BAB 5

299 54 11
                                    

Empat puluh lima menit berlalu. Chanyeol dan Irene terjebak dalam kebisuan panjang.

Atmosfir yang tercipta sungguh canggung dan Chanyeol tidak tahu apa yang harus ia katakan, bahkan lakukan. Pria itu mengabaikan kopinya, hanya mengaduk, terus mengaduk sampai tidak nampak lagi uap yang keluar dari dalam cangkirnya.

Kepala yang awalnya tertunduk itu kini mendongak, menghadap lurus kepada objek yang berada tepat di sebrang mejanya kini.

"Kau ingin pergi?" tanya Chanyeol.

Irene tidak langsung menjawab. Wanita itu masih dengan posisi awalnya. Menatap keluar jendela. Mencoba menghitung berapa banyak rintik air yang turun dari langit sambil bersenandung dalam hati, karena ia tidak ingin orang lain tahu.

"Terimakasih,"

Pria dengan kemeja kasual berwarna hitam itu mengernyitkan alisnya. Tidak paham apa maksud dari ucapan wanita cantik di depannya. Ia hanya diam. Tidak menanggapi ucapan Irene.

"Tanganku sudah baik-baik saja,"

"Kau mengingatku?"

"Hm-mmh," gumam Irene.

"Tapi kenapa kau bertingkah seolah tidak mengenalku di depan tuan Richard?" Ada decihan kecil di ujung kalimat Chanyeol.

"Bukankah Richard memintamu jangan memanggilnya dengan embel-embel 'Tuan'?"

Itu bukanlah jawaban yang tepat untuk pertanyaan Chanyeol. Tapi pria itu mengabaikannya dan membalas Irene dengan, "Kau benar. Tapi walau bagaimanapun, dia adalah atasanku. Aku memang harus memanggilnya dengan sebutan 'Tuan'."

"Sejak kapan kau bekerja untuk Richard? Kenapa aku baru tahu?"

"Jika aku tidak bekerja untuknya, malam itu kau tidak akan mungkin berada di rumah sakit denganku,"

"Hujan nampak akan reda."

"Ya," Chanyeol menjawab setelah ia menengok ke arah jendela, mengikuti pandangan Irene. Rintik hujan itu masih memberinya perasaan mual, tapi tidak separah tadi.

"Kenapa belakangan ini sering sekali turun hujan, ya?" Irene bertanya entah pada siapa. "Aku jadi kesulitan beraktifitas,"

"Bukankah pertengahan tahun memang selalu hujan?" tanya Chanyeol.

Irene membenarkan ucapan pria itu. "Ah. Karena sudah reda, aku sebaiknya pergi."

"Aku akan mengantarmu," Pria itu bangkit menyusul Irene.

"Tidak. Aku bisa sendiri,"

"Aku akan mengantarmu," ulang Chanyeol dengan kalimat yang sama.

"Terimakasih sudah memaksa. Tapi aku bisa sendiri," Irene mengeratkan jas yang bertengger di bahunya sebelum melangkah keluar karena hujan menyisakan udara yang begitu dingin.

Mereka berpisah begitu saja. Tanpa ada salam perpisahan. Chanyeol tidak bisa mengejar dan Irene juga tidak berharap di kejar. Wanita itu berjalan santai keluar restoran, dengan gaun tipis dilapisi jas mahal milik Richard sampai menghilang dari pandangan Chanyeol.

Jika ada yang bertanya dimana keberadaan Richard, pria itu sudah pergi sejak tadi. Seseorang menghubunginya dan ia langsung bergegas sebelum Chanyeol kembali dari toilet.

☕☕☕

Kecurigaan Chanyeol pada Richard musnah setelah kejadian makan siang itu. Yang awalnya, ia mengira orientasi seksual Richard menyimpang ternyata salah besar.

Chanyeol sungguh bodoh dan tidak dapat menangkap maksud Richard yang mungkin hanya ingin bersahabat baik dengannya. Mungkin juga karena usia kedua pria itu yang tidak terlalu jauh, jadi mereka memiliki sudut pandang dan pengetahuan yang kurang lebih sama.

COFFEE FRAGRANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang