"Aku tidak meminta hal lainnya, hanya satu saja."
Irene diam. Tidak mudah membantah kalimat pria di depannya. Pria itu punya sifat pemaksa yang bisa membuat siapapun melakukan apa yang diinginkannya. Termasuk Irene.
"Bisakah kau menuruti keinginanku kali ini? Hm?"
Wanita itu terlihat menghela napas panjang sebelum menjawab, "Baiklah." dengan sebuah anggukan ragu.
"Terimakasih." Richard melangkah dan memeluk Irene erat. Wanita itu tidak membalasnya, melainkan hanya diam. Bersikap seperti ia yang biasanya.
"Aku hanya ingin kau memiliki kehidupan yang mudah." Richard melepaskan pelukannya, beralih menangkup pipi Irene dan mengusapnya lembut. "Kau hanya perlu menunggui beberapa pegawai dan memberikan mereka arahan saja. Semuanya sudah ku siapkan. Empat hari lagi kantor baru siap ditempati."
"Tapi jujur, aku masih bisa mengerjakannya sendiri. Kau tidak perlu menyiapkan pegawai khusus untuk mengurusi taman itu,"
"Kau keras kepala, selalu begitu." Richard menatap Irene lembut. "Tapi kali ini aku memaksa, aku tidak ingin kau lelah karena taman di kantor yang baru akan sangat luas. Kau tidak akan bisa mengerjakannya sendiri."
"Sangat luas?" tanya Irene.
"Aku menyesuaikan taman itu dengan ukuran ruang kosong di kantor yang baru. Setelah aku berdiskusi dengan temanku yang seorang arsitek, ia mengatakan bisa mewujudkan apa yang Lily inginkan."
"Yang Lily inginkan?" lagi-lagi Irene mengulang apa yang Richard katakan.
"Design yang hilang itu, aku sudah menemukannya." Richard mengelus pelan pipi Irene.
Irene tersenyum getir. Bukan sakit. Hanya saja ada rasa sedikit tidak nyaman dihatinya. "Baiklah. Lakukan apapun yang bisa membuat Lily-mu bahagia."
Pria itu tersenyum mendengar kalimat Irene. "Pasti," ujarnya, kemudian mengecup dahi Irene.
☕☕☕
Irene berhenti memasukkan tanah ke dalam pot bunga yang rencananya akan ia tanami kaktus untuk memperbanyak koleksinya, karena seseorang. "Apa kau tidak memiliki hal lain yang bisa dilakukan?"
"Darimana kau tahu aku disini? Aku bahkan tidak membuat suara apapun,"
Benar. Chanyeol datang diam-diam dan berdiri dibelakang Irene beberapa menit lalu. Tapi hebatnya wanita itu tahu keberadaan Chanyeol tanpa membalikkan badan.
"Apa kau tidak mengingat perkataanku tempo hari?" Irene menunggu Chanyeol membalas, tapi pria itu tidak menjawab apapun. Jadi, ia melanjutkan dengan, "Aku bisa bekerja jika kau meninggalkanku sendiri,"
Irene mendengus kasar karena Chanyeol tidak merespon ucapannya. Pria itu keras kepala dan tetap berdiri disana. Enggan beranjak.
"Apa yang ku lakukan hingga kau merasa terganggu? Aku hanya diam,"
"Tapi kau terus menatapku," balas Irene penuh penekanan.
"Darimana kau tahu? Bukankah sejak tadi kau membelakangiku? Apa kau memiliki mata di sisi kepalamu yang lain?"
Chanyeol menahan tawa saat melihat wajah kesal Irene ketika berbalik menatapnya. "Akhirnya kau menatapku juga," Chanyeol tersenyum tampan dan mengangkat tangan kirinya. "Hai,"
Irene tidak membalas sapaan Chanyeol untuknya. Wanita itu malah membalikkan badan lagi dan meneruskan kegiatannya.
"Menanam bunga?"
"Bukan,"
"Lalu?"
"Kaktus,"
"Kenapa kaktus?"

KAMU SEDANG MEMBACA
COFFEE FRAGRANCE
FanfictionChanyeol hanya uap di gelas kopi Irene yang akan hilang tanpa jejak, tanpa pernah diingat.