BAB 12

247 28 4
                                        

"Senang melihat mu baik-baik saja,"

Begitu Irene mendongak, ia mendapati Chanyeol hanya memandang lurus ke dalam gelas kopinya. Pria itu menarik ujung-ujung bibirnya, tersenyum samar.

"Jika kau bertanya kenapa, aku.."

Ketika mendengar kalimat Irene begitu ragu, Chanyeol lebih dulu memotong dengan, "Tidak ada yang perlu kau jelaskan. Hidup mu adalah milik mu dan aku tidak perlu tahu apapun. Aku hanya merindukan mu, itu saja." Chanyeol menatap Irene. Meluapkan kerinduannya. Sudah lama sejak ia terakhir kali melihat kedalam mata itu. Rasanya masih sama, masih ada desiran menyenangkan yang menggelitik hatinya.

"Baiklah jika kau mengerti. Aku memang berencana untuk tidak menjelaskan apapun," kata Irene.

"Kau akan mulai bekerja lagi?"

"Kau sudah tahu jawabannya."

Chanyeol lagi-lagi hanya bisa tersenyum. "Baiklah,"

Setelah itu mereka saling diam, terlihat sedang berdiskusi dengan hati masing-masing. Suara angin sampai terdengar karena hening menyelimuti. Irene mengeratkan cardigan yang ia dikenakan. Bukannya Chanyeol sengaja ingin membuat wanita itu kedinginan, hanya saja, Irene akan terlihat begitu cantik ketika anakan rambutnya bergerak-gerak di terpa angin. Itulah alasan terkuat Chanyeol memilih duduk di teras, bukan di dalam coffe shop.

"Apa kita bisa lebih sering bertemu mulai sekarang?"

Irene tidak memberi jawaban, ia justru balik bertanya. "Aku merasa keheranan dengan sikap mu. Kenapa kau tetap ingin menemuiku saat tahu aku adalah kekasih Richard?" Kemudian menyeruput ringan kopinya.

"Aku akan mundur jika kau menginginkannya,"

Irene meletakkan gelas kopi itu, "Mundur atau tidak, semua adalah hak mu. Aku hanya ingin tahu kenapa? Apa yang istimewa dariku hingga kau tetap bertahan?"

Chanyeol menatap Irene serius, ia membuang napas kasar. "Aku tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan mu. Yang aku tahu, hati ku menginginkannya,"

Irene belum sempat membalas, tapi tangannya ditarik secara tiba-tiba hingga membuatnya terkejut dan hampir saja terjatuh. Wanita itu makin tidak percaya dengan apa yang dilihatnya kini, pelaku penarikan itu adalah adiknya.

"Jennie, apa yang kau lakukan?!" Irene setengah berteriak dan menghempaskan tangan adiknya.

"Harusnya aku yang bertanya seperti itu! Apa yang kau lakukan dengan bajingan ini?" Jennie menunjuk wajah Chanyeol dengan tidak sopannya.

"Jen, pelankan suaramu. Orang-orang bisa mendengarnya," Kai yang berdiri di samping Jennie mencoba menenangkan gadis itu karena terlihat sangat marah.

"Kau diam dan jangan ikut campur, Kai!" Gadis itu berkata tanpa menoleh ke arah Kai, ia justru menatap lurus ke dalam mata kakaknya. "Bukankah kau harusnya menjauh dari sesuatu yang telah menghancurkan mu? Apa kau benar-benar berniat menjadi seorang pelacur?! Tidak cukupkah satu pria saja yang meniduri mu?" Jennie mengguncang bahu Irene kuat. "Sadarlah! Dia yang sudah menghancurkan mu sampai seperti ini, kak!!"

Begitu cepat gerakan tangan Irene sampai Jennie baru menyadari ia di dorong satu langkah ke belakang dan kepalanya sudah tertoleh ke arah kanan. Pipinya memanas. Irene menamparnya.

Gadis itu menatap Irene dengan tatapan terluka. Ia tidak percaya diperlakukan seperti ini oleh kakaknya. Tapi dari ekspresi Irene, Jennie tahu, bukan kata maaf yang akan ia dapatkan, melainkan kemarahan. Akhirnya, dua kakak beradik itu melangkah berlawanan arah. Dengan Kai mengejar Jennie, sementara Chanyeol yang masih belum mengerti dengan keadaan ini, hanya diam di tempatnya sambil memandang kepergian Irene.

COFFEE FRAGRANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang