(7) Night Change

1K 138 19
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 07:00 a.m, tapi matahari masih berada di timur seolah tidak  ada pergerakkan sama sekali sejak kemarin malam. Suasana masih seperti senja kemerahan menuju sang kegelapan.

Namun yang anehnya, para manusia itu beraktivitas seperti biasanya. Pergi ke sekolah atau kantor, sarapan, atau berlari  pagi. Yang membedakan hanyalah gerakan mereka yang kaku dan tatapan mata yang kosong, persis seperti boneka yang sedang dikendalikan.

Dari jendela  kamarnya, Lavender menatap keluar sambil memeluk Lize erat. Sedari kemarin dia hanya termenung, tidak mengucapkan apapun. Lize, makhluk kecil yang sikapnya tak jauh berbeda dengan Lavenderpun hanya diam sambil menatap majikannya dengan tatapan nanar.

Seorang gadis berambut indigo yang sangat Lavender kenali lewat di depan rumahnya lengkap dengan seragam Paz High School. Biasanya, gadis itu akan berhenti di depan pagar rumah Lavender dan menunggu hingga Lavender keluar untuk pergi ke sekolah bersama. Tapi kali ini dia melewatinya begitu saja.

Melihat itu, Lavender langsung berlari dengan tergesa. Buru-buru ia mengejar si gadis berambut indigo. Berlari hingga ia berhenti tepat di hadapan si gadis, menahannya untuk tidak lagi melangkah.

"Lea?" Lavender memanggil dengan suara pelan.

Diperhatikannya wajah Lea dengan teliti. Tidak ada ekspresi apapun, bahkan senyum hangat yang biasa dia tunjukkanpun tidak ada. Manik matanya berubah hitam kosong, hampa. Lavender menghembuskan napas kasar melihatnya.

'Lea terpengaruh juga, ya?' Batinnya mendesah kecewa.

Pada akhirnya, Lavender menyingkir dari hadapan Lea. Membiarkan sahabatnya itu untuk kembali berjalan, sedangkan dirinya mengikuti dari belakang dengan langkah pelan.

Lavender menunduk, kembali merenungi kejadian yang terjadi. Tanpa sadar kedua tangannya terkepal kuat, dan tanpa sadar ia menggertakkan giginya. Lavender baru mengangkat kepalanya ketika Lize terbang ke arahnya, lalu hinggap di bahu Lavender. Makhluk kecil tersebut mengusap wajah Lavender lembut dengan tangan mungilnya. Seolah memahami kesedihan yang tengah Lavender rasakan.

"Keadaannya memburuk, Lize. Dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan" gumam Lavender lemas. Raut kesedihan tergambar jelas diwajahnya.

Lize dengan cepat memeluk Lavender, berusaha menenangkan majikannya yang sedang mengalami kesedihan mendalam. Jiwanya terguncang, Lize  bisa merasakannya. Sebab, mereka berdua berbagi perasaan.   Jika Lavender menangis, dia akan ikut menangis. Seperti sekarang, Lavender menangis tanpa kata, sedangkan Lize sudah terisak dalam pelukannya.

Pergi ke sekolahpun rasanya percuma. Lavender seperti merasa berada di tengah-tengah kumpulan mayat hidup. Jadi, dia memilih pergi ke tempat yang paling sepi di sekolahnya. Rooftop adalah pilihan yang tepat. Lavender bisa menenangkan diri disana.

Sambil berpegangan pada kawat pembatas, Lavender kembali memperhatikan keadaan kota Zolora yang kini tampak semrawut. Semuanya suram, seolah tidak ada kehidupan. Sinar senja di ufuk barat yang biasanya memancarkan aura keindahanpun kini terasa berbeda. Aura sang senja yang Lavender rasakan bukan lagi aura keindahan positif, melainkan aura keindahan yang negatif. Melihatnya, bukan lagi memberikan pengaruh kedamaian, tetapi memberi pengaruh yang tidak nyaman. Seakan-akan aura negatifnya akan menghisap Lavender ke dalamnya.

Di tengah keheningan yang dirasakannya, suara langkah kaki yang mendekat membuat tatapan mata Lavender berpaling dari pemandangan kota Zolora. Gadis itu membalikkan badan, dan melihat sosok pemuda berambut merah sedang tersenyum ke arahnya. Meski tersenyum, Lavender tahu di baliknya ada banyak sekali kesedihan yang disembunyikan. Meski Lavender bukan orang yang peka seperti Tom, di saat-saat seperti ini diapun akan mengerti. Lavender memang tidak ahli membaca perasaan orang lain, tapi dia masih bisa membaca keadaan.

The Spirit Of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang