Sriti menelefon Leena untuk memastikan bahwa ia dan Shika sudah sampai di tempat pameran. Setelah Leena menjawab iya, dia kembali kekamar Shabir. Sebenarnya Shabir masih tinggal dirumah orang tua kandungnya, namun tak bisa membawa orang tua serta nenek dan adiknya demi keselamatan mereka.
Sriti tertawa melihat penampilan Shabir pagi ini
"suniye, kau ini bukan tampak seperti seorang dokter, tapi seorang inspektur" Sriti memainkan kumis palsu Shabir
"Tertawa saja sepuasmu, ini kan idemu"
"hahaha iya iya, maafkan aku tapi aku tak bisa berhenti tertawa. Sudahlah ini kan agar kau bisa bertemu bibi Surbhi" Sriti menepuk pundak Shabir
Shabir meraih tangan Sriti dan mendekapnya
"Sungguh aku tak pernah menyangka kau secerdik ini Sriti , luar biasa"
"Aku mengerti, kau kan hanya memandangku sebelah mata"
"Bukankah itu dirimu? Yang selalu menyalahkanku untuk kesalahanmu?!"
"Heh jangan mulai! Kau tidak mau mengalah pada perempuan?"
"Ini bukan masalah mengalah, tapi.... baiklah memang kali ini aku kalah darimu"
"Sekarang lepaskan tanganku dan kita temui ibumu, jam 11 aku sudah harus berada ditempat pameran"
Mereka pun bersiap mendatangi rumah Shika
-0-
Setelah memastikan keadaan aman, Sriti menggandeng Shabir kekamar Tuan Reihan
Namun Shabir menahan tangan Sriti untuk berhenti
"Ada apa?"
"Aku takut tak bisa menahan diri saat bertemu ibu"
"Tak perlu kau tahan, kau ungkapkan saja semua kerinduanmu itu"
"Bagaimana kalau ada yang tau?"
"Tuan Mehta, berapa kali sudah kujelaskan padamu?! Aku akan atur semuanya"
Sriti kembali menarik Shabir
"Salam bibi. apa aku mengganggumu?" Ucap Sriti
"Oh nak kau datang? Shika sudah berangkat tadi"
"Iya bi, tapi aku kesini ingin menemui bibi"
"Menemuiku? ada apa?"
"emm bi, ini dokter yang akan menyembuhkanmu"
"Nak aku tidak butuh dokter, kau tak perlu repot-repot"
"Bibi membutuhkannya. Kau, kemarilah!" Sriti menarik Shabir ke samping ranjang
Perasaan Shabir mulai tidak tertahan
Sriti pergi mengunci pintu dari luar dan berjaga-jaga jika ada yang datang
''dimana Shakti dan Mrunal?'' gumam Sriti
Didalam, Shabir perlahan melepas kumis palsunya
"Buu" panggil Shabir
"Nak?? Kauuuu??!!!"
"Ibu" Shabir langsung memeluk erat ibu angkatnya itu
"Apakah aku mimpi?"
"Tidak ibu, ini aku , putramu" Shabir meletakkan kedua tangan ibu angkatnya itu dipipinya
"Aku datang ibu, aku sangat merindukanmu, dua tahun itu waktu yang sangat lama"
"Aku setiap hari memikirkanmu, kau dimana, sudah makan atau belum, apa kau sehat atau sakit? a aku tidak tau harus berbuat apa karena ayahmu tak pernah mengijinkanku untuk menghubungimu"
"Aku tau bu, tapi kau tidak marah padaku kan?"
"Bagaimana mungkin aku marah pada putraku sendiri, kau tidak salah nak! kau berhak memilih, entah kapan ayahmu akan mengerti"
"ibu sabarlah, tidak lama lagi semua akan kembali seperti sebelumnya"
"Aku harap begitu nak, ayo peluk aku lagi" Mereka kembali melepas kerinduan sejak dua tahun lalu itu
"Bu, maaf aku tidak bisa lama disini, aku harus pergi. Dan kau, segera sembuh bu, aku tak ingin kau sakit"
"Kau mau kemana? jangan tinggalkan aku"
"Aku tak akan kemana-mana bu, aku bersamamu, tapi saat ini aku harus pergi dulu, setelah semua baik, kapanpun ibu memanggilku meski hanya dalam hati aku akan datang bu"
Shabir mencium pipi ibu angkat nya itu
Diluar, Sriti sedang mencoba mencuri dengar, hingga ia membungkukkan badan. Karena terlalu serius, ia tak sadar bahwa pintu terbuka
"Hmmm" Shabir mengejutkannya
Perlahan Sriti melihat ke atas
"suniyeee, kau sudah selesai?''
"Kau sekarang belajar menjadi penguping ?" Shabir menegakkan badan Sriti
"A tidak tadi, tadi aku melihat kecoa , aku pikir dia akan masuk kedalam, jadi aku ingin menangkapnya"
"Menangkap kecoa? semut berkelahi saja kau takut, mau menangkap kecoa"
"he jangan meremehkanku!"
"Kenyataannya seperti itu"
"Tidak ada yang seperti itu, lihat saja besok akan kukumpulkan satu kardus kecoa dan kuminta mereka menemanimu latihan"
"Memang kau ini luar biasa, bahasa kecoa pun kau bisa"
"Biar saja, daripada kau tak pernah mengerti ucapanku! ayo lah" Keduanya mengendap-endap keluar rumah itu.
Sementara di kamar pelayan, Mrunal sedang mengompres Shakti yang demam
"Shak, kita kedokter saja ya, badanmu sangat panas"
"Tidak perlu yaar, aku hanya butuh istirahat"
"Maafkan aku karena kau terlalu lelah membantuku jadi..."
"Sssss kau tak salah" Shakti menutup bibir Mrunal
"Aku ikhlas melakukan ini, jika kau bahagia kau pun bahagia"
'Bagaimana aku bisa melupakan perasaan ini' batin Mrunal
"Aku ingin kita segera keluar dari rumah ini Shak"
"Sama, aku pun begitu. Kita sudah berhasil dengan misi kita. Bagaimana jika kita pergi nanti malam?"
"Shakti kau masih sakit"
"Tidak masalah, aku akan baik-baik saja. Sekarang kita kemasi barang kita, setelah keadaan aman kita langsung pergi"
"oke, kalau begitu kau makan dulu"
Mrunal mulai menyuapi Shakti dengan sabar
"Kemari yaar" Kata Shakti
"Ada apa?"
"Rambutmu menghalangi mata indahmu" Shakti menyibakkan rambut Mrunal dimatanya
"Jangan merayuku"
"Aku rasa tidak akan mempan merayumu"
Keduanya pun tertawa
-0-
Shabir dan Sriti sampai ditempat pameran dan bertemu Karan, Divya juga Rucha
"salam Pak Karan, Bu Divya, hai baby Ruu" Sapa Sriti
"Hai Sriti apa kabar?" Divya bertanya dengan ramah
"Aku baik, rasanya lama kita tak berjumpa bu"
"Kau benar, aku sudah sibuk mengurus sekolah Rucha"
"Dia lebih mirip Pak Karan bu" kata Sriti
"Kau benar, apalagi keras kepalanya, sangat mirip ayahnya" Sriti dan Divya melihat ke arah Karan yan sedang berbicara dengan Shabir
"Baiklah kita masuk dulu saja" ajak Divya
"Aku setuju, baby Ruu ayo bersamaku" Sriti mengendong putri Divya yang menggemaskan itu
"wah kau sudah bertambah berat sekarang" kata Sriti
"Aku selalu minum susu saat pagi dan sebelum tidur"
"Oya? pantas saja, apa kau tak takut gendut?"
"tidak, kata ibu susu itu bisa membuat kita sehat. Coba saja bibi minum, pasti badan bibi akan terasa segar" Celoteh Rucha
"Oke , nanti bibi juga akan minum susu saat pagi dan malam hari" Jawab Sriti
Mereka berkeliling di ruang pameran , namun Sriti merasa bingung karena foto Shabir yang ia kirimkan tidak ada
"Baby Ruu, kau turun dulu ya"
"Kau pasti lelah kan Sriti ?" Tanya Divya menerima putrinya
"Tidak bu, hanya saja aku akan mencari fotoku dulu"
"Memang hilang?"
"Entah, aku yakin sudah mengirimkannya kemari. Yasudah aku pergi dulu"
"Oke sampai nanti"
Sriti bergegas mencari foto itu tetapi tak juga menemukan
"Hei kau!" Teriak Sriti pada seseoranag yang memakai kalung panitia
"Ya ada apa?"
"Ada apa , ada apa? Kau lihat tidak, aku mengirimkan foto pemain sepak bola ternama di Mumbai, tapi tidak ada, apa kau menyembunyikannya?"
"Jika ucapanmu seperti ini, berarti kau adalah Sriti"
"ohoo jadi kau pun mengenalku, sekarang katakan dimana foto itu?!"
"Begini nona, sebenarnya foto itu sudah ada yang membeli"
"Apa??!!!"
"Ya, kemarin petang ada yang membelinya"
"Siapa dia?"
"Maaf aku tak bisa mengatakannya"
"Apa kau bisu?! cepat katakan!"
"Sorry aku masih banyak urusan!"
"HEI !!! Jangan kabur kau!" Sriti hendak mengejarnya namun ia melihat Shika yang tiba-tiba memalingkan wajah
'apa mungkin Shika yang telah membeli lukisan itu?' batin Sriti
Ia mendekati Shika
"Hai Shika"
"hai"
"emm dimana Leena?"
"Sedang berkeliling bersama Sid"
"Oh kalau begitu mari kita berkeliling juga"
"Aku mau pulang"
"Tunggu Shika!" Sriti menahan tangan Shika
"Sampai kapan kau akan marah padaku? apa yang kukatakan salah? kau tidak akan bisa membohongi perasaanmu sendiri! Jika kau menyayangi Shabir, untuk apa kau pendam? Untuk apa kau menutupi dengan kebencianmu?? Aku aku akan membantumu!"
"Cukup Sriti!"
"Aku tak akan berhenti sebelum kau mau membuka hatimu, ini semua tentang kesalahpahaman saja"
"Lepaskan tanganku!" Shika mengibaskan tangan Sriti dan pergi, Sriti pun menyusulnya
Ternyata dibelakang mereka ada Leena
"Jadi selama ini Shika dan Shabir memiliki hubungan? Itulah sebabnya ia tak pernah terlihat bersama laki-laki? Oh Ya Tuhan, bagaimana mungkin seorang Leena Batcharya kehilangan informasi sebesar ini?!"
"Kau bicara dengan siapa?" tanya Sid
"Bicara sendiri, kau tau kan aku tidak waras" jawab Leena asal, Sidarth hanya tertawa melihat tingkah kekasihnya itu
-0-
Kedua orang tua Shabir akhirnya dibawa kerumah Sriti
"Nyonya aku tak tau bagaimana caranya berterima kasih pada kau dan putrimu. Kalian benar-benar membantu kami" Ucap ibu Shabir
"Nyonya Mehta, bukankah sebagai sesama manusia kita harus saling membantu. Sudahlah, hanya ini yang bisa kami lakukan"
"Semoga keluargamu selalu mendapat kebahagiaan dari Tuhan"
"Doa untuk kalian juga"
"Oya , aku mendengar dari Shabir bahwa kau merestui mereka?" Tanya ayah Shabir
"Oh iya Tuan, aku berpikir mereka sering sekali pergi bersama, aku hanya tak ingin terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Dan aku merasa bahwa Shabir adalah laki-laki yang tepat untuk mendampingi serta membimbing putriku"
"Jujur aku pun merasa Sriti adalah gadis yang tepat, selama ini Shabir tak pernah menceritakan apapun yang ia rasakan, yang ia alami, tapi Sriti mencari tahu sendiri bahkan bis membantu menyelesaikan masalah kami. Semoga Tuhan selalu menyatukan mereka" Jawab Ayah Shabir
Didalam, Sriti dan Shabir menyilangkan tangan masing-masing melihat orang tua mereka
"Lihatlahh mereka sangat senang membicarakan pernikahan, apa mereka tidak tau jika kita sangat pusing?" Kata Sriti
"Pusing?"
"Suniye, masalah kita baru tuntas satu, berkas itu belum sampai ke tangan pengacara, bagaimana kita bisa membuktikan bahwa perusahaan itu milik ayahmu?!"
"Ck ku pikir kau benar-benar pintar, nyatanya tidak"
"Apa maksudmu?"
"Aku sudah pergi ke pengacara"
"Lalu?"
"We will see"
Shabir mengedipkan sebelah matanya
"Kenapa kau tak mengatakannya padaku?"
"Kau sendiri sibuk memarahi orang"
"Kapan aku marah-marah lagi?"
"Kau tak ingat kemarin kau memarahi panitia. Saat itu aku sudah menelefon pengacara, dan ingin memberitahumu"
"oooooo"
"oooooo" Shabir menirukan Sriti
"tapi suniye tetap saja masih banyak pekerjaan kita, Shika belum memaafkanmu, begitu juga ayahmu, kalau Ranvi aku tidak tau"
"Berdoa saja umur kita panjang jadi kita masih punya waktu untuk menyelesaikan ini" Shabir merangkul pundak Sriti
"ehm suniye aku ingat sesuatu"
"Apa?"
"Radhu! Dimana dia?"
"Oh Ya Tuhan! Kau benar, aku belum mengetahui kondisinya sekarang"
"Ini masih sore ayo ke kantornya" Ajak Shabir
"ayah ibu bibi maaf kami harus pergi" kata Shabir
"Kalian mau kemana?"
"Kami ada urusan, kami pergi dulu"
Keduanya pun segera pergi
-0-
Sesampainya kantor tempat Radhu bekerja, benar saja, Shabir dan Sriti melihat Radhu baru keluar
Namun saat itu juga , Shakti datang menghampirinya
"Radhu dengarkan aku please"
"Kau? pergilah"
"Tatap mataku dan katakan jika kau benar-benar melupakanku"
"aku tak mau melakukan hal bodoh itu"
"Radhu! apakah mencintai itu juga hal bodoh? tanyakan pada hatimu!"
Radhika memandang wajah Shakti dan tentu saja ia tak bisa menahan perasaannya, ia langsung memeluk Shakti dan menangis
"Maafkan aku Shak" Radhika lalu menceritakan alasannya menjauh dari Shakti
Mrunal yang menyaksikan itu, langsung membalikkan badan. Hatinya tentu merasa hancur melihat Shakti begitu mencintai Radhika
"cuuup jangan menangis" Shabir rupanya memperhatikan adiknya dan memeluk Mrunal
Sriti hanya diam ditempatnya melihat mereka semua, Shabir pun menarik tangan Sriti dan juga mendekapnya
'Tuhan, satu persatu masalahku telah selesai, selalu jaga orang-orang yang kusayangi' batin Shabir
-0-

KAMU SEDANG MEMBACA
SUNSET at LAKE PALACE
RomanceKisah Sriti Balwan Pandey. Seorang fotografer dan Shabir Vikash Mehta. Seorang Pemain sepakbola yang romantis,lucu,banyak rahasia