24 • Amarah

46 9 0
                                    

Paginya di sekolah, Lana tak berselera mengobrol dengan siapapun. Gadis itu juga minta ijin untuk tukar tempat duduk dengan Fikri yang duduk di paling belakang.

Lana menempatkan kepalanya di meja dengan alas hoodie miliknya. Gadis itu menatap ruang kelas yang mulai ramai karena teman-temannya sibuk menyalin pekerjaan rumah yang akan dikumpul jam pertama. Ara yang menyadari sikap Lana itu kemudian duduk tepat di sebelah sahabatnya.

"Lo lagi kenapa, Na?" tanya Ara.

Lana menggeleng. "Lagi ngantuk,"

"Harus banget ngantuk sampe pindah tempat duduk? Lo tidur di situ juga ga bakal ketauan kali. Oh takut Dimi ngadu ya?"

"Engga. Pokoknya mau di sini aja." Ujar Lana pelan.

"Lo tuh kalo ada apa-apa ngomong aja, gue kan temen lo, bahkan buat gue, lo udah kayak keluarga. Jadi gapapa kalo lo mau cerita apapun ke gue, Na."

Perkataan Ara membuat kepala Lana terangkat, ia kemudian menatap lurus ke depan sambil sesekali mengusap batang hidungnya.

"Aku bingung, Ra. Saat ini aku lagi dihadapkan sama kejadian yang gak masuk akal. Di saat aku udah mulai ikhlas, tapi kenyataan yang ada sekarang malah buat aku makin kecewa dan putus asa." Ucap Lana—yang inti dari perkataannya belum tersampaikan.

"Ini tentang kecelakaan pesawat lo ya?"

"Jeviar ternyata sahabatnya Dimitri, Ra..."

Ara langsung terbelalak. "Kok bisa?!"

"Aku nggak tau lengkapnya. Tapi kayaknya mereka udah temenan lama, bahkan sebelum Jeviar kenal aku dan tinggal di Paris."

"Tapi Dimi tau Jeviar mantan lo yang meninggal?"

"Itu yang bikin aku kecewa, Ra.... Kenapa harus disembunyiin? Kenapa saat denger ceritaku Dimi biasa aja? Padahal Jeviar sahabatnya sendiri."

Ara menggaruk kepalanya dengan gusar seperti orang frustasi. Ia menoleh ke depan memperhatikan kursi Dimitri yang belum terisi, menandakan sang pemilik belum kunjung datang padahal sebentar lagi kelas dimulai.

"Wah, parah sih, Na. Gue juga bingung kenapa dia begitu. Tapi selama ini Dimitri yang gue kenal selalu punya alasan dibalik semua yang dia lakuin. Dimi bukan orang yang suka bikin orang lain susah, apalagi sakit karena dia. Ini bukannya gue mau ikut campur yah, apalagi sok-sok ngertiin Dimi. Tapi menurut gue dia punya alasan kenapa dia nyembunyiin fakta ini dari lo."

Lana menopang dagunya di atas meja. "Dimi bilang dia nggak mau aku terus keinget Jeviar kalo tau dia sahabatnya. Tapi caranya nggak harus kayak gini, kan Ra? Aku bukan orang yang bakal jadiin seseorang pelarian karena dia pernah kenal atau bahkan sahabatnya Jeviar, Ra. Aku cuma kecewa."

"Hmmm, menurut gue saat ini mending lo tenangin diri dulu, jangan mikir yang engga-engga. It's okay kalo lo nggak mau berhubungan sama Dimitri dulu. Lo berhak punya waktu sendiri buat nyelesaiin konflik batin. Nanti kalo semuanya lo rasa udah mulai reda dan lo siap untuk nanya ke Dimi, baru lo samperin deh anaknya. Toh hari ini Dimi nggak masuk kayaknya. Langka loh ini! Dimi nggak pernah bolos sekolah bahkan kalo pun dia sakit."

Lana menoleh ke Ara sambil menaikkan kedua alisnya. "Kira-kira kenapa dia nggak masuk hari ini?"

Ara balik menatap Lana serius. "Artinya ada sesuatu yang bener-bener penting."

***

Malam itu ketika Dimitri memutuskan untuk berkendara usai membuat Lana kecewa, cowok itu bertemu dengan seseorang yang ia cari di suatu jalan dekat mini market yang biasa ia kunjungi. Cowok itu duduk di atas motor besar seraya mengisap rokok miliknya. Tak sendirian, banyak pengendara motor besar dan penonton di tepi jalan. Mereka pasti habis balapan motor dikarenakan penontonnya hanya sisa belasan orang.

METANOIA | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang