Esoknya pagi-pagi sekali Lana sudah berada di sekolah. Tak lupa, gadis itu membawa pompa sepeda untuk memompa ban sepedanya yang kempis. Ia mampir terlebih dulu di parkiran, memastikan sepedanya masih teronggok manis di sana. Melihat keberadaan sepeda itu, Lana lega. Gadis itu menitip pompanya pada satpam, lantas masuk ke dalam kelas.
Begitu sampai di kelas, gadis itu terkesiap melihat beberapa anak yang sudah sampai lebih dulu darinya. Beberapa diantaranya Haidar. Cowok itu terlihat serius mengerjakan sesuatu, pun di mejanya banyak tumpukan buku.
Menyadari kedatangan Lana, cowok itu menengadah, kemudian mengulas senyum manis. "Pagi, Alana." Sapanya.
"Pagi, Dar. Itu apa?"
"PR Mat. Lo udah ngerjain?" Haidar balik tanya.
Gadis itu mengangguk mantap. "Udah,"
"Aku kira kamu berangkat bareng Haikal," sambungnya.
Haidar terkekeh, "Haikal mah nggak usah ditanya, Na. Pas gue jalan dia baru bangun."
Lana tampak tidak terkejut. Gadis itu bisa membedakan Haidar dan Haikal meskipun mereka kembar identik. Haikal tidak akan mungkin duduk diam sembari menyapanya dengan lembut. Semua orang tahu Haikal cerewet.
Lima belas menit menuju bel masuk Lana habiskan untuk mendengarkan lagu lewat earphone. Gadis itu memilih mendengarkan lagu-lagu Lauv, yang kemudian membawanya nostalgia pada sosok Jeviar.
Selang beberapa menit sebelum bel masuk, dari ambang pintu muncul Haikal dengan langkah girang, diikuti Dimitri yang raut wajahnya tampak tenang. Cowok itu menarik kursinya, menaruh tasnya, lantas duduk tanpa melirik kiri-kanan sedikit pun. Pandangannya lurus ke depan.
Suara berat Pak Hugo, guru olahraga, terdengar mendominasi ruang kelas setelah bel berbunyi. Pria itu gagah, ia mengenakan kaos merah dengan celana panjang bahan, lengkap dengan topi dan pluit di lehernya. Disuruhnya maju ke depan, hendak memimpin doa sebelum kelas benar-benar dimulai.
Setelahnya, pria itu memberi instruksi untuk berganti pakaian olahraga, kemudian segera baris di lapangan.
"Bapak kasih waktu tujuh menit. Tujuh menit belum di lapangan, push up tujuh kali." Titahnya, lalu melenggang menuju lapangan.
Beruntung, kelas mereka cukup tertib dan disiplin, tak ada dari mereka yang kena hukuman. Setelah dilihatnya barisan sudah rapi, pria itu meniup pluitnya.
"Pagi ini, kita jogging keliling komplek. Kalian jangan melenceng dari jalur. Perhatiin mobil yang lewat, saling ngawasin satu sama lain."
"Gak salah nih? Komplek ini kan luas banget bor."
Pak Hugo geleng-geleng kepala melihat anak-anak mengaduh. Pluitnya berbunyi lagi untuk kedua kali. Pria itu memimpin pemanasan sebentar, kemudian ia memimpin barisan untuk mulai bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
METANOIA | Kim Doyoung
Fanfiction[update setiap hari minggu] Semenjak insiden kecelakaan pesawat itu, hari-hari Lana tidak seindah yang gadis polos itu harapkan. Lana terpaksa harus sekolah di tanah kelahirannya, Indonesia-yang kemudian membawanya bertemu sosok Sagara Dimitrio. Co...