Episode 17

1.2K 58 0
                                    

Apa maksudnya dengan pertanyaannya saat itu?  Apa maksudny dengan jika kita menikah?  Entahlah. Aku masih saja jadi pria pengecut. Aku memutuskan untuk mengurusi usaha ayah di dekat rumah supaya aku bisa memantau keadaannya. Aku takut jika dia nekat lagi. Karena beberapa kali aku memergokinya sedang menangis.

Kini ada yang aneh dengan nya. Apa kini dia sudah tak percaya padaku sampai-sampai tidak pernah terang-terangan dengan apa yang sedang ia rasakan.

"Leo, ada apa? " tanya Siska padaku saat kami jalan bersama.

"Gapapa.. " jawabku.

" dari tadi kamu diam saja. Apa aku ada salah? " tanyanya menghentikan langkah.

"Tidak, aku hanya sedang berpikir. " ucapku mengusap rambutnya tersenyum.

"Aku tidak ingin tahu apa yang sedang kamu pikirkan jika itu bukan tentang kita. " ucapnya menunduk.

"Bukan tentang kita tapi tentangmu. "

"Tengtangku? "

"Apa kamu masih menganggapku sahabat? " tanyaku.

" kenapa?  Kamu konyol deh. Yuk jalan lagi. " ucapnya.

Aku tahu dia sedang menghindari pertanyaanku. Tanpa bertanya apapun lagi aku mengikutinya di belakang.

*****

Sejak memutuskan hubunganku dengan Leo, aku merasa semakin kesepian. Pebrian tidak pernah mengunjungiku atau bahkan sekedar menanya kabar. Aku begitu penasaran sampai aku mencoba untuk berkunjung ke rumahnya. Benar saja Pebrian ada di rumah. Saat ku temui dia sedang berbincang dengan ibunya di belakang rumah. Sepertinya dia tak menyadari kedatanganku.

"Tapi buk, aku mencintainya. " ucap Pebrian membuatku tersenyum.

Ku kira mereka sedang membicarakanku.

"Siska gimana? Kamu sudah berjanji akan menikahinya. Dan sekarang kamu bilang mencintai gadis lain? " kata ibu.

Aku kanget mendengar obrolan mereka, jadi mereka tidak sedang membicarakanku? Dengan menahan tangis aku langsung pergi tanpa menemui mereka. Aku benar-benar patah hati.

Bagaimana mungkin Pebrian malah memilih gadis lain sedangkan aku sudah tak punya siapapun karena keegoisanku. Aku terus mengurung diriku dan berharap bisa melupakan semuanya. Saat itu aku berpikir, andai saja ada Leo. Andai saja aku tidak egois. Andai saja aku punya oranglain lagi yang aku percaya.

"Siska, kamu gak punya aktifitas apa tiap hari di rumah? " tanya kakak iparku saat aku sedang duduk di ruang tamu.

"Aku sedang tidak ingin melakukan apapun. " jawabku.

"Kerja kek. " ucapnya pergi.

"Cewek gak berguna. " gerutunya.

Dia kakak iparku. Istri dari kak Raditya. Dia memang wanita karir tidak seperiku yang sejak dulu tidak boleh bekerja oleh papah.

"Siska, jadi bagaimana pernikahanmu? Kamu sudah tanya Pebrian? " tanya Papah saat kami makan malam bersama.

"Belum. " ucapku.

"Paling gak jadi. Kamu sih sama Leo terus. " ucap kak Raditya.

"Kalo begitu Papah akan menyuruh Leo menikahimu saja. " ucap Papah membuatku hampir tersendak.

"Iya, Leo kan anak orang kaya, anak tunggal lagi kamu pasti bahagia. " ucap Kakak iparku.

"Tidak Pah, Leo sudah punya pacar. " ucapku.

"Kalo begitu tanyakan Pebrian terus jangan menggantungkanmu begitu.! "

"Iya pah. " ucapku.

Setiap waktu, aku selalu di hujani pertanyaan yang  sama. Bagaimana mungkin aku dan Leo menikah?  Bertemanpun sudah tidak lagi. Di tambah dia mencintai gadis lain. Apa bedanya dengan menikah bersama Pebrian?

Hari itu hari dimana aku merasa sangat tidak berguna. Aku mendengar obrolan kedua orangtuaku.

"Coba aja waktu itu kamu gak hamil lagi dan gak ngelahirin anak perempuan, kita takan sepusing sekarang. " ucap papah.

"Sayang, Siska juga anak kita. "

"Tapi aku heran kenapa dia gak punya banyak temen sih?  Ngapain dia hidup?  Sekarang Pebrian aja mana?  Emang gak berguna itu anak. "

"Mas jangan bilang begitu.. " ucap Mamah menangis.

"Aku cuma menyesal kenapa dia begitu gak bergunanya? " ucap Papah.

Apa aku setidak berguna itu sampai papahpun menyesali keberadaanku? Dengan hati yang sesak aku masuk ke dalam kamar. Aku membasahi diriku di kamar mandi. Entah kenapa hari itu aku benar-benar ingin mengakhiri hidupku. Aku mengambil racun serangga dan meminumnya. Bayangan yang terakhir aku lihat adalah Leo. Salahkah jika aku menginginkan pelukannya untuk meringankan sedikit bebanku? Tiba-tiba aku ingat bayangannya dengan wanita lain. Aku benci. Setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi. Setelah sadar aku sudah ada di rumah sakit.

Akupun kaget karena saat itu Leo yang menjagaku. Saking malunya aku tidak ingin melihat wajahnya. Aku benar-benar wanita yang memalukan. Sejak dulu aku hanya merepotkannya saja  sampai aku dengar dia memulai untuk bicara sampai aku luluh dan memeluknya. Air mataku tak tertahankan. Bukan karena sedih dengan semua ini, tapi aku semakin berpikir tidak bisa hidup tanpanya.

Sampai aku berpikir bagaiman jika kita menikah? Aku sudah bertanya padanya dan mendapatkan jawaban yang aku inginkan. Dia bilang apapun agar aku bahagia. Tapi bagaimana dengan perasaannya?

Hari itu kami jalan berdua. Tidak seperti biasanya hari ini dia tidak menggandengku. Aku merasa sangat sedih. Apa kini dia sedang menjaga jarak denganku? Aku benci perbedaanya. Dia bahkan tidak banyak bicara. Aku jadi malas menjawab pertanyaannya dan jalan di depannya. Di bertanya apakah aku masih menganggapnya sahabat?  Ku rasa dia tahu jawabannya.

Saat mengantarku pulang pun dia tak banyak bicara. Aku kesal dengan sifatnya.

" aku pulang ya.! " ucapnya setelah mengantarku ke depan pintu gerbang rumah.

"Leo..." ucapku.

"Iya.masuk sana.!" ucapnya.

"Selamat tidur." ucapku mengecup bibirnya cepat.

Leo hanya terdiam, mungkin dia kaget. Diamnya membuatku merasa jadi gadis murahan. Tapi aku ingin berhenti menyukai Pebrian. Aku ingin mulai menyukainya. Tidak perduli jika dia mencintai wanita lain, karena aku yakin dia tidak akan mengecewakanku.

"Selamat.. Tidur... " ucapnya.


*****

PEMUJA RAHASIA  ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang