15.1 Sebuah Usaha

21.7K 3.5K 74
                                    

Jangan lupa 🌟
Selamat membaca💃
***

"Ma ...." Purna melepas pelukan mamanya. Tangisan yang terdengar membuat Purna tidak tega. "Maafin Purna karena bikin restoran Mama hancur."

Mama menggeleng. "Tidak, Nak. Mama yang minta maaf karena membiarkanmu mengurus semuanya sendiri...."

Purna sadar sedari tadi mama menatap ke arah kakinya. Purna bahkan merasa baik-baik saja dengan keadaan yang menimpa. Semua kesakitan fisiknya tidak berarti apa-apa dibanding apa yang hatinya rasa. Perasaan kecewa, bersalah, dan frustrasi berebut ingin menghancurkan kewarasan Purna. Gadis itu bahkan hampir berpikiran untuk mati saja.

Di luar sana, ada beberapa polisi yang baru saja memintai Purna keterangan. Diperkirakan kebakaran itu disengaja. Itulah yang sempat ia dengar.

Purna tersenyum masam.

Iya, disengaja. Kanser yang melakukannya.

"Boleh Mama tahu, ada apa?" tanya mama sangat pelan.

Purna sudah sedikit tenang. Walau di dalam hati terpikir untuk melampiaskan apa pun pada Kanser. Ia tidak tahu bagaimana menghadapi Kanser, mungkin makian saja tidak cukup lelaki itu terima. Purna butuh untuk membuat Kanser menyesal. Dan kabar bahwa Kanser sudah ditahan sementara sampai sidang, ia hampir tertawa bahagia.

"Maaf, Ma, karena aku belum cerita ini ke Mama," ujar Purna lemah. "Aku dan Kanser ....." Bahkan menyebut nama lelaki itu saja hatinya terasa berdenyut nyeri.

"Iya, Mama tahu." Mama mengusap kepala Purna lembut. Ia tidak tega melihat betapa Purna menahan kesakitan itu. "Yang ingin Mama tanyakan, bagaimana bisa Kanser yang melakukan ini semua?"

Hari itu Purna kembali menangis di pelukan mama. Dari mulai ia bekerja di Egomart! sampai hari di mana restoran terbakar, Purna menceritakan semuanya, tanpa kecuali. Tanpa Purna sadar, cara bicara dan ucapnya sedikit banyak memengaruhi pandangan mama tentang Kanser.

Bahwa Kanser ternyata tidak sebaik yang mereka kira.

***

Jika hal ini dilihatnya dalam keadaan baik-baik saja, mungkin Kanser akan sangat senang. Kedua orang tuanya berada di depannya, menjenguknya di penjara. Kanser menatap papanya yang terdiam, lalu mamanya yang seperti sudah lelah untuk menangis.

Sedari dulu Kanser tahu hubungan keduanya sangat baik walau pernah menjalin rumah tangga yang gagal. Namun melihat papanya yang kini terdiam tanpa bisa melakukan apa-apa, itu membuatnya sangat malu. Perbuatan Kanser sangat mencoreng citra baik kedua orang tuanya.

"Apa benar kamu berbuat begitu, Kanser?" Inggrid bertanya setelah puas memandangi anaknya dengan tidak percaya. "Bukan kamu, kan?"

Ini terlalu sulit untuk Kanser jawab. Ia sendiri tidak tahu apakah jika menjawab 'tidak', keadaannya akan membaik. Semua bukti terarah kepadanya. Bahkan mungkin Purna juga menyalahkannya dan mendukung ia dipenjara.

Ya Tuhan, bagaimana kabar gadis itu? Terakhir ia melihat hanya di ambulans. Kakinya bahkan belum menapak teras rumah sakit saat polisi sudah membawanya. Kanser sungguh ingin mengetahui apakah Purna baik-baik saja.

"Kita serahkan sama polisi, Ma," jawab Kanser dengan tenang. Ingin sekali ia berteriak pada semua orang bahwa dirinya merasa bersalah atas semua yang terjadi. Karena ialah dalangnya. Tetapi mulutnya hanya satu, dan beteriak hanya sia-sia karena mereka menutup telinga. Kanser diam untuk berpikir.

"Biar Papa kirim pengacara terbaik Papa."

Kanser menggeleng mendengar ucapan papa. "Aku tetap akan dipenjara meskipun ada pengacara sehebat apa pun."

EGOMART!: Selamat Pagi, Selamat Datang di Egomart!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang