Klik 🌟 dulu.
Selamat membaca💃
***Terlepas dari semua hal yang telah dilalui, kembalinya Purna ke kampus membuatnya bahagia. Teman-teman sekelas tiba-tiba sudah memberi kejutan pagi sekali sebelum kelas dimulai. Purna tertawa saat Candra memberinya bunga sambil berlutut di depannya.
"Lebay banget lo, Can." Purna mendengus geli.
Candra tertawa setelah menyelipkan satu tangkai di telinga Purna, yang lantas ditepis karena Purna kegelian. "Coba lo dulu nembaknya gue, Na, bukan si Irvan. Gue terima dengan lapang dada."
"Eh, apa-apaan ini?" Irvan menengahi mereka, berdiri menghadap Candra. "Purna nggak sama siapa-siapa, apalagi lo."
Satu kelas menyuraki tindakan Irvan, seakan itu adalah aksi heroik. Purna memutar bola matanya kesal. Teman-temannya memang sekonyol itu. "Thanks, ya, kalian udah susah-susah bikin pesta penyambutan kayak gini," ujar Purna tulus.
"Santai aja kali, Na. Restoran depan kayaknya lagi promo, deh."
Purna tertawa. Dia meraih tangan Irvan, meminta tolong membantunya berjalan.
"Katanya bisa sendiri," sindir Irvan.
Purna melotot. Dia menunjuk satu kruk yang menyangga tubuhnya. "Ketek gue sakit lama-lama, Van, pake kruk ini."
Irvan tertawa. Purna sudah kembali rupanya. "Perlu gue ambilin kursi roda di mobil?"
Purna menggeleng. "Nggak. Abis ini, kan, duduk." Dia lalu mengalihkan pandangan pada teman-temannya. "Besok, ya, kita makan di restoran depan."
Gemuruh suara bahagia itu terdengar. Irvan mengernyit dan menoleh pada Purna. "Lo serius? Tiga puluh orang, lho."
"Serius. Mama juga ngasih anggaran buat syukuran."
"Syukuran itu di panti, Na. Bukan di kelas gini. Mereka bukan orang yang membutuhkan."
Purna tertawa. "Santai aja, lah, Van. Abis itu kita ke panti bareng-bareng. Beres, kan?"
Lagi pula, Purna bersyukur karena teman-temannya peduli. Walau hanya menyusahkan mereka karena sekarang semua peralatan dan ucapan yang terpasang di dinding harus segera dibongkar. Tidak lama lagi perkuliahan dimulai.
Di jam perkuliahan, mungkin Purna bisa lupa segalanya, tapi tidak setelah perkuliahan selesai. Saat Irvan membantunya masuk ke mobil, Purna mendadak membeku. Dia menghela napas beberapa kali sebelum bisa menenangkan diri. Kalau akan melewati bekas restorannya yang terbakar, pikiran Purna mendadak kosong. Dia menolak mengingat hal menyakitkan itu.
"Lo nggak apa-apa, Na?"
"Nggak apa-apa." Purna mengusahakan tersenyum.
Tapi Irvan sadar ada yang tidak beres. Dia lalu mendekatkan diri pada Purna, meraih tubuh Purna ke dalam pelukannya. "Pengen banget peluk lo dari kemarin, Na," bisiknya.
Purna membeku sejenak. Dia sempat teringat janjinya pada Kanser tentang sebuah pelukan. Tapi siapa peduli, Kanser di sana mungkin dulu sudah melakukan hal lebih dari itu dengan Cheryl.
Maka perlahan tangan Purna terulur, membalas pelukan Irvan. "Makasih selalu ada buat gue, Van."
Irvan melepas pelukannya dan membenarkan rambut Purna yang sedikit berantakan. "Kalo butuh apa-apa, bilang sama gue."
"Nggak bosen bilang itu berulang kali?"
Irvan tertawa. Dia mulai menjalankan mobil.
Sudah beberapa kali Purna melewati bekas restorannya sebelum ini, tetapi dia tidak pernah menoleh sedikit pun. Dia memilih memejamkan mata sampai lampu merah. Menandakan bahwa bekas restoran itu sudah terlewat cukup jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
EGOMART!: Selamat Pagi, Selamat Datang di Egomart!
RomancePERSYARATAN MELAMAR DI EGOMART! - WANITA, USIA MAKSIMAL 22 TAHUN "Cek, umur gue baru 20." - MINIMAL LULUSAN SMA/SEDERAJAT "Cek aja deh." - BELUM MENIKAH "CEK BANGET! Boro-boro, gebetan aja kabur semua!" - JUJUR "Cek, eh ... uncek. Cek, deh. Kadang-k...