Happy Reading!
~
Pagi ini sedikit mendung, angin juga terasa kencang dan tentunya akan dingin jika keluar rumah.
Pukul enam lewat duapuluh menit, suasana ruang makan dan ruang tengah ramai.
Somi, Haerin dan Inra sedang bekerja sama untuk membuat sarapan pagi dan membuatkan minuman hangat.
Jinyoung tidak ada disini, ia masih terlelap tidur. Jihoon tidak tega membangunkannya, jadi Ia hanya bisa menunggu saat Jinyoung bangun dan mungkin langsung menghubunginya.
"Jihoon, panggil hyungmu yang lain agar sarapan bersama." Karena hanya Jihoon yang sedari tadi duduk lesu di meja makan, sementara ketiganya sibuk meletakkan roti dan mengupas buah-buahan.
Jihoon beranjak lalu memanggil hyung lain yang sedang menonton tv bersama dan ada juga yang memainkan ponselnya.
"Hyung, ayo sarapan bersama." Semua menoleh ke Jihoon, lalu mengiyakannya.
"Hoon, bagaimana jika hari ini." Seseorang merangkul pundak Jihoon dan berbisik pelan. Ya, itu Taehyung.
"Hmm, kita lihat situasinya hyung."
-
Suasana meja makan terasa santai, tidak ada yang berarti. Berarti untuk diselidiki.
Hanya saja penglihatan Yoongi mengarah ke Jimin yang menatap sinis ke arah adiknya, Jihyun.
"Apa mereka berkelahi." Itulah batin Yoongi.
Jihyun hanya menunduk tidak berani menatap ke arah lain selain makanan dan minumnya di atas mejanya.
Apalagi mereka berdua duduk berhadapan seperti ini.
"Jihyun? Kenapa kau belum menyentuh makananmu sama sekali?"
Memang aneh jika Jihyun belum menyentuh makanannya sama sekali, sedangkan yang lainnya sudah menghabiskan setengahnya.
"Oh? Apa kau tidak suka selai nanas?" Kali ini Inra yang berbicara, itu karena ia yang bertugas mengoleskan selai nanas ke roti, sedangkan yang lain ada yang mengerjakan membuat minum dan mengoleskan kakao.
"Aku maag dan perutku terasa mual." Jihyun menunduk dalam.
Jimin mengambil roti sang adik dan menukarkan satu rotinya dengan olesan coklat.
"Makan dan minum obatmu."
Jihyun mengangkat kepalanya dan mengiyakan kata-kata Jimin.
Akhir-akhir ini kondisi Jihyun memang tidak baik, beban pikirannya terus bertambah sejak Ia menjadi salah satu yang dicurigai. Walaupun sebenarnya Ia mengetahui sesuatu.
"Hai."
Mereka yang tadinya sedikit riuh kini senyap setelah suara pelan namun jelas menggema diseluruh bagian rumah.
Jinyoung berdiri menopang tubuhnya dengan bersender di pegangan tangga, raut wajahnya masih terlihat sakit dan sorot matanya sendu.
"Ahh sebentar." Jihoon langsung menunda sarapannya dan membawa Jinyoung untuk turun, ia yakin bahwa Jinyoung benar-benar tidak baik saat ini. Ia bahkan tidak memakai alas kaki dan hanya mengenakan kaos kaki ketika turun tadi tempat tidurnya.
"Kakimu baik-baik saja? Aku rasa tenagamu benar-benar terkuras habis." Jihoon memegang lengan kecil Jinyoung. Ia hanya tersenyum kecut, tubuhnya benar-benar seperti disiksa.
"Aku baik-baik saja." Lagi-lagi kalimat itu selalu keluar ketika seseorang mencemaskannya, memilih untuk tidak dicemaskan.
Tapi sepertinya ucapan Jinyoung salah besar, tubuhnya reflek jatuh saat baru selangkah menuruni anak tangga yang jumlahnya puluhan itu. Untung saja Ia memegang erat lengan Jihoon, bisa saja ia kesakitan untuk kedua kalinya menggelinding jatuh dari tangga.
"Keras kepala." Jihoon berdecak kesal, Ia kemudian membantu mengangkat tubuh Jinyoung kembali ke kamar untuk beristirahat.
"Aku akan mengantarkan makanannya." Haerin tersenyum ketika keduanya telah membelakangi arah mereka.
"Sebaiknya tadi hubungi aku, aku akan datang untuk memeriksa, jangan memaksakan diri."
Sekeras apapun usaha Jihoon untuk menceramahinya, hasilnya nihil, keputusannya benar-benar miliknya.
Jinyoung terbaring lemah, wajahnya tidak cerah seperti biasanya, kulitnya pucat. Bahkan ia sendiri berpikir yang macam-macam atas peristiwa ini.
"Hoon, aku ingin memberitahumu."
"Apa? Katakan saja." Jihoon menatap miris Jinyoung yang berbicara dengan suara serak, dan kadang suaranya tidak terdengar.
"Bukan aku yang melakukannya, juga bukan Jihyun."
"Lalu, siapa?."
"Ia ingin melenyapkan enam dari tujuh hyung."
"Maksudmu?"
"Sudah tiga, tinggal tiga, namun satu orang bukan targetnya."
Cklek....
Kenop pintu bergerak menurun, keduanya terdiam terpaku seakan nafasnya berhenti sesaat.
"Annyeong." Haerin menyembulkan kepalanya dibalik pintu, keduanya menarik nafas lega dan berusaha senormal mungkin.
"Astaga, aku kira siapa." Jihoon mengusap dadanya sambil mengatur nafasnya. Ia kira sang pelaku yang tiba-tiba memergoki mereka dan siap untuk melenyapkannya.
"Kalian pikir aku lupa untuk mengantarkan makanan Jinyoung." Haerin meletakkan nampan berisi semangkuk bubur dan air hangat di samping nakas, "lukamu bagaimana? Kau membuat kami serangan jantung malam tadi."
"Ah benarkah?" Jinyoung tersenyum malu saat Haerin mengomel padanya, dimatanya Haerin sangat manis. "Aku lupa bahwa aku hemofilia, darahku banyak keluar, tapi sekarang sudah aman, terima kasih telah mengkhawatirkanku."
"Aku harus keluar, aku belum menyelesaikan makanku, hehe." Jihoon yang sadar akan situasi memilih keluar dan membiarkan mereka berdua, "Jihoon hyung.." Jinyoung sungguh telat, saat ini Jihoon sudah hilang dari pandangan.
"Apa kau lapar?" Tanya Haerin yang kini memegang sebuah wadah berisi air hangat dan juga kapas.
"Aku tidak terlalu lapar." Jinyoung memerhatikan luka goresan dipunggung tangannya, belum mengering dan darah masih ada namun sudah membeku dan tidak keluar lagi.
"Ya! Bodoh, itu karena kau sakit jadi tidak ada nafsu makan." Haerin memeras handuk kecil kemudian meletakkannya di pipi Jinyoung yang lebam. "Aishh." Jinyoung bingung, sebenarnya dirinya yang sakit atau Haerin, malah Haerin yang meringis.
"Biar aku yang mengompresnya jika kau merasa takut." Baru saja Jinyoung ingin mengambil alih handuk yang dipegang Haerin, namun lebih dulu ditepis, "Tidak boleh!"
Baiklah, Jinyoung mengalah, Ia membiarkan gadis itu selesai dengan urusannya.
"Haerin."
"Eumm? Kenapa?"
"Aku akan menemukan pelakunya, percayalah."
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Death N Alive [DNA] ✔
Mystère / Thriller[BTS+WANNA ONE+SVT] Jika sudah melanggar peraturan, maka harus menerima konsekuensinya, kan? hr #173 in m/t -080918 . start. 140318 end. 270618 ©2018, chaerinavalin