Sunset at Lake Palace Eps 6

124 8 0
                                        

"Hanya apa Leena?"
"Begini Shika, beberapa waktu ini kan Sriti terlihat begitu akrab dengan Shabir, nah aku takut nantinya Sriti menyukainya"
"Leena, kau juga tau kan Sriti itu sangat susah membuka hati untuk pria, jadi jika ia menjadi dekat dengan Shabir itu bagus bukan? Lagipula mereka sama-sama masih single"
"Itu dia Leena yang aku takutkan,sebenarnya beberapa kali aku melihat Shabir bersama seorang wanita, dan..."
"Dan?"
"Dan aku juga melihat foto wanita itu diponsel Shakti kemarin siang. Aku jadi penasaran"
"Mungkin itu temannya, oya apakah Shakti dan Shabir saling mengenal? Aku belum pernah melihat mereka bertemu selama disini"
"Entah Shika aku juga bingung. Selain itu..." Leena duduk ditepi ranjang
"Ayolah Leena jangan setengah-setengah ceritanya"
"Hmmm beberapa hari lalu aku bertemu Pak Karan dan Bu Divya, mereka memintaku membuat Sriti dan Shakti dekat"
"Ha?? Apa urusannya mereka dengan kehidupan Sriti atau Shakti"
"Emmm, kau jangan bilang siapapun ya"
"Ya, aku tidak bocor"
"Sebenarnya Shakti adalah adik kandung Bu Divya"
"Apa???!!!"
"Sss jangan keras-keras"
"Kenapa? Ini kan dikamarku, tidak akan ada yang tau"
"Tapi kita tetap harus waspada"
"Jadi, Shakti adik ipar Pak Karan?"
"Iya" Lalu Leena menceritakan apa yang ia dengar mengenai Shakti dari Divya dan Karan
"Baiklah. Kita simpan ini dulu, kita lihat sampai tugas selesai bagaimana hubungan Sriti dan Shabir" ucap Shika
"Ya kau benar Shika"
-0-
Jam 3 sore Shabir Sriti dan anak-anak sudah kembali ke rumah singgah. Shabir sengaja membelikan masker untuk Sriti agar ia tidak mual lagi mencium aroma dari truk itu.
"Nah anak-anak sekarang kalian pulang, mandi, makan sore dan beristirahatlah" kata Shabir
"Oke paman, thank you uncle, thank you aunty" Anak-anak kompak berbicara dengan bahasa Inggris yan sudah Sriti ajarkan
"You are welcome, wah kalian sudah semakin pintar rupanya, ya sudah hati-hati pulangnya"
Anak-anak itu pun berhamburan pulang
"Ayo" ajak Sriti
"Kemana?"
"Ke Udaipur!! Pulang ke rumah lah, apa kau mau menginap lagi??"
"Oh aku lupa, sebentar aku akan telfon Robin untuk menjemputmu"
"Robin? Memang kau tidak pulang?"
"Sebenarnya karena hujan deras kemarin beberapa bagian atap bocor jadi aku akan membenahinya dulu"
"Apakah lama?"
"Ya sekitar 1 jam"
"Yasudah aku tunggu saja"
"Kenapa? Oo atau kau mulai tak bisa jauh dariku??" goda Shabir
"Tak usah besar kepala, ya anggap saja ini ucapan terima kasih karena hari kau baik padaku"
"Bukankah aku selalu baik? Kau saja yang selalu meributkan hal-hal sepele"
"Kau menyalahkanku? Jelas-jelas kau yang memicuku marah, ka.. aduh aduh" Sriti merasakan badannya gatal-gatal
"Ada apa?"
"Aku akan mandi dulu. Badanku gatal sekali"
Sriti bergegas ke kamar mandi, namun Shabir menghentikannya
"Jangan mandi disini!"
"Apa? Pelit sekali kau! Aku hanya mandi, tidak berenang! Aku tak akan menghabiskan beratus-ratus liter air!"
"Bukan itu masalahnya. Pintu kamar mandi itu rusak, aku belum sempat memperbaikinya. Nanti kau akan menyangkaku mengintipmu. Ayo ikut"
"Kau akan membawaku kemana?"
"Ke neraka!!!"Sriti cemberut sambil mengikuti langkah Shabir
Rupanya mereka datang ke sebuah rumah penduduk.
Setelah meminta ijin, Sriti pun dipersilahkan masuk, sedangkan Shabir kembali kerumah singgah.
"Bibi, apa disini ada penjual pakaian? Sebenarnya aku tidak membawa ganti dan pakaianku kotor"kata Sriti pada pemilik rumah
"Oh maaf nak, kita harus ke pasar jika membeli pakaian, eee tunggu sebentar" pemilik rumah pun masuk ke kamar, dan tak lama ia kembali membawa sebuah plastik berisi pakaian
"Ini ada pakaian baru milik anakku, tapi dia sudah tidak tinggal disini, kau pakai saja" kata bibi Nilam, pemilik rumah itu pada Sriti yang sedang melihat pakaian itu
"Tapi bibi "
"Sudah tidak masalah. Lagipula dia pasti tak memakai lagi"
"Tidak bibi, masalahnya aku tidak tau cara memakai kain saree" jawab Sriti
Lalu bibi Nilam memperhatikan belahan rambut Sriti dan lehernya
"Aku kira kau ini istri tuan Shabir"
"Aaaa bukan bibi. Kami hanya berteman, aku hanya membantunya disini"
"Oh maafkan aku, meskipun rumahku dekat dengan rumah singgah namun aku jarang keluar"
"Tidak apa-apa bibi" bibi Nilam pun mengajari Sriti cara memakai kain saree
Setelah itu Sriti bergegas mandi
"Bibi. Apa kau punya plastik untuk tempat pakaian kotorku?" Tanya Sriti setelah keluar dari kamar mandi
"Kemarilah nak. Aku didapur" Sriti pun mencari arah dapur
"Kau sedang memasak bi?"
"Oh iya aku sedang membuat samosa .anak-anak sangat menyukainya"
"Aku juga sangat menyukainya bi. Samosa, dhal, itu makanan kesukaanku"
"Benarkah? Kalau begitu aku akan bungkuskan untukmu"
"Ahh tidak usah bibi, aku sudah cukup merepotkanmu"
"Siapa yang repot? Ini bawakan untuk tuan Shabir juga, dia pasti lelah"
"Bibiiii kau baik sekali" Sriti pun mengeluarkan sejumlah uang
"Bibi aku titip ini untuk jajan anak-anak ya"
"Apa-apaan ini?? Tidak, aku tidak bisa menerimanya"
"Bibi, tadi aku sudah janji pada mereka dan aku baru ingat, ku mohon bibi, apa aku harus melanggar janji?" Sriti berbohong, ia tau jika bibi Nilam akan menolak pemberiannya. Bahkan sebenarnya ia tak tau anak bibi Nilam yang mana
"Yasudah, terima kasih banyak nak"
"Sama-sama bibi, kalau begitu aku pamit dulu"
"Tunggu! Jangan lupa bawa ini" Bibi Nilam memberikan bungkusan samosa pada Sriti
"Ohh bibi. Terima kasih sekali lagi" Sriti memeluk bibi Nilam
"Nak. Melihatmu memakai saree seperti ini aku berharap semoga secepatnya kau juga akan memakai sindoor dan mangalsutra"
"Doakan saja bibi" jawab Sriti, lalu ia kembali ke rumah singgah
Ia melihat Shabir duduk dengan menyandarkan punggung didinding
"Suniye, kau sudah selesai?" tanya Sriti sambil duduk di samping Shabir
"Oh kau sudah sele..." Saat Shabir membuka mata, ia terkejut melihat Sriti memakai saree dan rambut yang dibiarkan terurai setelah keramas
"Apa yang kau lihat?" Sriti menjentikkan jari didepan wajah Shabir
"Baju siapa yang kau gunakan?"
"Ee tadi bibi Nilam yang memberikan ini, karena bajuku kotor dan tidak membawa ganti"
"Ooh, cantik"
"Apa?"
"Cantik kain sareenya" jawab Shabir
"Hmmm, suniye, apa kau tidak lelah setelah kegiatan diluar, lalu membenahi rumah?"
"Jika mengikuti lelah saja, pekerjaan tak akan ada yang selesai. Jadi ya selagi aku bisa mengerjakan mengapa harus ku tunda" jawab Shabir
"Kau benar, tapi kan kau manusia. Tubuhmu juga butuh istirahat, jangan memforsir tenaga begitu, bagaimana jika kau sakit lagi? Kau sendiri yang repot,selain itu orang-orang disekitarmu akan khawatir, anak-anak pun akan susah karena tak sekolah. Belum lagi..."
"Sssssstttt" Shabir menempelkan telunjuk kanannya di bibir Sriti
"Apa kau tidak punya tombol spasi? Bicara terus"
"Kau ini jika diberi nasehat selalu saja begitu"
"Aku tau niatmu baik, tapi jika kau bicara tanpa jeda mana bisa aku menerima yang kau katakan?"
"Yasudahlah, terserah kau saja" Sriti membuang muka
"Sriti"
"Hmm"
"Menghadaplah kemari"
Sriti pun menghadap ke wajah Shabir
"apa kau sudah benar-benar tidak marah padaku?"
Sriti menghela nafas sejenak
"Sebenarnya aku tidak marah. Hanya saja aku bingung karena kamera itu benar-benar aku dapatkan dengan penuh perjuangan, aku harus menabung,menahan keinginanku dan tiba-tiba itu rusak, aku merasa putus asa"
"Aku tau rasanya ketika kehilangan hal yang paling berharga untuk kita, tapi saat itu aku benar-benar tak sengaja"
"Yasudahlah lupakan, lagipula saat ini aku sudah membawa kamera yang baru"
"Kau sudah tau siapa yang memberikan?"
"Belum, padahal aku sangat ingin berterima kasih padanya, tapi aku mencurigai seseorang"
"Siapa?"
"Dia photographer idolaku itu. Karena saat itu aku melihatnya berdiri menatap mejaku, ketika aku memanggil dia seperti orang kaget dan langsung keluar ruangan"
"Wow, idolamu? Apa dia laki-laki?"
"Yaa, aku suka karya-karyanya"
"Yasudah aku mau mandi dulu. Mataku terasa mengantuk" Shabir bergegas mandi
"Katamu kamar mandi pintunya rusak?" Sindir Sriti
"Memang, tapi aku memiliki kain untuk menutupnya, kau kan tidak mungkin mengintipku" Shabir lalu pergi
"Dasar laki-laki" Sriti lalu teringat pada samosa pemberian bibi Nilam tadi
"Hampir saja aku lupa, aku akan sajikan ini dan membuatkannya kopi. Dia pasti sangat lelah dan lapar" Sriti pun pergi ke dapur
Ia tak mendengar suara orang mengetuk pintu diluar, ternyata itu adalah Mrunal yang ingin menemui kakaknya
"Dimana kakak? Pintu terbuka tapi tak keluar juga" Mrunal pun masuk dan mencari Shabir
"Siapa dia?" Mrunal melihat Sriti yang sedang menuangkan air panas ke gelas
"Oh Mrunal??" Kata Shabir yang baru saja keluar dari kamar mandi dan melihat Mrunal didepan dapur
"Kenapa kau tak bilang jika sudah menikah? Kau anggap aku apa ha?!!!" Mrunal langsung marah-marah. Sriti pun terkejut
'apa? Dia sudah menikah???' batin Sriti
"Mrunal dengarkan dulu, bukan seperti itu"
"Lalu apa? Kau disini bersama wanita?"
"Dengar dulu Mrunal, kemarilah" Mrunal menarik Mrunal kedepan Sriti
"Mrunal, kenalkan dia adalah Sriti. Dia seorang photographer yang sedang bertugas mengikuti kegiatanku dan dia juga membantuku mengajar anak-anak disini" Shabir menjelaskan
"Tunggu, bukankah kita tadi bertemu di minimarket?" Sriti ingat Mrunal yang dikenalkan oleh Shakti
"Ya ampuuun benar. Kau yang tadi, maaf, penampilanmu berbeda aku tak mengenalimu" Mrunal merasa malu
"Jadi, sudah tidak salah paham lagi kan?" Shabir memeluk lalu mencium pipi Mrunal dan mengajaknya ke depan
Melihat itu Sriti mengalihkan pandangan
"Apa dia itu kekasihnya?" batin Sriti
"Sritiii apa yang kau pikirkan? Apa masalahmu wanita itu kekasihnya atau bukan"
Sriti lalu membuat 2teh masala untuknya dan Mrunal, sedangkan untuk Shabir tetap kopi
"Ehmm" Sriti mendehem melihat Shabir dan Mrunal sedang asyik berbicara
"Oh kau" Sriti pun meletakkan samosa di atas meja beserta kopi dan teh itu
"Wah kakak, aku rasa kalian memang pantas disebut suami istri. Lihatlah, dia menyajikan makanan dan minuman saat ada orang berkunjung" goda Mrunal
"Ka kakak?" Sriti bingung
"Oh iya Sriti. Perkenalkan Mrunal adalah adikku. Adik yang paling ku sayangi" Lagi-lagi Shabir memeluk Mrunal
"Aku pikir kalian..."
"Kau pikir apa? Kekasih? Tenanglah aku masih sendiri"
"Apa maksudmu dengan tenanglah? Kau tidak sendiri pun tidak ada masalah denganku" jawab Sriti "sudah ayo minum, dan makanlah samosa buatan bibi Nilam"
"Terima kasih kaaa..."
"Sriti, namanya adalah Sriti Pandey tapi kau bisa menyebutnya nona moody" Jawab Shabir yang langsung mendapat cubitan dipinggang dari Sriti
Shabir pun memegang tangan kiri Sriti itu sambil berbicara pada Mrunal
"Lepaskan tanganku" bisik Sriti
"Tidak!"
"Apa kau tidak malu?"
"Tidak"
"please. Aku malu pada adikmu!"
"Tidak"
"Awww" teriak Shabir karena Sriti mencubit tangan kirinya dengan tangan kanan
"Kau kenapa kak?" tanya Mrunal
"Eh tidak apa-apa. Oya bagaimana kau kemari? Kau tinggalkan nenek sendiri?"
"Tidak kak, aku menitip pada bibi Roop, ada hal penting yang harus kubicarakan"
Mendengar itu, Sriti pun pamit pergi ke depan
-0-
Sudah lebih dari 30 menit Sriti menunggu diluar rumah singgah, dia hanya sibuk mengutak-atik ponselnya, bahkan ia tak sadar jika Shabir memperhatikannya dengan berdiri diambang pintu
"Ehm" Mrunal menyenggol lengan Shabir
"Eits, kau ini mengejutkan saja"
"Kau melihatnya tanpa berkedip kak" goda Mrunal
"Apa aku ini ikan? Tak berkedip"
"Kenapa kau salah tingkah begini kak?"
"Aku biasa saja, kau yang berlebihan" Shabir mengacak-acak rambut adiknya yang masih saja meledeknya
Hingga Sriti pun masuk
"Kalian sudah selesai?" tanya Sriti
"Oh Kak Sriti. Maaf kami lupa memberitahumu, iya kami sudah selesai" jawab Mrunal sambil merapikan rambutnya kembali
"Iya tidak masalah Mrunal. Oya suniye, sekarang sudah jam 5, apa aku bisa minta tolong antarkan ke jalan besar sebentar? Aku takut hujan sebentar lagi datang" Kata Sriti
"Haa kau benar Kak Sriti, aku hampir saja lupa, nenek pasti mencariku"
"Baiklah, begini, Mrunal kau tunggu disini dulu, aku antarkan Sriti sebentar" kata Shabir
Saat itu juga ponsel Mrunal berbunyi menandakan pesan masuk
"Eh, Kak, kau antarkan saja Kak Sriti, aku akan dijemput temanku"
"Temanmu? Siapa?"
"Ada kak"
"Awas kau macam-macam ya"
"Tenang kak, dia orang yang baik. Kalau begitu kau segera antar Kak Sriti. Nanti kuncinya aku titipkan pada bibi Nilam" kata Mrunal
Setelah membereskan barang-barang mereka, lalu pulang.
"Bye Mrunal, sampai ketemu" pamit Sriti sambil membonceng Shabir
"Bye Kak, hati-hati, jika kakak macam-macam tarik saja telinganya" jawab Mrunal
"Kau hati-hati, jika sudah sampai rumah, kabari aku"
Shabir lalu menjalankan motornya menembus langit senja yang tampak mendung tersebut
Diperjalanan tiba-tiba ia tertawa geli
"Heh, ada apa suniye? Kenapa kau tiba-tiba tertawa?"
"Tidak apa-apa" Shabir menahan tawanya
"Tidak mungkin! Katakan padaku"
"Iiya iya baiklah, hmmm Sriti, kau tau, dengan kau memboncengku begini, apalagi memakai kain saree, aku merasa seperti sedang membonceng ibu-ibu" Shabir terus tertawa
"Apa???!!!!! Kau pikir aku terlihat setua itu?!!"
"Yaaa mungkin sekitar usia 37" jawab Shabir, Sriti pun langsung mencubit pinggangnya
"Awwhhh, kau ini suka sekali mencubit pinggangku"
"Salahmu sendiri, terus saja meledekku"
"Iya iya, ampun, pasti pinggangku merah semua"
"Beruntung hanya merah. Lain kali akan ku buat warna pelangi jika kau masih sering mengejekku"
Tak terasa mereka sudah tiba dijalan besar, awalnya Shabir akan menurunkannya disana sesuai permintaan Sriti, tetapi karena hari sudah gelap, ia pun bertekad mengantar Sriti sampai rumahnya.
-0-

SUNSET at LAKE PALACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang