Benci

588 71 2
                                    

Satu kata yang terlintas dalam benak Yoongi. Menakjubkan. Ia tidak pernah membayangkan betapa tulusnya perasaan yang diberikan Jungkook kepadanya. Seorang yang egois dan bersikap buruk setiap hari pada Jungkook. Tidakkah dirasa oleh Jungkook bahwa ia adalah pemuda yang bodoh? Akan sangat menyakitkan bila pada akhirnya semua ucapan manis Jungkook saat ini ternyata ditinggalkan begitu saja.

"Hyung," panggil Jungkook, membuyarkan lamunan Yoongi, "aku sangat mencintaimu,"

Kalimat itu lagi. Yoongi harusnya bosan dengan kalimat yang sama, berulang-ulang dikatakan oleh Jeon Jungkook, ratusan kali ia mendengarnya dengan suara yang sama. Lembut, namun diam-diam di bawah sana tersembunyi keraguan. Yoongi menatap mata Jungkook karena ia tahu bila ia melihat bibir merahnya, ia akan mengetahui betapa gugupnya Jungkook.

Yang di hadapannya ini bukanlah seorang guru olahraga muda yang mabuk karena sebotol minuman beralkohol. Jungkook sadar akan apa yang ia bicarakan, ia tahu siapa lawan bicaranya.

"Kau tahu?" Yoongi menghela napas, "aku pun mencintaimu, tapi kau juga harus mencintai dirimu sendiri,"

"Apa maksudmu?"

Suara Jungkook semakin terdengar gemetar. Ia menahan tangis, dadanya terasa sesak. Apa maksud Yoongi? Benak Jungkook dipenuhi tanda tanya.

"Kemarilah,"

Yoongi tidak menjawab pertanyaannya, malah menyuruhnya untuk duduk di sebelahnya. Jungkook cemberut, lengannya terlipat di depan dada, tetapi kakinya melangkah juga ke Yoongi. Ia menjatuhkan dirinya di sebelah Yoongi, bibirnya masih cemberut.

"Jungkook, dengarkan aku," ucap Yoongi, ia mengubah posisi duduknya menjadi menghadap kepada Jungkook.

"Ya," jawab Jungkook singkat.

"Mengapa kau memutuskan untuk keluar?"

"Aku tidak terima dengan keputusan Pak Seokjin mengeluarkanmu dari sekolah. Kupikir itu sangat tidak masuk akal. Bahkan, ia mengatakan bahwa ia ingin membalaskan dendamnya padamu. Bagaimana caranya aku bisa menerima itu, hyung?"

"Balas dendam? Untuk apa?"

"Saudara...kembarmu? Min Yoonji?"

"Ah, dia. Aku yakin kau mendengar nama Yoonji dari Namjoon,"

"Apakah kau cenayang?"

"Aku hanya menebaknya. Lagipula, Yoonji sudah berkeluarga, tidak ada gunanya bila Seokjin masih menginginkannya,"

"Tapi, hyung mengetahui hubungan mereka?"

"Yoonji yang menceritakannya sendiri padaku. Menyedihkan bila mengingat betapa baik sifatnya yang digambarkan oleh Yoonji, tetapi ternyata semuanya hanya topeng," jawab Yoongi, "tapi, aku tidak ingin membicarakan hal itu. Aku lebih ingin membicarakan tentang dirimu, tentang kita,"

Jungkook terdiam. "Lalu, kau sudah mendengar jawabanku mengapa aku keluar, bagaimana menurutmu?"

Yoongi menghela napas, tangannya beristirahat di tengkuk Jungkook. "Kau tidak perlu membelaku. Kau baru mengajar di sana selama kurang dari satu tahun, jangan menyia-nyiakan kesempatanmu."

Jungkook ikut menghela napas. Betapa keras kepalanya Yoongi dan betapa kecewanya Jungkook saat mendengar ucapan Yoongi.

"Tapi, aku benar-benar mencintai Yoongi hyung, tidak bisakah kau mengapresiasi diriku?"

Yoongi tersenyum, ia membentangkan tangannya dan menarik Jungkook ke dalam pelukannya. "Terima kasih, Jeon Jungkook."

Suara lembut Yoongi ditambah dengan kehangatan yang dipancarkan dari tubuhnya membuat Jungkook melemah. Hatinya tersentuh, ia benar-benar tidak percaya pada kenyataan bahwa ia sedang berada di dalam dekapan Yoongi, mendengarkan detak jantung Yoongi yang ajaibnya masih terdengar stabil. Air matanya meleleh begitu saja, mengalir mulus pada pipinya.

You're My Hermes and I'm Your Heracles ; m.yg + j.jkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang