1 • Paris

405 46 0
                                    

Kala itu, tidak biasanya Lana sudah keluar dari kamar mandi pukul tujuh, membuat Moza—kakaknya—ikut heran. Gadis itu berlarian kecil, masuk ke dalam kamarnya dengan handuk putih yang masih menggantung ditubuh.

Jangan berpikir ini rutinitas Lana setiap paginya. Gadis itu berani bersumpah, kalau saja Jeviar tidak mengajak Lana untuk pergi hari ini, gadis itu akan bangun setidaknya jam sebelas. Atau bahkan hingga Moza datang dan ngamuk-ngamuk di kamarnya.

Lana meraih mantel cokelat miliknya dan mulai beranjak ke ruang tamu. Seperti biasa, Moza sudah nangkring di sana lebih awal sambil fokus pada drama Korea yang selalu dia tonton sebelum berangkat kuliah. Moza melirik adiknya sekilas, lalu berpaling lagi pada layar laptopnya, "mau pergi, Na?"

Gadis itu menyengir lebar, "iya dong. Aku pergi dulu nih. Jangan lupa makan ya,"

"Udah sana, bucin."

Lana terkekeh sebelum akhirnya suara pintu tertutup rapat. Ia menekan-nekan tombol tutup pada liftnya berulang-ulang kali setelah dia naik.

"Jangan diteken-teken gitu kali Na. Yang santai aja,"

Lana tersenyum simpul pada Raysita—tetangganya—yang kebetulan orang Indonesia juga. "Pagi, Mbak Ray." Sapanya disertai senyum hangat. Meski sudah tujuh tahun dia bekerja di Prancis, nyatanya dia lebih suka disapa Mbak Ray ketimbang dipanggil Miss Raysita seperti di kantornya.

"Pagi, Na. Tumben rapi, mau pergi ya?"

Gadis itu merutuk dalam hati, sejarang itu kah dia berpakaian rapi di depan tetangga?

"Iya, Mbak Ray." Jawabnya ramah.

"Oh, pasti sama pacar kamu yang perhatian itu, kan? Aduh mana ganteng banget, putih lagi kayak ubin masjid."

Lana mengulum senyum mendengar ucapan Raysita. Ia memang kurang pandai menghadapi situasi seperti ini. Beruntung, bincang-bincang singkat di lift itu segera usai setelah pintunya terbuka. Lana menghambur keluar setelah pamitan dengan Raysita.

"Jev!" teriaknya.

Cowok itu berbalik, menampilkan senyum hangat khasnya.

"Pagi, Alana,"

"Kita mau kemana?"

"Keliling Paris,"

Mendengar jawaban Jeviar, gadis itu menyengir lebar, menampilkan gigi-gigi putihnya yang tersusun rapih.

"Serius? Are we going to date?"

"Coba kamu liat muka aku, emangnya ada tampang-tampang pembohong."

Gadis itu menempelkan kedua telapak tangannya di pipi Jeviar, kemudian menggerak-gerakannya ke kiri dan kanan.

"Ih ada. Aku tau kamu bohong waktu bilang ke Johnny kalo kamu gak suka sama aku,"

Jeviar tersenyum, lantas mengacak rambut gadisnya dengan halus. "Itu kan dulu, sekarang mana mungkin bohong lagi." Cowok itu menggenggam tangan Lana, membawanya untuk masuk ke dalam mobil Audi hitam yang sudah teronggok di depan lobby.

Setelah berkendara sekitar tiga puluh menit, akhirnya mereka berhenti di salah satu jembatan. Lana menarik napas panjang, kemudian membuangnya sambil tersenyum pada Jeviar.

Rambut hitam kecoklatan milik Lana terhembus angin, membuat gadis itu terus-menerus menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga.

METANOIA | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang