Episode 15

1.1K 55 0
                                    

Aku pergi untuk menenangkan pikiranku sejenak. Aku membenci diriku sendiri yang terus membuat Siska marah dan menangis. Pagi itu siska datang ke kamarku dan memeluku dari belakang. Aku terkejut mendapat perlakuannya. Tapi aku juga menyukainya.

Pagi itu Siska bercerita soal mimpinya. Dia mimpi menikah. Ku rasa dia memang sudah tidak sabar untuk melepas masa lajangnya dengan Pebrian. Kurasakan betapa getirnya perasaanku saat itu. Aku melihat Siska yang terus tersenyum senang. Aku menyajikan makanan untuknya. Saat makan aku masih saja terus memikirkan bagaimana nasibku nanti jika Siska benar-benar menikah. Tidakkah ada kesempatan untukku?

Aku tidak sadar saat Siska memanggilku beberapa kali sampai pada akhirnya dia marah. Dia menyuruhku agar tidak memikirkan wanita yang ku cintai lagi. Bagaimana bisa jika wanita itu terus ada di hadapanku?

Dia marah dan pergi. Bahkan makanannyapun belum habis. Setelah beberapa jam aku ke kamarnya untuk minta maaf tapi dia tidak ada di sana. Setelah menunggu satu jam aku menyadari kedatangannya. Namun ternyata dia masih marah padaku dan memintaku untuk tidak lagi ikut campur kehidupannya. Dia mengusirku dan membanting pintu sekuat tenaga.

"Berengsek. " kata yang ku dengar dari mulutnya untukku.

Setelah masuk ke kamarku aku melihat dari CCTV pintu Pebrian datang. Siska menangis di pelukannya. Lagi-lagi aku patahati karena melihat rekaman CCTV di kamarnya. Aku melihat Siska menciumnya beberapa kali. Aku menenangkan diriku di rendaman air hangat. Tapi aku masih terus memikirkannya. Aku tidak bisa jika Siska marah padaku. Meski sudah tidak ada kesempatan aku ingin hubungan kita baik-baik saja.

Malam itu aku menunggunya di depan pintu berjam-jam. Aku melihatnya menghampiriku. Aku senang melihatnya sudah tak menangis lagi. Aku tersenyum menyambutnya.

Tapi ku rasa dia masih kesal padaku. Aku semakin tidak tahu harus berbuat apa. Lagi-lagi dia menangis karnaku. Aku bilang padanya maaf karna kenyataannya aku memang tidak bisa tidak ikut campur atas hidupnya. Dia hanya berkata ingin istirahat. Dia sama sekali tidak berkata apapun apalagi memaafkanku. Dia yang ku rasa semakin dingin dan angkuh. Aku membukakan pintu untuknya.

Setelah ia masuk aku merenungi kesalahanku dengan duduk bersandar di depan pintunya. Tidak terasa tiba-tiba air mataku jatuh dan dadaku sesak. Aku memukul-mukul dadaku yang sesak sampai tak bisa bernapas. Kemudian aku masuk ke kamarku.

Semalaman aku memikirkannya. Sampai pada akhirnya aku memutuskan menjauhinya agar aku bisa berhenti mengurusi hidupnya. Ya aku akan pergi jika aku di sini hanya membuatnya menangis. Dia tidak tau betapa sesaknya aku ketika melihatnya seperti itu. Ku harap dengan kepergianku dia akan bahagia dengan pilihannya.

Aku bahkan tidak membawa handphone dan hanya menulis surat permintaan maaf untuknya. Sungguh aku tidak tau harus pergi kemana. Tapi aku benar-benar tidak bisa meninggalkan tempat ini. Aku masih saja tidak bisa meninggalkannya. Akhirnya aku memutuskan untuk tinggal di gedung sebelah dan berusaha tidak menampakan diri di hadapannya. Aku bahkan tidak keluar gedung itu.

Berbulan-bulan aku tinggal disana. Aku mendapatkan berita jika selama itu pula Siska tidak lagi ke apartemen. Setelah berbulan-bulan itu ku kira Siska sudah menikah dan aku kembali ke apartemen dan menjalani rutinitas seperti biasanya.

" Eh teman sombong, kemana saja kamu? Pesankupun tak pernah di balas. Kamu juga bahkan tidak ke kantor. " ucap Cinta temanku.

" Liburan dong. " ucapku.

"Tega lu gak ngajak-ngajak. "

Dia menjambak rambutku gemas dan aku membalasnya dengan mencubit kedua pipinya.

"Leoo.... " ucap seseorang di depan pintu kantorku.

"Siska.. " ucapku melepaskan kedua tanganku dari Cinta.

"Siapa beb..?" tanya Cinta tersenyum padaku.

"Boleh aku masuk? " tanya Siska.

Aku mengangguk tanda setuju. Siska menghampiriku dengan wajah yang memerah. Sepertinya dia tidak nyaman dengan keberadaan Cinta disini.

"Cinta nanti kita sambung lagi ya?! " ucapku.

Cinta mengangguk lalu pergi dari hadapan kami.

" duduk. " ucapku pada Siska.

"Terimakasih, aku hanya sebentar. " ucapnya.

"Kamu.. Sehat? " tanyaku canggung.

" ya. Kamu pasti kaget aku kesini. Aku mendapat kabar jika kamu sudah kembali. "

"Oh ya? " ucapku seperti orang bodoh.

" ini handphonemu. Aku cuma ingin mengembalikannya. " ucap Siska memberikan handphonenku.

" maaf tapi aku sudah menggantinya dengan tanggal kelahiranmu. Aku juga menghapus beberapa yang tidak penting. " ucapnya.

"Beberapa? " tanyaku.

Siska mengangguk tersenyum.

"Tidak perlu pergi untuk menghindariku. Maaf ya, aku selalu membuatmu kecewa. Aku bukan sahabat yang baik. Aku.. Aku pergi." ucapnya meninggalkanku.

"Oh ya, Pebrian bilang kamu itu sahabat yang terbaik untuku. Tapi maaf kita harus mengakhirinya. " ucapnya di ujung pintu.

Aku hanya memandanginya yang semakin lama semakin menghilang dari pandanganku.

" mengakhiri katanya? Bodoh apa yang sudah ku lakukan? " aku mengutuk diriku sendiri.

Aku bahkan tidak berani mengejarnya. Dari awal aku memang berniat menghindarinya. Aku membuka hpku penasaran apa yang dia hapus dari hpku. Apa? Galeri fotonya kosong? Jadi dia menghapus semuanya? Galeriku yang berharga. Aku bahkan sudah menyimpannya bertahun-tahun.

*****

Akhirnya setelah berbulan-bulan aku mendapatkan informasi bahwa dia telah kembali bekerja. Dan ternyata selama ini dia tidak pergi kemanapun. Dia hanya tinggal di gedung sebelah. Sebegitu marahkah dia padaku sampai seperti itu?

Saking marahnya aku menghapus semua foto di galeri hpnya. Bahkan sampai nomberku. Hari ini aku berniat mengembalikannya. Aku datang ke kantornya dan ternyata kedatanganku di sambut oleh pemandangan yang membuatku merasa lebih kesal. Leo sedang bercanda dengan gadis lain. Seberapa dekat mereka? Selama ini ternyata aku tidak tahu apapun tentangnya.

Dia menyadari keberadaanku di depan pintu. Leo mempersilahkanku masuk. Perasaanku berkecamuk melihat wajahnya yang tersenyum. Bukan hanya itu panggilannya pada wanita itu begitu romantisnya. Keromantisan yang membuatku tuli karena iri.

Cinta. Kurasa orang itu orang yang sama yang nombernya di save Leo dengan nama itu. Saking marahnya aku bilang padanya jika aku mengakhiri hubungan ini dan pergi. Masih sama dia tidak mengejarku. Aku terus berjalan menuju lif. Tak sadar aku menangis sendirian. Tiba-tiba ada seorang wanita masuk.

" mbak yang tadi ya? " tanyanya tersenyum.

Siapa lagi kalau bukan wanita tadi yang di panggil Leo dengan mesra nya. Aku hanya tersenyum.

"Mbak rekan kerja Leo juga? " tanyanya lagi.

"Bukan siapa-siapa. " ucapku.

" emmh lalu ada perlu apa? "

"Saya rasa saya tidak perlu menjawabnya. " ucapku ketus.

"Pasti pacarnya ya? Pasti kalian sedang marahan kan? " ucap Cinta tersenyum.

"Bukan tuh. "

"Tapi foto mbak di pajang Leo di kantonya tuh. "

" kamu cemburu?" tanyaku meledek.

" apa?! "

" kamu cemburu karena pacarmu di datangin wanita lainkan? " ucapku memasang wajah menantang.

"Cewek gila. " timpal dia pergi.

*****

PEMUJA RAHASIA  ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang