Tujuh

79.2K 2.5K 35
                                    

Masih jam 05.15, dan Aldi memaksa untuk berangkat lebih awal supaya Lyra tidak terlambat, gadis itu malah mengerucutkan bibir mungilnya, sambil mengentak-hentakkan kakinya di lantai.

"Tau gini, gue kemarin bawa mobil sendiri." Gerutunya lagi.

Ditambah lagi, ia tadi diturunkan di halte selatam sekolahan oleh Aldi, membuat gadis itu sangat kesal.

Lyra memasuki kelas yang masih sepi itu.

Siska dan Elen yang melihat Lyra ada di ambang pintu, melongo tak percaya. Pasalnya, sekarang masih pukul 06.18, dan sekolah masih sepi.

"Lyra? lo? beneran ini lo?"

Siapa yang tidak heran, seorang Aradera Lyra Fransiska, datang sepagi ini. Mungkin ini sangat mustahil, namun kenyataannya begini juga.

"Lo gak sakit kan?" Elen menghampiri Lyra dan memeriksa suhu tubuh Lyra dengan telapak tangannya, "Perasaan gak panas deh," Katanya sambil mengerutkan kening.

"Apaansih, gitu aja, lebay!"Jawab Lyra dengan ketus, lalu gadis itu duduk dibangkunya samping Siska yang juga menatapnya tak percaya.

"Momen langka harius diabadikan," Celetuk Siska.

Lyra tanpa mempedulikan mereka lagi, langsung membenamkan wajahnya di antara kedua tangan yang sudah ia taruh di meja.

Lelah, pasti Lyra sangatlah lelah. Waktu tidurnya tersita, ditambah hari pernikahan yang baginya kemarin sungguh menguras energi.

"Eh, btw, gue tadi liat lo semobil sama Pak Aldi, hayo ada apa?" Siska menarik kepala Lyra agar mau bangun, lalu memasang wajah dengan menggodanya.

"Apaan sih, salah liat kali lo!" Jawab Lyra yang masih ketus.

Siska menggelengkan kepalanya dengan penuh keyakinan, "Gak, gak mungkin salah liat. Mata gue masih belum plus atau minus kok,"

"Heh, ngaku aja, ada apa sebenernya?" Tanya Elen mengernyit.

Siska dan Elen, sudah tahu pasti gerak-gerik Lyra jika berbohong atau tidak, karena mereka sudah berteman sejak lama, pasti sudah mengenal satu sama lain.

"Oke, lo udah nggak anggap kita temen." Kata Siska berdiri dari bangkunya, ia pura-pura marah supaya Lyra memberitahu apa yang disembunyikannya.

"Eh, kutil anoa. Gue mau bilang tapi jangan bocorin ke siapa-siapa, ya?"

Mendengar itu, Siska dan Elen langsung mengangguk dengan mata berbinar, ia sudah tidak tahan lagi dengan ke kepoannya.

"Gue mau boker dulu." Kata Lyra dengan santai, "Nanti kalau istirahat, gue kasih tau deh, janji." Lyra berdiri dari tempat duduknya hendak pergi ke kamar mandi.

Siska dan Elen hanya menggelengkan kepalanya.

Lyra berjalan seperti biasa, dengan angkuh namun anggun itu, dengan sombongnya seperti ia tidak takut kepada apapun.

Brakk

Gadis itu menabrak sesuatu, hingga kertas-kertas berterbangan kesana-kemari, ia yakin, bahwa ia menabrak seorang guru yang sedang membawa berbagai tugas-tugas dari muridnya.

Lyra meringis, "Aduh, gimana sih." Rintihnya.

"Kamu yang gimana, kalo jalan itu pake mata!" Seorang guru itu malah memarahi Lyra yang sedikit kesakitan karena lututnya sedikit lecet.

"Hah? dimana-mana itu jalan pake kaki, Bu. Bukan pake mata." Lyra malah membantah perkataan gurunya itu, terlebih guru yang ditabrak itu adalah guru BK kelasnya.

"Bukannya minta maaf, malah ngebantah guru mulu." Kata Bu Veni dengan sedikit kesal.

"Yaudah ya bu, saya minta maaf. Permisi," Lyra pergi begitu saja tanpa membantu Bu Veni membereskan kertas-kertas yang berterbangan tadi.

Five Years Apart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang