(2) Time After Time

2.2K 179 45
                                    

Binar cahaya mentari pagi itu membiaskan kilau rambut coklat sepunggungnya dengan mewah. Diiringi tiupan lembut angin yang membuat rambut coklat tersebut menari-nari anggun. Sang pemiliknya sedari tadi tak hentinya mengulas senyum manis di bibir merah kecilnya yang menawan. Berjalan santai di bawah pendaran cahaya matahari yang menyusup melalui celah-celah dedaunan.

Beberapa meter di hadapannya ada seorang gadis berambut indigo yang melambaikan tangannya dengan semangat. Senyumpun tak luput dari gadis tersebut. Seolah keduanya menyambut pagi itu dengan ceria. Berpikir bahwa hari ini akan menjadi salah satu hari yang menyenangkan diantara hari-hari yang menyenangkan lainnya.

“Ayo Lave! Jangan sampai kita ketinggalan acara pentas seni di sekolah! Ini adalah tahun terakhir kita di Paz High School! Aku tidak ingin melewati momen-momen menyenangkan seperti ini!”

Lavender tertawa pelan melihat sikap Lea yang selalu bersemangat itu. Menurutnya Lea sanggat mirip dengan Holly. Berisik dan ceroboh. Dalam benaknya, Lavender sudah merencanakan untuk mengenalkan kedua sahabatnya itu. Pasti akan sangat seru bila nanti mereka bertiga bermain bersama.

“Kau selalu berisik Lea” Ucap Lavender dengan nada mengejek.

Alih-alih marah, Lea justru menyengir lebar seperti keledai. Dia lalu menggandeng tangan Lavender dan menarik gadis itu untuk berjalan lebih cepat.

“Yang penting aku tidak cupu sepertimu!” Seru Lea, membalas ejekan Lavender.

Lavender mencibir ketika Lea mengejeknya demikian. Ia tidak akan menyangkal. Semua teman-teman di sekolahnya memang menyebutnya gadis cupu. Tapi, memangnya apa yang salah dengan gadis cupu? Yang penting nilai-nilai sekolahnya stabil dan tidak ada yang turun.

“Setidaknya aku tidak pernah panik seperti melihat hantu karena lupa mengerjakan PR”

Mendengar sindiran Lavender, Lea melebarkan matanya. Ia merasa seperti diingatkan.

“Oh iya! Benar! Aku lupa mengerjakan PR astronomi! Dan itu akan dikumpulkan besok!” Lea menatap Lavender dengan wajah memelas. “Bolehkah aku menyalin PRmu, Lave?”

Gadis berambut coklat dengan hiasan bandana berwarna ungu itu menatap Lea dengan tatapan aneh. Seolah sahabatnya itu baru saja mengatakan bahwa dirinya adalah alien.

“Ya? Ya? Ya?” Bujuk Lea sembari menggoyang-goyangkan tangan Lavender yang dia peluk.

“Tidak” Lavender menggeleng tegas. “Kau tidak boleh menyalin PRku! Tapi pulang sekolah nanti aku akan membantumu mengerjakannya!”

Lea mengerucutkan bibirnya. Merasa tidak setuju dengan Lavender. Padahal akan lebih cepat jika ia menyalin PR Lavender ketimbang harus mengerjakan dari awal. Maka dari itu Lea menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

“Apa susahnya memberikan buku tugasmu padaku dan biarkan aku menyalin PRmu?” bantah Lea keras kepala.

Tapi Lavender pun sama keras kepalanya. Gadis itu menggeleng lebih tegas dari Lea. Seolah ucapannya tidak dapat lagi dibantah. Jari telunjuknya mendorong dahi Lea agar menjauh darinya.

“Jika seperti itu kau tidak akan pintar” jawabnya dengan wajah datar yang tidak Lea suka.

“Jika aku pintar, nanti aku akan menjadi gadis cupu sepertimu” ujar Lea dengan wajah polos.

Sekali lagi, Lavender menatap Lea dengan tatapan aneh seolah gadis berambut indigo itu baru saja membuang otaknya seperti zombie.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju sekolah sembari berdebat tidak jelas. Biarpun begitu, kedua gadis tersebut sangat menikmati kebersamaan mereka. Bagi keduanya, tidak ada hal yang lebih menyenangkan selain menghabiskan waktu bersama-sama. Entah untuk kejadian yang menyenangkan ataupun yang menyedihkan. Semuanya akan terasa lebih indah bila bersama-sama.

The Spirit Of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang