BAB 16

275 22 1
                                        

Matahari mulai menampakkan diri. Angin berhembus sejuk. Aroma rumput dan tanah pasca hujan menyeruak ketika Chanyeol turun dari mobilnya. Tapi itu bukanlah satu-satunya aroma yang Chanyeol hirup, karena Peruvial Lilies di tangannya juga mengeluarkan aroma khusus. Tidak terlalu menyengat seperti Jasmine, tapi aroma itu cukup menegaskan jati dirinya.

Wajah itu, yang sudah lama sekali tidak dilihatnya, tersenyum samar ke arah Chanyeol. Dan pria itu tidak bisa menahan rasa sedih ketika kenyataan menamparnya bahwa yang baru saja ia lihat hanyalah bagian dari ingatannya.

"Aku datang," kata Chanyeol setelah berjongkok. "Sudah lama ya?" Ada senyum samar yang tidak bisa dilihat siapapun karena Chanyeol menyembunyikan senyum itu hanya untuknya. "Bagaimana kabar mu?"

Chanyeol tahu betul pertanyaan yang diajukannya konyol dan terdengar seperti basa-basi saja. Tapi ia bersungguh-sungguh ingin tahu kabar sosok itu.

"Maaf membuat mu menunggu sangat lama. Ingatan brengsek ini baru saja kembali."

Angin datang dan menggoyangkan rambut Chanyeol yang kali ini dibiarkannya jatuh menutupi dahi, tidak seperti biasanya yang selalu ia tata ke atas.

"Mengapa kau mengirimkan angin itu? Apa kau berusaha memberitahu ku bahwa kau sangat marah?" Chanyeol mendengus. "Hei, jangan begitu. Kau bahkan yang pertaman ku datangi sebelum siapapun, bahkan ibuku."

Chanyeol berusaha meraih ukiran dengan nama Lily Kim. Diusapnya perlahan nama itu seolah-olah ia sangat rindu. Bibirnya tidak bisa berkata apapun lagi, tapi hati dan pikirannya berkecambuk sendiri. Jika ada kesempatan yang bisa membawanya kembali ke masa lalu, Chanyeol hanya ingin melakukan satu hal; mengatakan maaf sebanyak yang ia bisa pada Lily. Tapi jika diingat kembali betapa brengsek perbuatannya, bertemu Lily dan menampakkan wajah pun rasanya tak pantas.

☕☕☕

Chanyeol memandang lurus ke depan. Di perhatikannya objek hidup yang amat cantik itu dari balik dinding kaca di depannya. Dan ketika objek itu menoleh padanya, Chanyeol tersenyum.

Dari gerakan bibir tanpa suara itu Chanyeol mengangguk. Irene baru saja memberitahunya bahwa ia akan segera selesai dengan bunga-bunga itu. "Kau terlihat menikmati peran mu," gumam Chanyeol. "Apa se-menyenangkan itu berpura-pura bahwa kita hanya orang asing yang tidak sengaja bertemu di tempat kerja?"

Ada banyak hal yang mengganggunya, tapi dari semua itu, yang paling ia pikirkan adalah Irene.

Chanyeol bertanya-tanya mengapa Irene bersikap seperti mereka hanya dua orang asing tanpa ikatan meski sebenarnya banyak hal di masa lalu yang mengikat mereka dalam sebuah hubungan rumit.

Ingatan Chanyeol memang sudah kembali, tapi tidak sepenuhnya. Masih banyak potongan puzzle yang harus ia susun untuk mengungkap alasan kecelakaan yang dialaminya tiga tahun lalu dan kepura-puraan Irene saat ini. Apakah keduanya berhubungan? Entahlah. Hanya waktu yang memiliki jawaban itu.

☕☕☕

"Selamat malam," kata Chanyeol setelah sedikit menolehkan kepalanya pada Irene.

Wanita itu tersenyum sambil melepaskan sabuk pengamannya sementara Chanyeol hanya memperhatikan saja sampai saat ia dibuat terkejut karena Irene tiba-tiba menciumnya.

Tanpa kata, sebelum wanita itu bergerak mundur, Chanyeol menarik belakang kepala Irene dan menyatukan bibir mereka lagi. Bibir bertemu bibir, lidah membelit lidah, air liur yang tercampur. Ciuman itu berangsur panas dan Irene sampai mendorong dada Chanyeol agar pria itu memberinya ruang untuk bernapas.

"Kau bisa menginap. Jennie sedang tidak di rumah," kata Irene tiba-tiba. "Malam sudah larut. Kau bisa kembali besok,"

Tanpa berpikir panjang, Chanyeol menerima tawaran itu. "Baiklah,"

Rumah Irene memang terlihat usang dari luar, tapi Chanyeol cukup terkejut ketika ia memasukinya. Nuansa ungu pastel menghiasi setiap sisi rumah. Segalanya terlihat pas dan nyaman mulai dari sofa kecil yang sederhana, bingkai foto yang tersusun rapi hingga furnitur yang menetap di tiap tempatnya.

"Kamar mandi di sebelah sana," kata Irene sambil menunjuk pintu putih yang tertutup. "Aku akan menyiapkan pakaian ganti untuk mu."

Chanyeol penasaran apakah pakaian yang akan Irene pinjamkan padanya adalah milik mendiang Suho. Jadi ia bertanya, "Kau memiliki pakaian pria di rumah mu?"

"Hm-mmh, milik penghuni lama rumah ini."

"Penghuni lama?" tanya Chanyeol. "Kenapa ia meninggalkan pakaiannya?"

"Karena dia tidak tahu akan mati di perjalanan pulang."

Tatapan Irene berubah, terlihat sekali ia sedang mengingat sesuatu, mungkin momen kebersamaannya dengan Suho. Oleh sebab itu, tidak ada lagi pertanyaan dai Chanyeol. Ia menutup mulutnya sebelum suasana diantara mereka menjadi canggung.

☕☕☕

Tanpa ba-bi-bu, begitu ia melihat Chanyeol setengah duduk diatas tempat tidur, Irene melepaskan bathrobe yang membalut tubuhnya. Ia kemudian merangkak naik keatas tubuh pria itu, tapi Chanyeol tidak bereaksi ketika kancingnya dilepaskan satu per satu sampai kini ia bertelanjang dada.

Ketika Irene mencoba menciumnya, Chanyeol memalingkan wajah. "Aku tidak mengerti apa yang sedang kau coba lakukan,"

"Apa yang tidak kau mengerti?"

Pertanyaan itu sukses membuat Chanyeol menatap lekat kedua mata Irene yang selalu membuatnya rindu. "Kenapa kau melakukan ini?"

"Aku hanya memberikan apa yang kau inginkan dari ku,"

Dahi Chanyeol berkerut dalam. "Inikah yang kau pikirkan tentang ku?"

"Lalu apa lagi?" tanya Irene. "Bukankah semua usaha mu itu hanya untuk tubuh ku?"

Chanyeol kehilangan kata-kata. Hanya dalam waktu tiga tahun sejak terakhir kali mereka bertemu, Irene berubah total. Ia bersikap berbeda. Tidak seperti wanita baik-baik yang selama ini Chanyeol kenal.

Jika dengannya Irene bisa bersikap seperti ini, bukan tidak mungkin ia juga melakukannya dengan Richard, kan?

Demi Tuhan, membayangkannya tidur dengan pria lain selain Suho membuat dada Chanyeol amat sakit. Tapi ia juga tidak bisa menyalahkan wanita itu, karena kesakitan yang dirasakannya saat ini mungkin tidak akan sebanding dengan kesakitan yang ia berikan pada Irene beberapa tahun lalu.

"Kau benar. Aku menginginkan tubuh mu. Amat menginginkannya,"

Bersambung..


COFFEE FRAGRANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang