1.2 Pulsanya Sekalian?

43.1K 5.8K 231
                                    

"Anjir, tampang gue emang kelihatan tampang orang kere?"

Irvan menggigit sedotannya melihat ekspresi kesal Purna. "Kenapa lo?"

"Lo tersinggung nggak kalau ditanyain 'pulsanya sekalian, Kak?' gitu, Van?"

"Yaelah, itu kayak pegawai di minimarket, kan? Namanya teknik pemasaran, Na. Keramahan juga. Lo pikir gampang nawarin pulsa ke setiap orang yang udah hafal bakal ditanyain begitu? Lo bahkan bisa gengsi, Na."

Purna manggut-manggut. Dia menjulurkan tangannya dan mengambil sejulur mie di mangkuk Irvan, membuat lelaki itu mendelik. "Jorok banget gue punya temen, astaga! Santai banget ngambil mie gue pake tangan!"

"Rese! Udah, sih, gue nggak berkuman, kok."

"Mana tahu. Kuman kelihatan cuma dari mikroskop. Dan mata lo nggak sejeli itu." Irvan mendorong mangkuknya ke Purna. "Abisin."

Purna menggeleng. "Kenyang. Tadi nyicip doang."

"Kan bisa pake sendok, Purna!" Irvan gemas sendiri.

"Jangan marah-marah mulu, Van." Purna mengecek jam tangannya. "Bentar lagi masuk. Ayok."

Benar, kan, Irvan menggeram kesal. Temannya yang bernama Purna itu sangat menyebalkan, benar-benar menyebalkan, setelah itu tidak mau membayar, lagi.

"Ayo cepat, ih. Lelet!"

"Bentar, bayar dulu."

Purna mengikuti langkah Irvan yang menuju kios paling timur di kantin. Dia lalu menjajari Irvan yang masih bersungut kesal padanya.

"Jangan deket-deket. Ntar cewek gue cemburu." Irvan menghindar dari Purna padahal Purna tidak menempel sama sekali padanya.

"Kalau dia nggak percaya sama lo, artinya meremehkan lo."

"Zaman sekarang bukan masalah percaya atau nggaknya. Seorang cewek kalau udah percaya itu harus dipegang erat-erat, soalnya lagi zaman tuh pelakor."

Purna berdecak. "Lo ngomong doang masalah cewek. Coba tunjukkin yang mana cewek lo, sih? Nggak pernah mau ngaku juga."

"Rahasia."

"Pelit."

Irvan tertawa. Kini malah dia yang mendekat pada Purna dan merangkul bahu cewek itu, menunjukkan ponsel dengan sebuah foto di sana. "Ini cewek gue."

Purna mengernyit menatap foto itu. Sepertinya dia mengenal seseorang di foto itu. Tapi siapa? Coba dia ingat-ingat sebentar.

Rambut hitam sebahu.

Mata cokelat.

Kulit putih.

Cantik, sih.

Manis juga.

Dan ... imut.

Pendek.

Hm, Purna benar-benar tahu siapa itu. Seseorang yang selalu dia lihat setiap hari saat sedang becermin.

"Lah, orang pendek itu," gumam Purna.

Irvan tertawa. Dia mencubit gemas pipi Purna. "Bukan pendek. Mungil. Imut."

"Apaan, tinggi gue 156 itu adalah tinggi minimal untuk pendaftaran di bidang apa pun, nggak semua, sih. Tapi kebanyakan malah minimal lebih dari itu."

"Yang penting lo cantik."

"Ngapain cantik kalau apa-apa harus pakai dingklik?"

"Jangan merendah begitu."

"Gue emang udah rendah jadi buat apa merendah. Jatuh entar gue terus diinjek kayak taik."

EGOMART!: Selamat Pagi, Selamat Datang di Egomart!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang