Intro: Mark Lee

30.7K 2.5K 425
                                    

⚠️[DILARANG KERAS MENJIPLAK SEMUA ISI DI DALAM CERITA INI | PLAGIAT DILARANG MENDEKAT!!]⚠️

*****

Mata kecilnya masih berfokus menjelajahi koridor tempatnya berada saat ini, semuanya penuh dengan cat warna putih. Lalu ada aroma antibiotik dan alkohol yang beradu begitu menyengat dan menguasai udara di sekitar sini.

Mark Lee, anak kecil berumur tujuh tahun itu tengah menemui ayahnya di ruangan kerjanya. Setelah jam pulang sekolah tadi, supirnya segera menjemputnya dan mereka lekas pergi menuju tempat ayahnya bekerja, yang tak lain dan tak bukan adalah rumah sakit.

Mark sejujurnya takut bertemu dengan ayahnya. Dia takut kalau beliau akan mengetahui, jika dia mendapatkan nilai buruk dalam pelajaran seni menggambar. Mark benar-benar kesulitan dalam pelajaran tersebut, bahkan menggambar rumah saja mungkin ia nyaris tak bisa.

Itulah yang membuatnya membenci pelajaran seni menggambar.

Hingga akhirnya dia pun tiba di depan pintu ruangan kerja ayahnya. Perawat yang baru saja keluar dari ruangan tersebut lantas mempersilahkan dia untuk masuk.

"Mark!"

Ayahnya menyambutnya dengan riang. Mark segera berlari kecil kedalam pelukan ayahnya. Bau antibiotik, baunya begitu busuk dan Mark tak menyukainya.

"Ayah bau!" dengus Mark.

"Oh ya? Menurut ayah ini hanya bau biasa." ucap ayah diselingi tawa kecilnya.

"Tentu saja ayah sudah terbiasa menciumnya," ucap Mark.

"Bagaimana sekolahmu?" tanya ayah. Sekarang beliau telah mengganti topik pembicaraannya.

Mark hanya terdiam. Ia takut jika ayahnya akan melihat buku gambarnya yang tercoret paraf merah disana.

"Baik," jawab Mark pelan

Tanpa sadar ayahnya segera menarik tasnya yang bergantung di punggung belakangnya dan beliau mulai merogoh isi di dalam benda tersebut. Mark tak dapat memberontak, melihat aksi ayahnya itu.

"Ayah, aku mendapatkan nilai kecil di pelajaran menggambar," aku Mark. Iya selalu kesulitan berbohong di hadapan ayahnya dan memilih untuk jujur.

Ayahnya terdiam sejenak, lalu beliau mulai mengusap puncak kepala Mark dan memberikan anak kecil itu sebuah senyuman.

"Tak apa. Itu berarti kau akan kuat di pelajaran lainnya," sahut ayah.

Mark lantas tersenyum. Dia bersyukur jika ayah tak akan marah kepadanya, lalu dia mulai terduduk di kursi pasien di dekat meja ayahnya. Tangan kecilnya mulai mengambil selembar kertas dari bukunya lalu melipatnya menjadi sebuah pesawat terbang.

Selagi ayahnya sedang menulis sesuatu, Mark menyempatkan diri untuk bermain pesawat terbang di ruangan ini. Ia asik menerbangkan pesawat itu kesana kemari, sampai-sampai ia masuk ke bawah ranjang pasien.

"Kapten Mark siap mengambil alih pesawat.. Tut..tut.. Terbang!" Mark dengan asyiknya berlari kecil mengelilingi ruangan ini sambil mengangkat tangannya ke atas membawa pesawat kecilnya itu seolah-olah terbang tinggi.

"Sudah menemukan cita-citamu, Mark?"

"Sudah ayah."

"Beritahu ayah kau akan menjadi apa besar nanti."

"Mark akan menjadi pilot!!"

Mark masih asyik memainkan pesawatnya, hingga ayahnya mendekat ke arahnya dan merampas pesawat kertas itu.

"Ayah, apa yang kau—"

"Kau tak akan menjadi pilot, Mark."

Suara ayahnya merendah dan Mark tahu, jika saat ini ada perubahan suasana yang sangat drastis terjadi pada ayahnya. Hingga akhirnya dia hanya bisa terdiam sambil menundukkan kepalanya. Ayahnya mulai berjongkok di hadapannya.

"Kenapa ayah?" tanya Mark pelan.

"Menjadi pilot tak ada gunanya. Bagaimana jika suatu saat kau tak bisa menerbangkan pesawatmu dan kau membuat mati semua penumpangmu?" tanya ayah.

"Aku akan belajar menerbangkan pesawat dengan baik ayah" jawab Mark pelan.

Lalu ayah meremuk pesawat terbang miliknya. Mark hanya bisa meringis melihatnya. Ia merasakan hatinya juga ikut remuk saat melihat pesawat terbang buatannya hancur dan dibuang ke kotak sampah yang berada di samping meja kerja ayah.

"Ayah ingin kau menjadi seseorang yang berguna nantinya, Mark. Seperti ayah, seorang dokter. Ayah menyembuhkan banyak orang," jelas ayah. Mark hanya bisa menunduk saja tak berani melihat ayah.

Ayah jahat.

"Kau bisa menjadi seperti ayah juga. Ayah akan bahagia melihatnya. Kau mau, 'kan?"

Mark perlahan menatap wajah ayahnya yang tampak ingin diminta kepastian dan yang hanya bisa dia lakukan adalah mengangguk pelan.

Dia hanya anak kecil yang ingin bermimpi dengan apa yang ia suka sebelum ayahnya mematahkan mimpinya dan ia akan hidup menjadi apa yang ayahnya suka bukan apa yang ia suka.

Mark yang malang harus menguburkan mimpinya di usia tujuh tahunnya.

*****

TBC

fix you Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang