng aja."

Aku duduk di sebelah Rianna. Rianna berbisik padaku.
"Suami kamu ikut?"

Aku hanya mengangguk.

"Dimana? Ajak aja kali." Bisiknya lagi.

Aku menunjuk bangku restoran yang paling ujung, dekat dengan meja kami. Lalu aku menggeleng.

"Kal, lo pesan aja. Kita semua udah pesan semua soalnya."

Sial, Arya terus mencoba berbicara padaku.

Walaupun begitu, aku tetap memesan makanan sesuai yang dia katakan. Beberapa kali dia mencari topik agar bisa mengobrol padaku.

Dan aku hanya bisa harap-harap cemas pada laki-laki di sudut restoran yang menutup sebagian wajahnya dengan topi hitam.

"Kamu jangan terlalu maksa Kalila, Ya. Dia kelihatannya tidak suka tuh." Ketua angkatanku yang untungnya perempuan berujar.

Rianna mengangguk-angguk semangat. "Kamu kelihatan maksanya, tahu tidak?!"

"Emang apa sih salah gua?" Arya terlihat tidak suka dinasehati. "Ganggu gua aja lo semua."

Laki-laki yang lain menyetujuinya.
"Apalagi Kalila masih jomblo, iya nggak?" Celetuk yang lain.

Mereka dalam masalah.

Arya menyeringai. "Tuh, denger. Kalila masih jomblo ini, wajar dong kalau gua pedekatein dia?"

Tidak lama aku bisa mendengar suara meja yang di gebrak. "Siapa bilang dia jomblo?"

Singa mengamuk. Wajahnya terlihat memerah karena amarah. Giginya beradu.

"MANA YANG BILANG MAU MENDEKATINYA!? MAJU!"

"Gua."

Aku tidak mau menonton. Beberapa teman angkatan perempuanku saling berbisik.
"Itu Dinar kan?"
"Kenapa bisa ada disini?"
"Dia ada hubungan apa sama Kalila ya?"
"Aku yakin sih bukan temen."

Aku tidak ingin mendengar mereka.

"Lo..," Dinar menarik kerah Arya dari tempat dia berdiri. "Jangan pernah berani deketin Kalila, atau gua nggak akan biarin lo hidup tenang selamanya!"

"Emang lo siapanya sih? Sok ngatur-ngatur Kalila."

"Gua--"

"Dinar." Aku berdiri menenteng tas. "Meja kamu dimana? Aku makan sama kamu saja."

"Jangan ganggu aku, Kalila."

"Kalau kamu tidak mau tunjukkan mejanya, aku tidak akan pernah membiarkanku melakukan yang ingin kamu lakukan padaku."

Dinar tersentak. Kalimatku tadi ambigu sekali.

"Tunjukkan mejanya."

Dinar mengangguk, melepaskan Arya. "Ayo, aku tunjukkan mejanya, sayang."

Bisikan itu jadi terdengar lebih keras lagi. Aku mengabaikannya, dan berbicara pada pelayan yang baru datang agar makananku diantar ke meja Dinar.

Tapi Arya belum puas karena pertanyaannya belum dijawab. "Lo sebenernya siapanya Kalila?! Jawab gua!"

"Harusnya lo udah tahu tadi." Dinar meraih pinggangku. "Gua suaminya."[]

🐊
28 Agustus 2018

embrasséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang