4

2.3K 121 1
                                    

"Jeng?" panggil Rafi. Ya. Orang yang menghampiriku adalah Rafi. Dia segera duduk disampingku.

"Apa?" ucapku singkat. Masih dalam keadaan menangis

"Maaf. Lo gapapa? Kenapa lo sesedih ini? Syahdan kan gak nampar lo terlalu keras?" tanya Rafi.

"Gue baru pertama kali ditampar Fi! Sebelumnya gue gak pernah ditampar! Tapi sekarang? Orang yang baru gue kenal aja udah nampar gue!" ucapku dengan nada sedikit tinggi. Dan? Rafi memelukku! Entah sadar atau tidak, aku membalas pelukannya

"Seenggaknya lo bisa nenangin diri lo." ucapnya dingin. Oh Tuhan aku nyaman.

Sekitar 20 menit aku berada dalam dekapan Rafi. Aku merasa begitu nyaman. Rafi melepas pelukannya. Membuatku menghapus airmataku.

"Masuk kelas. Udah telat. Nanti lo dimarahin." ucapnya datar sambil menatap mataku. Aku hanya mengangguk kemudian berdiri

"Pipi." ucapnya membuatku bingung

"Kenapa?" tanyaku

"Masih sakit?"

"Udah gak."

Rafi hanya tersenyum. Kemudian aku bergegas menuju kelas. Sekarang pelajaran Bu Mirna. Guru Sejarah. Aku masuk kekelas. Dan semua orang menatapku.

"Permisi." ucapku membuat Bu Mirna yang sedang menulis dipapan menoleh

"Kamu darimana Ajeng? Kenapa baru masuk?" tanya Bu Mirna lembut.

"Maaf bu. Tadi saya dari UKS. Kurang enak badan." balasku pada Bu Mirna

"Yasudah duduk." ucap Bu Mirna kemudian kembali menulis dipapan

Nayya menatapku dengan tatapan khawatir. Sepertinya, moodnya telah pulih.

"Udah mendingan? Kalau masih gak enak badan, balik lagi aja ke UKS." tanyanya padaku

"Udah mendingan." balasku singkat

———

Bel pulang yang berbunyi membuat seluruh siswa berhamburan keluar. Aku dan Nayya memilih untuk keluar paling terakhir. Karna kalau keluar lebih dulu, pasti saling senggol dengan siswa lain yang tak sabar ingin segera pulang. Salma dan Kirey menghampiri Aku dan Nayya dikelas.

"Kenapa tadi buru-buru?" tanya Salma

"Gapapa. Gue kurang enak badan. Makanya ke UKS." balasku pada Salma. Salma hanya tersenyum. Kata Nayya, dia adalah orang yang pendiam. Dulu dia periang. Sampai suatu saat, terjadi konflik yang membuat dia menjadi seorang yang pendiam. Nayya tak pernah ingin memberi tahu. Karena memang Salma yang melarangnya

Kami berjalan melewati koridor. Nampak banyak sekali siswa yang berkumpul dilapangan basket

"Eh kenapa ya? Kok pada ngumpul gitu? Waah bikin acara gak ngajak-ngajak nih." ucap Kirey. Aku hanya terkekeh pelan.

"Garing anjir. Kesana yuk." ucap Nayya.

Benarkah yang aku lihat? Dua orang yang sedang adu pukul dilapangan basket. Orang itu adalah Rafi dan Syahdan! Aku mengajak Salma, Kirey dan Nayya untuk memisahkan. Tapi mereka menolak. Katanya tak ada yang berani memisahkan mereka berdua kalau sedang beradu. Terlebih lagi pada Rafi. Sikapnya yang dingin nampak menyeramkan.

Aku menghampiri Rafi dan Syahdan. Aku mendorong mereka berdua berniat memisahkan. Lagi-lagi Rafi memberontak

"Maju lo!" teriak Rafi pada Syahdan. Wajah mereka sama-sama lebam.

"Rafi udah!" ucapku menarik Rafi dan mengelus bahunya

"Apaan si lo? Main narik kerah baju gua terus mukulin gua." ucap Syahdan nampak bingung

"Lo udah nampar cewek! Lo tau? Dia baru pertama kali ditampar. Dan orang yang pertama kali nampar dia siapa? Elo! Orang yang baru dia kenal!" ucap Rafi. Kenapa dia nampak sangat marah?

"Salah dia sendiri pas istirahat nabrak gua." ucap Syahdan santai

"Kali ini lo selamat!" ucap Rafi kemudian berlalu

———

Aku berdiri didepan gerbang. Menunggu Kennath. Memandangi jam tanganku berulang kali. Akhirnya Kennath datang

"Naik." ucap Kennath singkat

"Kenapa lama?" tanyaku pada Kennath sambil menaiki motor ninja berwarna biru miliknya

"Nanti gua jelasin." ucap Kennath. Apa dia seperti Rafi? Aku benci jawaban sesingkat itu!

———

Aku dan Kennath berhenti di sebuah Cafe ternama di Jakarta. Dia mencari tempat untuk duduk dan kami berdua pun duduk. Kennath memanggil pelayan dan bertanya padaku

"Mau pesan apa?" tanyanya padaku

"Greentea aja." ucapku dan hanya dibalas anggukan. Kenapa aku harus bertemu orang-orang seperti ini?!

Beberapa lama kemudian, pesananku dan Kennath datang. Kennath hanya diam sambil meminum Milkshake cokelat miliknya. Aku sungguh heran dengannya. Kenapa kita ke Cafe? Aku hanya diam memandanginya

"Kenapa liatin? Minum!" ucap Kennath membuyarkan lamunanku

"Kenapa kita ke Cafe dulu?" tanyaku yang sudah penasaran

"Tadi gua lama karna bantuin Rafi." ucapnya. Sungguh tidak nyambung. Aku hanya mengangguk dan meminum Greentea milikku. Tak lama kemudian Kennath bertanya lagi

"Kenapa?" tanya Kennath membuatku bingung

"Apanya?"

"Mereka berantem." Oh Ayolah jangan terlalu hemat Kennath

"Gue gak mau cerita kalo lo ngomongnya irit kek gini!" ucapku geram. Kennath tersenyum manis.

"Jadi kenapa mereka berantem Ajeng?" tanya Kennath lembut padaku. Kalau bisa selembut ini, kenapa menghemat?

Aku menceritakan semua pada Kennath. Dan kau tau? Kennath hanya membalas dengan anggukan. Oh aku benci pria ini!

"Kenapa Rafi ampe segitunya banget? Gue aja yang ditampar biasa aja." tanyaku pada Kennath yang sedang memainkan ponselnya

"Dia emang gitu. Paling gak bisa ngeliat cewek nangis. Dia juga bisa posesif gitu kalo orang terdekatnya disakitin." jelas Kennath. Untung saja Kennath sudah mulai terbuka

"Pulang yuk." pintaku pada Kennath

"Buru-buru?" tanyanya padaku

"Gue belum izin. Takut mereka nyariin." ucapku pada Kennath

"Minta id line lo!" ucap Kennath menyodorkan tangannya padaku

"Buat apa?" tanyaku bingung.

"Minta aja." ucapnya singkat. Mau tidak mau aku harus memberinya.

———

Aku sampai dirumah. Jam menunjukan pukul 16.55. Dugaanku salah. Aku pikir akan ada Bang Lutfi yang khawatir menungguku dirumah. Ternyata tidak. Yang ada, hanyalah pembantuku. Dia juga khawatir

"Non kenapa baru pulang?" tanyanya padaku

"Tadi mampir dulu. Ajeng keatas ya bi." ucapku lalu segera naik kekamar

Tbc...

See you in next part❤️

Cold But I LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang