Sesuai janjinya, Jaya yang sudah berpakaian bak layaknya suporter ibu kota telah bersiap untuk menjemput seorang perempuan. Pada fakta awal perempuan itu adalah musuhnya. Seiring bergeraknya waktu, pada cerita-cerita yang telah dilalui kebencian perlahan sirna, justru jika seorang perempuan itu sedang memenuhi kepalanya selalu ada imbuhan senyum dari bibir Jaya.
Apa Jaya jatuh cinta pada perempuan suporter Persib Bandung itu? Jaya sendiri pun tak tahu. Mana bisa seorang Jaya Laska yang merupakan suporter Persija Jakarta amat membenci gadis itu bisa mencintai mulai mencintainya sekarang? Entahlah, biar waktu yang menyelesaikan teka-teki rumit ini.
Vespa terpakir sempurna di halaman rumah Jelita, tampak ia berdiri menyambut di sana.
Melihat Jelita, mata Jaya terbelalak. Terkejut.
“Ganti!” perintah Jaya.
Jelita masih diam seperti patung, jika kembali ke dalam rumah, tak mungkin, ia keluar tanpa sepengetahuan ayah dan ibu. Jadi, ya mana bisa ia mengganti baju Persib yang sedang dikenakannya saat ini. Jelita menggeleng.
Tanpa babibu Jaya dengan sigap melepas jaket yang sedang dikenakannya, “Pake. Gue gak mau lo kena bahaya.”
Jelita menerimanya dan memakaikannya dengan ragu. Tertutuplah jersey Persib kebanggannya itu. Saking antusiasnya ia menonton pertandingan panas ini, ia lupa malah memakai baju pendukung Maung Bandung itu, ia lupa bahwa di sini adalah hal yang tidak diperkenankan. Peristiwa-peristiwa yang telah memakan banyak korban dari kedua kubu suporter ini menjadikan bahwa jika keduanya tidak boleh menonton tandang supaya tidak terjadi hal-hal tragis kembali.
Sesampainya di Gelora Bung Karno, sekeliling sudah ramai manusia-manusia berbaju merah atau oranye, ada rasa bahagia yang dibalut dengan ketraumaan. Trauma atas satu bulan yang lalu, tentang ketahuannya identitas Jelita di sini. Jaya yang melihat gadis berlesung pipt itu terlihat kaku, ia tersenyum ditambah jaket yang dikenakan Jelita kebesaran ditubuhnya yang mungil. Lucu.
“Masih takut?” tanya Jaya ketika mereka akan duduk di kursi tribun .
Jelita menggeleng
“Lo gak pandai berbohong.”
Jelita tak menghiraukan perkataan Jaya, seraya menunggu kick off, Jelita menengadah. Ah, lihat, langit Gelora Bung Karno sungguh cantik. Jingga dan biru kembali bersatu. Jelita tersenyum.
“Menurut kamu Jaya, Bobotoh dan Jakmania bisa enggak ya seperti langit sekarang?”
Jaya menenggadah, “Bisa.”
“Caranya?”
“Cinta.”
“Cinta?”
“Lo sama gue bisa bersatu, kaya senja sama langit. Itu karena cinta kan?”
“Dan kita lahir juga karena cinta,” imbuh Jaya ,
Jelita diam.Bicara cinta, ingatannya tertuju pada lelaki yang sudah meretakan hatinya. Ah, tampaknya senja itu mulai dibias oleh awan gelap. “Cinta itu harus asli Jaya, gak boleh palsu apalagi dibuat-buat, harus ada kasih sayang yang tulus.”
“Jaya mau gak kamu sama saya berusaha buat kedua suporter kita kembali rukun?”
“Kalau untuk kebaikan kenapa mesti menolak.”
“Sepakat?” Jelita mengulurkan jari kelingkingnya untuk menyatakan pesetujuan. Lalu, kelingking mereka berdua beradu.
“Tapi lo mau mulai dari mana?”
“Dari diri kita sendiri.”
“Caranya?”
“Berhenti menyebarkan ujaran kebencian.”
Sepertinya Jaya sudah terlewat kagum dengan perempuan berlesung pipit ini, walau pun Jaya sudah membuatnya malapetaka tapi tak ada sedikit pun niat ia untuk balas dendam. Mungkin, karena ia percaya bahwa semesta itu adil. Jadi ia tak perlu turun tangan membalas siapa pun yang menyakitinya.
Ketika pertandingan akan di mulai, Jaya memegang lengan Jelita. “Jaya kenapa pegang tangan saya?” Tanyanya yang merasakan kejanggalan.
“Gue enggak mau kehilangan orang yang berarti buat gue lagi, tetep di sini. Jangan ke mana-mana.”
Mendengar kalimat barusan tubuh Jelita menghangat.
***
OY JANGAN LUPA AJAK TEMENNYA BUAT BACA YA!
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE STORY DUA SUPORTER [Completed]
Novela JuvenilJelita menengadah, memandang langit tribun, "Jaya," masih dengan menengadah, Jaya menoleh. "Seharusnya suporter Persib Bandung dan Suporter Persija harus banyak belajar dari langit." Giliran Jaya menengadah mengikuti aliran mata perempuan itu lalu i...