"Reuninya lusa," kata Dinar dari sofa depan televisi.
Aku mengiris bawang, dan juga cabai. "Mau datang?"
"Tentu saja," dia menoleh padaku. "Kalila, kamu harus ikut denganku."
"Memangnya aku tidak boleh tidak ikut?"
"Tidak."
"Dinar...,"
"Ayolah Kalila, di reuni sebelumnya kamu tidak datang kan?"
"Aku merasa tidak perlu datang kesana," aku menyiapkan minyak untuk menumis. "Dengan siapa aku harus bertemu?"
"Ratri."
"Kami sering bertemu."
"Teman sekelas kamu dahulu."
"Kamu."
"Kalila jangan buat aku kesal."
"Tapi benar kan?"
"Datang saja. Sebagai istriku."
Wajahku memerah. Aku usahakan agar tidak terlihat olehnya. "Apa yang barusan kamu bilang?!"
"Datang saja, setor muka. Kalau bosan aku janji, kita pulang."
"Kenapa aku harus selalu menurutimu?"
"Karena aku suamimu, sayang."
"Berhenti menggodaku!"
"Harusnya aku yang bilang begitu," Matanya menatap tajam kepadaku. Memerhatikanku dari atas ke bawah.
"Kalau kamu terus-terusan menatapku seperti itu, matamu akan kutusuk dengan pisau."
"Ah, istriku sadis sekali," senyumnya tertahan. Lalu dia bangkit, dan berdiri di dekatku.
"Mau apa?"
"Tebak."
"Duduk sana. Sebentar lagi juga selesai."
Dia tidak mendengarkanku. Dia malah mengacak rambutku yang ku ikat asal.
"Jangan keluar dengan rambut terikat."
"Kenapa?"
Dia terdiam cukup lama. Tidak lama dia menunduk, mendaratkan bibirnya di tengkukku. Tangannya menahan kedua bahuku sehingga aku tidak bisa mundur.
"Hei,"
Dia menjauhkan wajahnya dari tengkukku lalu menatapku dalam.
"Bolehkah?"
Sebelum aku mengerti apa yang dia maksud, wajahnya sudah terlebih dahulu mendekat. Mataku membesar tidak percaya.
Selang beberapa detik, dia melepas ciumannya.
"Kukira saat aku melepasnya, aku akan merasa cukup, ternyata tidak. Aku malah ingin menciummu lagi."Wajahku merah padam. "Apa?"
"Bercanda," dia tertawa pelan. "Tapi sungguh, aku ingin lagi."
"Sekali saja tidak cukup?"
"Mana cukup."
"Lain kali saja," kataku sambil tersenyum. "Masakanku hampir hangus karenamu."
Tidak kusangka, dia menurut. Masakanku selesai beberapa menit kemudian, lalu kami makan bersama.
"Pokoknya kamu harus datang ke reuni bersamaku."
"Ampun, kamu membahasnya lagi."
"Ikut saja kenapa sih?" Dia merajuk.
Aku mengangguk saja. Biar cepat. "Iya aku ikut, puas?"
"Sangat. Sini aku saja yang cuci piringnya."[]
😚
5 Agustus 2018
