Lonceng kecil di atas pintu kafe berbunyi begitu Lana masuk ke dalam. Salah satu barista disana menoleh, kemudian melempar senyum ramah, "selamat datang."
Lana balik melempar senyum, sementara matanya menyusuri satu per satu meja yang disusun rapi disana, berusaha mencari keberadaan Dimitri di antara pembeli yang lain. Dimi masih di jalan kali ya? Batin Lana.
Gadis itu memutuskan memilih tempat duduk di samping jendela karena menurutnya pencahayaan disana bagus. Lana melirik arlojinya, lantas berandai-andai mengapa Dimitri belum sampai padahal Lana sendiri sudah telat lima belas menit. Situasi menjadi canggung karena Lana memutuskan untuk tidak memesan apapun sebelum Dimitri datang.
Ia duduk bersandar, jari jemarinya mengetuk meja dengan pelan, seperti bermain piano. Lana berusaha menelepon Dimitri, namun ternyata tidak tersambung untuk kedua kalinya.
Akhirnya Lana memilih menunggu. Gadis itu memperhatikan orang-orang di sekitar. Suasana kafe cukup nyaman, tidak terlalu berisik.
Hanya saja ada yang sedikit menggangu kenyamanannya, seorang laki-laki yang duduk di pojok terus melirik ke arahnya, kemudian tersenyum setiap kali iris mata mereka bertemu.
"Kayak ngga asing," gumamnya.
Gadis itu beralih pada jendela kaca yang lebar. Dari sana nampak jalanan yang tidak terlalu ramai. Atau bahkan dapat dikategorikan kawasan sepi.
Setelah tiga puluh menit menunggu, satu per satu pengunjung kafe mulai sepi. Lana mulai gelisah, khawatir apabila terjadi sesuatu pada Dimitri.
"Hai, masih inget gue?"
Suara berat itu mengejutkan Lana. Ia menengadah, di hadapannya muncul laki-laki tinggi dengan topi hitam tengah berdiri di sampingnya.
Lana menautkan kedua alisnya, bingung. "Siapa ya?"
Laki-laki itu mendecak, kemudian duduk di hadapan Lana. "Nunggu siapa?"
Lana menghindari kontak mata, "Temen."
"Lo beneran nggak inget gue siapa? Gue kira Dimi bakal ngasih lo peringatan biar ga deket-deket gue. Haha," ucapnya sinis, serta tawanya dibuat-buat. Sosok dengan senyuman hangat yang menyapa Lana berubah menjadi peringai mengerikan.
"Jangan bilang kamu Gibran?"
Lagi-lagi, ia tersenyum miring. "Kalo iya kenapa?"
Lana bangkit dari duduknya, kemudian hendak bergegas meninggalkan meja itu.
"Mau kemana?" Gibran mencengkram tangan Lana.
"Lepasin." Ucapnya lugas.
"Lo kan udah duduk disini, lo pikir ini tempat ngelamun doang? Nggak tau diri ya lo?"
"Aku bilang aku nunggu temen, nggak denger?"
Nada sinis Lana yang terdengar di telinga Gibran membuat cowok itu semakin penasaran. "Buktinya temen lo ngga dateng-dateng. So, can we play?"
Batin Lana bergejolak. Ia benar-benar ketakutan. "Lepasin, Gib. Aku mau pulang!"
"Lo nggak penasaran? Kenapa Dimi keliatan aneh, atau secara tiba-tiba berubah drastis? Emangnya semua itu kedengeran masuk akal buat lo?"
Lana terdiam. Gadis itu kehabisan kata-kata. Di satu sisi, Lana juga penasaran tentang ucapan Dimitri saat malam itu. "Kenapa? Baru sadar sekarang?" Gibran tertawa sinis.
"Gue bisa aja kasih tau lo apa yang selama ini Dimi sembunyiin. Asalkan lo mau nurutin apa yang gue mau."
"Nggak. Aku emang penasaran. Tapi aku nggak mau ngerusak privasi orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
METANOIA | Kim Doyoung
Fanfiction[update setiap hari minggu] Semenjak insiden kecelakaan pesawat itu, hari-hari Lana tidak seindah yang gadis polos itu harapkan. Lana terpaksa harus sekolah di tanah kelahirannya, Indonesia-yang kemudian membawanya bertemu sosok Sagara Dimitrio. Co...