kedelapan

748 68 16
                                    


Ketika mendapat kabar bahwa Jelita tidak masuk karena sakit Alan langsung bergegas ke kediaman kekasihnya, ia membawa sebingkis buah-buahan.

Jelita menyambut Alan di ruang tamu, sakitnya tidak terlalu parah, hanya saja Jelita ingin rehat, atau menjernihkan pikirannya atas kejadian kemarin.

“Bagaimana tadi di sekolah?” tanya Jelita

“Bagaimana keadaanmu sekarang, Ta?” Alan malah balik bertanya .

“Besok juga sembuh.”

“Hpmu kenapa kemarin mati?”

Jelita tak menjawab, ia tak mau berbohong pada kekasihnya dan tak mau memberikan alasan yang sebenarnya. Alan bertanya hal tersebut, karena kekasihnya tak berkabar sama sekali kemarin.

“Ya sudah, kalau enggak mau menjawab. Kamu kemarin ke mana?”

“Toko buku.”

“Setelah itu?”

Tak ada jawaban.

“Ta, lain kali, kalau mau ke mana atau melakukan sesuatu berkabar dulu. Bukan maksud ingin mengekang, tapi aku khawatir, sempatkan ya?" Alan mengulurkan jari kelingkingnya dan melontarkan senyum manisnya.

Jelita balas tersenyum, jari kelingkingnya ia tempelkan ke jari kelingking Alan, tanda ia janji tidak akan membuat kekasihnya tak mengkhawatirkannya lagi. Syukurlah, Alan tak menuntut jawaban dari Jelita atas tak ada kabarnya ia kemarin.

Jelita pandang Alan yang sedang mengupas buah mangga untuknya. Alan begitu tulus nan lembut, hafal pula bagaimana perasaan wanitanya tanpa perlu diberitahu. Jlita menjadi merasa beruntung dicintai laki-laki seperti Alan.

“Makan, Ta, biar besok bisa sekolah,” Alan menyodorkan potongan buah mangga pada mulut Jelita .

“Aku teh bisa sendiri atuh Alan enggak usah disuapin...!"

“Enya sok mangga, asal di makan,” Alan menaruh kembali potongan buah mangga itu ke piring .

Tawa Jelita pecah, “Dari mana kamu bisa bahasa sunda?”

“Kepo!"

Bersama tawanya, Jelita melemparkan bantal sofa kepada Alan yang sedang berhadapan dengannya, “Ihhhh, nyebelin pisan kamu teh!!!”

“Enggak papa nyebelin, yang penting udah punya pacar.”

“Emang siapa pacar kamu?”

“Jelita Anantiya.”

“Siapa dia?”

“Enggak perlu tahu, nanti kamu ngiri, Ta. Dia itu perempuan tangguh beda dari yang lain, suporter lagi.”

Canda dan tawa saling terlempar di antara keduanya. Jelita semakin nyaman bersama Alan, semakin pula jatuh perasaanya kepada Alan. Ah, semoga Jelita tak salah menempatkan hatinya pada Alan. Sekali ia salah, Jelita termasuk manusia yang lama sembuh jika patah hati.

***

“Sarapn dulu Neng,” kata ibu setengah berteriak pada Jelita yang sedang memakai sepatu .

LOVE STORY DUA SUPORTER [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang