BAB 14

209 27 7
                                    

Chanyeol terbangun dengan sesak yang menghimpit dadanya. Ruangan itu gelap, lebih gelap dari espresso yang biasa ada di dalam cangkirnya. Namun Chanyeol masih bisa menagkap bayangannya sendiri dari cermin yang menempel di pintu lemari.

"Apa mungkin itu mimpi?" gumam Chanyeol. Ia kemudian memegangi kepalanya sendiri dan bertanya-tanya apa mungkin yang baru ia lihat adalah bagian dari ingatannya? Karena jika mimpi, tidak mungkin bisa sejelas itu, kan?

Saat melirik ke jam kecil yang berada di atas nakas, Chanyeol kembali membaringkan tubuhnya dan berusaha untuk tidur. Tapi rasa kantuk itu sudah menguap entah kemana. Dan meski sudah mencoba segala cara, termasuk memaksakan matanya untuk terpejam, sama sekali tidak membantu.

"Dammit!" gerutu Chanyeol.

Pria itu berakhir di dapurnya, menyeduh secangkir kopi dengan banyak gula. Karena menurut artikel kesehatan yang dibacanya, mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak akan mengakibatkan seseorang mengantuk. Well, mungkin cara itu akan berhasil membawanya untuk kembali tidur.

Cangkir kopi itu dibawa Chanyeol menuju sofa di dekat rak buku kesayangannya. Ini adalah cara lain untuk mempercepat kantuknya; membaca akan membuat mata lelah.

Sebuah buku pria itu ambil secara acak dari rak kedua. Tapi ada yang aneh, meski tetap Chanyeol buka, ia meyakini bahwa buku itu bukanlah miliknya. Karena semua buku yang ada di rak itu, masing-masing sudah dibacanya lebih dari satu kali. Chanyeol hafal betul tiap buku yang pernah dibelinya.

Tapi deripada sebuah buku, yang ada di tangannya kini lebih mirip sebuah catatan. Sebenarnya enggan ia membaca apalagi mengulik hal yang bukan miliknya, tapi Chanyeol sungguh penasaran.

Lembar pertama catatan itu membuat Chanyeol mengerutkan keningnya, kemudian ia membalik ke lembar-lembar berikutnya dan ekspresi yang kemudian muncul darinya sungguh sulit dijelaskan.

•••

Hari itu Chanyeol meminta izin pada Richard untuk tidak hadir bekerja dengan alasan sakit. Tapi pria itu tidak benar-benar sakit. Ia hanya mencari alasan untuk pergi ke suatu tempat yang ia sendiri tidak terlalu tahu lokasinya.

Tapi berkat bantuan google maps Chanyeol berhasil menemukan tempat itu. Ia menempuh perjalanan panjang yang memakan waktu sekitar dua setengah jam.

Seseorang menghampirinya sesaat setelah Chanyeol keluar dari mobil, "Tuan muda?" yang dipanggil dan yang memanggil sama-sama terkejut, tapi dengan alasan berbeda.

Chanyeol membiarkan dirinya dipeluk dengan hangat oleh seorang pria yang berusia kira-kira enam puluh tahun itu untuk waktu yang cukup lama sementara sebuah pertanyaan sudah disiapkannya. "Kau mengenal ku?"

•••

Setelah diperhatikan, kumpulan awan di langit jingga itu nampak seperti buih diatas segelas cappucino yang tertiup. Angin dari barat membawa awan-awan itu menyatu. Chanyeol yakin sebentar lagi akan akan turun hujan. Tapi niatnya bertemu Irene tidak bisa ditahan untuk alasan seperti hujan, toh mereka masih bisa bicara di tempat yang memiliki atap. Kedai kopi misalnya.

Mata itu, yang selalu hadir di mimpi-mimpinya, yang selalu ingin ditatapnya lebih dekat, yang membuat dunianya berhenti, akhirnya terlihat. Meski Irene berdiri di seberang jalan, tapi keindahan matanya tetap bisa Chanyeol nikmati.

Bersamaan dengan hujan yang turun, Chanyeol melihat wanita itu menyebrangi jalan dengan terburu setelah lampu pejalan kaki berubah warna dari merah menjadi hijau. Tapi ia menyadari sesuatu, sebuah mobil melaju kencang meski traffic light menampakkan warna merah yang artinya berhenti. Chanyeol berlari di detik berikutnya untuk menyelamatkan Irene dengan mendorong tubuh wanita itu menjauh.

COFFEE FRAGRANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang