"APA APAAN INI BANG! TEGANYA LO NGEKOS DISINI GA BILANG BILANG!" Haechan meluapkan seluruh emosinya dengan menggebu-gebu. Matanya melotot menatap Jaehyun dan Taeyong bergantian.
"Sans ae njing, nyolot lo." Kalian pasti tau lah siapa yang bisa mengatakan hal macam ini.
"Kami butuh penjelasan bang!" Jaemin ikut menimpali.
"Bagaimana mungkin kalian tinggal di rumah bidadari tanpa memberitahu kami." Chenle sok dramatis.
"Bidadari?" Taeyong ngangkat sebelah alisnya, ngelirik ke arah Lian yang lagi minum di dapur.
Emang sih, Lian lumayan cantik menurut Taeyong, tapi hanya lumayan. Sekali lagi Taeyong tegaskan kalau itu hanya sebatas lumayan.
"Ya Lian lah bang, emang sapa lagi coba bidadarinya? Lo gitu?" Jaemin masih ngoceh-ngoceh karena kesel.
Taeyong langsung ngelirik sinis Jaemin, ngebuat cowok itu langsung kicep karena takut.
"Udah udah, toh udah terjadi. Lagian kalian udah di sini kan? Jadi ga usah diributin lagi." Jaehyun yang daritadi diem langsung buka suara saat suasana sudah mulai kacau.
Iya, dia tau bahkan sangat tau kalau Taeyong ngamuk itu semua bisa ancur. Serem kan?
Mark udah ngilang daritadi. Dan tiba-tiba udah muncul di belakang Lian. Dia kesel sendiri waktu denger orang berantem. Jadi Mark lebih milih buat langsung ke kamar aja.
"Lian."
"Iya?"
"Kamar gue dimana ya?"
"Oh bentar bentar gue tanya mama dulu." Lian ngeluarin HP dari dalem kantong, ngehubungin mamanya yang lagi di belakang rumah. Lian terlalu males buat jalan ke belakang karena jauh.
Lagian mau nyarinya pun susah karena halaman belakang yang lebar.
"Halo mah. Kamarnya yang mana ini? Ada empat orang lagi yang dateng."
"Oh iya neng, di lantai dua ya. Deketin aja kamarnya sama yang kemaren."
"Oke mah."
Lian matiin sambungan telepon, menatap Mark sebentar sebelum ngasih kode untuk ngikutin dia ke lantai atas. "Yang lain gimana?"
"Biarin aja, ga usah diurusin. Orang gila semua." Keliatan banget kalau Mark lagi jengkel. Mukanya ditekuk karena masih kesel atas kejadian kemarin.
"Ya udah kalo gitu ayo ke atas." Lian mimpin jalan, menuju lift untuk naik ke lantai dimana kamar Mark berada. Yang lainnya masih sibuk bertengkar di ruang TV.
"EHH WOY ELAH, TUNGGUIN." Jaemin teriak heboh, narik kopernya secepat kilat. Tapi terlambat, pintu lift sudah tertutup dengan wajah Mark yang seolah mengejek dari balik punggung Lian.
Sialan.
Jaemin kecolongan, dan ini semua karena Haechan! Ia melirik sinis Haechan yang hanya mengangkat bahu tak peduli.
--
"Ini kamar lo," ucap Lian sambil tersenyum, Mark balas tersenyum, masih dengan mata yang menatap Lian intens.
Untuk sejenak Mark merasa kagum melihat mata Lian, terlalu indah dan mengagumkan. Mark suka itu. Mark suka saat menatap matanya terus-menerus, menimbulkan rasa damai.
"Oh iya makasih." Mark tersenyum, membuka kamar tapi kembali berbalik, memandang Lian yang masih ada di depan pintu. "Kamu cantik."
Dan pintu tertutup.
Lian terpaku. Kaget.
Pipinya merah merona karena malu.
Ini gila.
--
Malam hari, Lian turun ke lantai bawah untuk ke dapur. Tenggorokannya terasa sangat sakit, dan dia membutuhkan air hangat. Jadi, dia turun ke lantai bawah menggunakan lift. Sambil menguap karena mengantuk, dia melihat ke sekeliling dan menemukan seseorang di pinggir kolam renang.
Berjongkok di pinggiran sambil memainkan air dengan tangan.
"Chenle?"
Chenle menoleh, tersenyum manis saat mengetahui keberadaan Lian. Gadis itu mendekat dan ikut berjongkok di sebelahnya. "Lagi apa?"
"Nggak lagi apa-apa."
"Kayaknya kamu lagi sedih." Lian duduk di pinggir kolam, memasukkan kedua kaki jenjangnya ke dalam air kolam yang dingin. Dan chenle mengikutinya. "Mau cerita?"
Chenle menghembuskan napas panjang, menatap langit gelap yang dihiasi bintang dengan pandangan sendu. "Chenle lagi sedih, papa sama mama mau ngirim sodara-sodara yang di China ke sini, karenaㅡ" Chenle memutus ucapannya, menunduk dalam sambil meremas ujung bajunya.
Lian masih serius memperhatikan Chenle, menunggu lanjutan ucapan cowok yang lebih muda satu tahun darinya itu.
"Karena nggak bisa habisin duit jajan, gimana ini?"
Lian melongok kaget, orang tua yang baik hati sekali.
"Emang kalo uangnya ga habis gimana?" Rasa penasaran mulai menggerogoti Lian, kok sampai segitunya sekali Chenle jika memang hanya masalah uang jajan, harusnya senang kan?
"Bakalan dikirim lagi, dan harus habis."
"Ya tinggal dihabisin aja kan?"
"Kamu mau bantu?" Mata Chenle berbinar senang, memandang Lian dengan puppy eyes.
Lian mengangguk ragu, apakah tidak apa-apa dirinya ikut mencicipi uang jajan chenle?
"Emang uang kamu masih berapa?" Lian memang sengaja menggunakan aku kamu jika berbicara dengan yang lebih muda. Terbiasa dengan adiknya mungkin, dan lagi chenle seumuran dengan adiknya yang kini sedang berada di luar negeri.
"Hmm di black card kemaren aku cek masih 300 juta, karena yang untuk minggu ini masih belum habis, jadi besok pasti bakalan di tambahin lagi sama papa 200 juta. Apa chenle bakar aja ya duitnya?"
Lian sweatdrop. Kejang-kejang di tempat seketika.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Kos-kosan NCT
FanfictionKata orang, kalo ketemu sama orang ganteng itu berkah. Tapi menurut gue itu keajaiban, apalagi ketemu sama 18 cowok yang semuanya cogan.