9 • Dufan

61 16 0
                                    

Pukul setengah sembilan, Lana sudah terlihat rapi meskipun ia sedikit terlambat bangun. Gadis itu memoles wajahnya dengan pemerah pipi warna peach dan sedikit liptint di bibir mungilnya. Usai bersiap-siap di kamarnya, gadis itu bergegas turun menemui ibunya di meja makan. Zahra memberinya senyuman hangat.

Diam-diam, muncul perasaan lega di hati wanita paruh baya itu. Ia merasa bahagia melihat senyuman manis Lana dan mulai terbiasa dengan insiden itu. Zahra berharap Lana bisa mengikhlaskan Jeviar sepenuhnya.

Mengingat Jeviar membuat wanita itu teringat pada sahabatnya, Martha—seorang janda yang mengasuh di panti asuhan. Jeviar memanggilnya Mama.

Sejak Jeviar kecil, Martha mengasuhnya seorang diri di panti, wanita itu tangguh, kasih dan perhatiannya tulus pada setiap anak yang ia asuh. Tapi semenjak Jeviar remaja, cowok itu diasuh oleh kedua orangtua angkatnya yang kaya raya. Mereka membawanya tinggal di Paris.

"Nih, pesenan kamu udah Bunda siapin. Pokoknya dijamin enak," Zahra menepuk-nepuk kotak makannya.

"Iya, Nda. Aku yakin temen-temen aku pasti suka masakan Bunda,"

"Ngomong-ngomong kamu berangkat sama siapa, Na?"

"Temen aku yang bawa mobil, Nda." Lana berujar, seraya mengecek ponselnya untuk memastikan posisi Ara dan kawan-kawannya sekarang. Semalam gadis itu sudah mengirimkan lokasi rumahnya ke Ara melalui aplikasi. Zahra memasukkan empat kotak makan plastik yang isinya nasi goreng kambing ke dalam tas jinjing yang cukup besar.

Tin... tin...

Keduanya langsung menoleh ke halaman rumah. Dari dalam samar-samar terlihat mobil milik Haidar yang sudah berhenti sempurna tepat di depan pagarnya.

"Bunda, itu temen aku udah sampe. Aku pamit ya, Nda." Lana mengecup punggung tangan ibunya, kemudian meraih tas jinjing miliknya.

"Hati-hati ya, inget jangan kecapean kamu." Zahra berujar lembut.

Lana bergegas keluar. Matanya memicing sejenak untuk melihat siapa yang duduk di kursi depan. Sesaat setelahnya Ara membuka kaca, "belakang ya, Na."

Lana mengangguk, kemudian segera masuk ke pintu tengah. Gadis itu terperangah begitu melihat Dimitri dan Haidar yang juga duduk di kursi tengah. Haidar menyapanya, lain hal dengan Dimitri yang masih fokus dengan games di ponselnya.

"Lo bawa apaan, Na?" Tanya Ara.

"Oh, ini, Ra. Aku bawa bekal." Jawabnya.

"Ini, buat kamu Ra, ini buat Haikal, ini Haidar, sama buat Dimi." Gadis itu mulai membagi-bagikan kotak makannya.

Haikal menoleh cepat, lantas cowok itu antusias begitu melihat nasi goreng. "Wah, makasih ya, ini lo bikin sendiri?" Ujarnya seraya masih fokus mengendarai mobil.

Lana menggeleng, "enggak kok. Ini buatan Bunda. Aku sengaja minta Bunda masak,"

"Kok cuma buat kita? Lo udah makan?" Cetus Haidar.

"Aku nggak biasa sarapan," Lana menyengir.

Dimitri akhirnya berhenti main game begitu aroma nasi goreng yang dilahap Ara dan Haidar merasuki indra penciumannya. Cowok itu tertegun beberapa saat. Mirip masakan Mama. Batinnya.

METANOIA | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang