“Eitsss!”Jelita menghela nafas gusar, sepagi ini ia dihadapkan dengan manusia mengesalkan. Lelaki itu mengadang Jelita di ambang pintu kelas. “Permisi! Ini kelas saya!”
“Lo harus jalan sama gue. Sore ini."
“Saya teh mau masuk, bisa minggir enggak?!”
“Gimana? Oh, gini aja deh, gue kembaliin uang sepuluh ribu yang lo kasih, utang budi lo diganti jadi jalan sama gue sore nanti. Nih,” Jaya mengembalikan uang sepuluh ribu yang diberikan Jelita kala itu.
Hutang budi macam apa ini? Jelita benar-benar jengah terhadap manusia menyebalkan yang ada di depannya ini. Tanpa berkutik ia berhasil menyerobot masuk ke dalam kelas.
“Gue anggap kebisuan lo sebagai tanda mau.”
Gelo! . Umpat batinnya kesal. ia sudah penat dengan laki-laki bernama Jaya Laska yang selalu memulai pertengkaran atau mengacaukan moodnya dipagi hari.
***
Kedua kalinya Jelita menaiki vespa tua milik laki-laki menyebalkan ini. Saat tadi pulang, katanya jadwal jalannya dimajukan. Ia berusaha menolak beberapa kali, Jaya juga tak menyerah, memaksa beberapa kali. Katanya, jika tidak mau ikut Jaya akan terus menagih hutang budi itu. Demi dirinya yang tidak mau diusik, akhirnya Jelita bersedia.
Jaya tipe orang yang harus dturuti semua kemauanya, jika tidak bisa, ia terus mengusahakan bagaimana pun caranya. Laki-laki keras kepala!
“Jaya! Kita mau ke mana?”
“Heh Jaya!”
“Jaya!!!” Jelita memukul-mukul punggung Jaya. Jaya hanya membisu. Benar-benar menyebalkan kuadrat pemilik pesva tua yang sedang memboncengnya ini.
“Jaya, kamu mau culik saya?!!!”
“Emangnya tampang gue keliatan kaya penculik apa?”
“Terus apa?! Kalau bukan bawa orang secara paksa tanpa tujuan yang jelas?!"
Jaya tertawa, “Itu kode?”
“Saya marah Jaya!!! Makannya kamu teh jadi cowok jangan terlalu kegeer-an.”
Jaya memberhentikan skuter tuanya di tepi lapangan yang cukup luas. Di sana banyak manusia-manusia kompak berbaju, bersyal, bertopi jingga seliweran yang tidak lain merupakan suporter dari ibu kota ini; Jakmania. Dan tak lupa, layar tancap terpasang di depan lapangan.
Jelita memandang sekeliling, “Kamu ngajak saya nobar, Jaya? Nonton Persija?” matanya membelalak lebar-lebar. Jaya mengangguk dan sebelah alisnya terangkat.
Jelita tersenyum.
“Lo suka dibawa ke sini?”
“Bukan main.”
“Oke, nice!”
Kemudian mereka berdua duduk di lapangan, bergabung bersama para suporter lainnya. Mereka menanti tim kesayangannya memulai berlaga.
“Lo gak risi gitu ke sini, secara, kan, Bobotoh hubunganya gak hangat sama suporter di sini.”
“Minimal kita jangan jadi salah satunya yang menyebar rivalitas, damai kan lebih baik. Saya mah cuma mau generasi yang akan datang tidak lagi mengenal perselisihan antar suporter.”
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE STORY DUA SUPORTER [Completed]
Fiksi RemajaJelita menengadah, memandang langit tribun, "Jaya," masih dengan menengadah, Jaya menoleh. "Seharusnya suporter Persib Bandung dan Suporter Persija harus banyak belajar dari langit." Giliran Jaya menengadah mengikuti aliran mata perempuan itu lalu i...