Pagi ini tugas semua peserta dimulai, tetapi bagi yang belum ada kegiatan tetap datang ke tempat kursus dahulu untuk pendalaman materi.
"Shika pasti sudah sibuk" kata Leena pada Sriti, partnernya baru tiba di kantornya jam 10pagi jadi Leena masuk kelas, begitu juga dengan Sriti, pertama, dia memang malas, kedua karena jadwal latihan Shabir jam 2 siang.
"Iya, kau sendiri tidak siap-siap?"
"Nanti saja, ini baru jam 8, lagipula kantor Sidarth tak jauh dari sini" jawab Leena
"Ah Sriti. Lihat apa bedakku sudah merata? Rambutku rapi tidak? Aku cantik kan? " Leena membetulkan make upnya
"Kau ini kenapa? Apa kau akan konser?" Sriti hanya mengernyitkan keningnya
"Kau dan Shika sama saja! Tidak peka! Kalian ini perempuan atau bukan?!" Leena cemberut
"Kau ini tidak jelas, katakan padaku"
"Sss, diam dulu" Leena mencubit pipi Sriti dan bangun dari tempat duduknya
"Hai Shakti, awww" Rupanya Leena melihat Shakti masuk ruangan, ia pun pura-pura kesleo dan jatuh hingga Shakti menangkapnya
"Kau baik-baik saja?" Tanya Shakti lalu menegakkan tubuh Leena
"Ah iya aku baik-baik saja, terima kasih kau sudah menangkapku. Kau penolongku"
"Sudahlah jangan berlebihan, kebetulan saja aku lewat"
"Iya tapi tetap saja kau menyelamatkanku. Oya Shakti, boleh aku bertanya padamu?"
"Tentu saja, apa yang ingin kau tanyakan?"
"Apa kau sudah memiliki kekasih?"
"Haaa?" Shakti kaget
"Aaa maksudku, apa kau punya tips agar mengambil gambar dari obyek yang bergerak dengan tepat?" Leena mengalihkan pembicaraan
"Ooh iya aku punya, mari kuberi tau" Shakti kemudian menjelaskan pada Leena yang justru hanya senyam senyum menatap wajah tampan Shakti.
"Dasar ratu drama" Sriti menggelengkan kepalanya, lalu mengunyah permen karet. Ia pun hendak ke toilet, saat melewati Shakti tak sengaja Shakti meregangkan tangan kanannya sehingga mengenai tangan Sriti
"Aw" Sriti mengibaskan tangannya
"Oh Sriti, maaf aku tak sengaja"
"Tidak masalah" Sriti lalu pergi
"Shakti, kenapa kau menatapnya begitu? Apa kau suka padanya?'' Leena mulai menyelidiki
"Tidak, aku hanya heran saja, dia berbeda dengan yang lain, apa memang dia itu gampang berubah mood? Kulihat kadang dia baik, galak, cuek"
"Ya seperti itulah Sriti, oya sebenarnya dia mengidolakanmu, tapi entah saat kalian sering bertemu aku tak pernah melihat dia merasa bahagia atau senang, dia seperti ya orang tak kenal" Jawab Leena
"Apa aku ini artis, sehingga dia mengidolakanku"
"Kan kau ini fotografer handal. Aku saja suka padamu"
"Oya? Bagaimana jika aku duda 3 anak?"
"Hah? Kau serius? Umur berapa kau menikah?" Leena
"aku bercanda, aku masih lajang''
"Ohh syukurlah"
Leena merasa lega
"Yasudah lanjutkan yang tadi" Shakti kembali melanjutkan menerangkan tentang tips pengambilan gambar
-0-Jam setengah 2 siang, Sriti sudah sampai di stadion tapi ia belum melihat Shabir
"Dimana dia? Perutku sangat lapar pula" Sriti memegangi perutnya
"Pak" Panggil Sriti pada seorang petugas keamanan
"Ya nona, ada yang bisa ku bantu?"
"Apa disini ada cafe atau tempat makan?" tanya Sriti sopan
"Oh iya ada, kau lurus saja, terus belok kanan sedikit, ada didekat tangga"
"Baik pak, terima kasih" Sriti bergegas pergi kesana, pagi tadi ia belum sempat sarapan karena lagi-lagi ia kesiangan.
Cafe tidak begitu ramai, setelah mendapatkan makanan, ia makan dengan sangat lahap, hingga tersedak karena tak hati-hati
Seseorang menyodorkan air minum padanya, dengan cepat Sriti meminum air itu
"Thank you..." Sriti mendongakkan kepalanya
"Kau??!! Ini gara-gara kau! Aku jadi lupa sarapan, dan makan buru-buru karena takut terlambat!!" sebenarnya Sriti hanya merasa masih kesal pada Shabir karena kameranya rusak, jadi setiap bertemu ingin sekali ia marah, mungkin jika Shabir adalah sepotong samosa atau kheer, ia sudah melahap habis pria itu
"Kau ini tidak waras ya? Kerjamu marah-marah terus!!!"
"Sekarang aku mau kedepan, bayar makananku!!" Kata Sriti sambil berlalu
"Aku rasa dia hanya casingnya saja seorang gadis cantik, dalamnya mungkin preman!!" Gerutu Shabir, dia pun membayar makanan Sriti lalu menyusul kedepan.
-0-
Sriti duduk ditepi lapangan sambil mengutak atik kameran Shika yang ia pinjam
"Coba saja kameraku tidak rusak pasti hasilnya bagus, dan kenapa sih harus dia yang menjadi partnerku?!!"
"Maafkan aku. aku benar-benar tak sengaja merusakkan kameramu. Lagi pula saat itu kau yang salah, siapa suruh kau berdiri ditempat yang dilarang?" kata Shabir yang sudah duduk disampingnya
Sriti melirik sekilas
"Kau tau, bertahun-tahun aku mengumpulkan uang, aku tabung untuk membeli kamera itu. Aku sangat ingin menjadi fotografer, dan saat aku akan meraih mimpiku. Dalam sekejap kau menghancurkannya" Shabir mendengar isak tangis Sriti
"Ss kau mulai menangis, sudahlah diam, baiklah, aku akan menggantinya" Kata Shabir
"Bukan masalah itu, tapi kenangannya, bagaimana aku bisa mendapatkannya! Kau ini memang tak memiliki perasaan! Apa kau tak tau rasanya kehilangan hal yang kau sayangi?"
"Sudahlah, itu kan kamera bukan kekasihmu!"
"Mudah sekali kau bilang begitu! Kamera itu sangat penting bagiku daripada seorang kekasih!"
"Lalu apa yang harus kulakukan??"
Sriti terus marah-marah, hingga Shabir menaikkan tangannya
"Kau mau menamparku? Ayo tampar!!" tantang Sriti
'plak' sebuah tamparan benar-benar mendarat dipipi Sriti
"Kau? Kau menamparku?!"
"Kau yang memintanya!"
"Dasar kau ini benar-benar laki-laki tidak memiliki perasaan!! Bisa-bisanya menampar seorang wanita!!"
"Hei, aku salah lagi?! Kau sendiri yang bilang, lalu kenapa marah saat aku menamparmu!!!!"
"Aku ingin melenyapkanmu rasanya" Sriti memukulkan tangan kanannya ke telapak tangan kiri
"Nona! Aku rasa kau memang butuh dokter!! Kalau tidak kepalamu akan meledak!"
"Ya dan aku akan meledak jika masih melihatmu! Pergi kau!"
"Kau saja yang pergi! Ini tempat latihanku!!"
Keduanya memicingkan mata dan menatap tajam satu sama lain
Terdengar bunyi peluit, dan Shabir segera pergi kelapangan sedangkan Sriti mengambil tasnya dan pergi dari tempat tersebut.
-0-
Malam harinya Sriti dan Shika berkumpul dikamar Leena, mereka menginap karena orang tua Leena pergi keluar kota
"Wah ternyata Sidarth itu jauh dari bayanganku. Aku kira designer laki-laki itu seperti wanita, ternyata Sidarth sangat cooooolllll" Leena memegang pipinya sendiri
"Kau ini tak bisa melihat pria tampan" Shika melempar Leena dengan bantal
"Aku juga sangat senang, Neina itu sangat ramah. Dia sabar menjelaskan padaku tentang alat-alat musik" Jelas Shika "kau sendiri bagaimana? Lihat hasilnya, Shabir pasti terlihat keren saat bermain sepak bola" Shika melihat kamera Sriti
"Sriti"
"Hmmm" Jawab Sriti yang sibuk dengan novelnya
"Kenapa kameramu masih kosong? Kau belum mendapat apapun dari Shabir?"
"Sudah"
"Mana? Tidak ada apapun disini"
"Masalah" jawab Sriti singkat
"Masalah?" Shika dan Leena kompak
"Ya dia adalah sumber masalahku, dan aku tidak tau kenapa aku harus mendapatkan partner dia" Sriti menceritakan kejadian yang dialaminya dengan Shabir
Leena dan Shika pun tertawa
"Ya Tuhan, Sritiiiiii, kau ini bisa sangat membencinya? Biasanya kau selalu memaafkan orang lain" Kata Shika
"Kalian tau kan betapa pentingnya kamera itu untukku? Aku mendapatkannya susah payah" Shika dan Leena pun memeluknya
"Cupppp, kameramu kan sedang diperbaiki, jangan sedih lagi, semangat, fokus pada tujuanmu" Ucap Leena
"Thank you girls" Mereka bertiga pun berpelukan
Ketiganya memang sudah bersahabat sejak lama dan tak ada masalah sampai sejauh ini
-0-
Pukul 6.30, Shika membangunkan Sriti yang masih meringkuk dibalik selimutnya
"Sriti, ayo bangun"
"Ahhhh 5menit lagi" Jawab Sriti malas
"Kau tidak akan pergi? Aku ada janji dengan Neina jam 8"
Sriti pun bangun
"Aku sangattttttt malas bertemu dengan pria itu! Lagipula kenapa harus ada kegiatan semacam ini? Kita kan bisa mengambil gambar tanpa harus mengikuti 1 orang? Bukankah nanti hasilnya hanya itu-itu saja?"
Sriti masih mengeluh
"Nona Sriti Pandey, Pak Karan sudah menjelaskan beberapa kali. Tugas ini adalah agar kita juga belajar bagaimana jika suatu saat kita bekerja di satu tempat yang memang mengharuskan kita terbiasa tanggap mengambil setiap momen yang ada"
"Memangnya kita semua akan menjadi wartawan?"
"Aku tak sanggup berdebat denganmu, debat saja kau dengan Pak Karan" Shika membereskan tasnya
"Kau mau kemana?"
"Ya ampun, nyawamu belum terkumpul juga??? Aku sudah mengatakan akan menemui Neina. Lagipula Leena juga sudah berangkat tadi, nanti jika kau pergi terakhir kuncinya berikan saja pada security karena bibi Minu sedang keluar"
Jelas Shika
Sriti menguap dan membuka selimutnya
"Hah? Apa kita menginap dirumah Leena? "
"Sritiiiiiiiiiiiiiiiiii!!!!!!!" Shika berteriak, Sriti langsung menutup kedua telinganya
"Ssss kau ini berisik sekali"
"Terserah. Aku mau berangkat. Kau kumpulkan saja nyawamu dahulu, bye" Shika lalu pergi
"Kenapa sih dia, aku kan hanya bertanya"
Tak lama ia pun bergegas bangun
Sriti dan Shika terbiasa dirumah Leena jadi seperti rumah sendiri dan mereka jugs tidak pernah macam-macam, jadi orang tua Leena tidak was-was.
Setelah menitipkan kunci, Sriti pun berangkat. Dia berusaha untuk tidak marah-marah lagi, sebenarnya ia juga merasa lelah terus menerus marah tapi bagaimana lagi jika memang ia masih kesal pada Shabir.
Sesampainya di stadion, Sriti duduk di kursi yang tak begitu dekat dengan lapangan. Ia mulai mengambil gambar para pemain. Dan mata kameranya menangkap sosok Shabir yang sedang serius menggiring bola ke gawang. Sriti mengambil gambarnya beberapa kali
"Sepertinya seru jika aku ikut bermain juga" Sriti pun bergegas turun ke lapangan
"Woy teman-teman" Teriak Sriti sok akrab, para pemain serempak menoleh ke arahnya
'mau apalagi dia? Jangan sampai membuat onar' Shabir pun menghampiri
"Ada apa?"
"Aku tidak memanggilmu kemari, kenapa kau datang?" jawab Sriti
"Lalu?"
"Aku ingin ikut bermain" ucap Sriti yakin
"What?"
"Kenapa? Apa kau meragukanku?"
"Bukan! Tapi kami sedang latihan" bukan menjawab Shabir, Sriti justru berteriak kembali
"Hei!!!! Apakah aku boleh ikut??!!" Para pemain lain pun mengiyakan dengan mengacungkan jempol mereka
"Kau lihat itu, mereka saja setuju. Sekarang bantu aku"
"Bantuan apa?" Shabir hanya menatap gadis didepannya dengan tatapan bingung
"Apalagi? Angkat aku"
Shabir menghela nafas lalu menggendong Sriti masuk ketengah lapangan
"Thanks" ucap Sriti
"Oke semua, kita mulai" Setelah sebelumnya memperkenalkan diri, Sriti mulai bermain. Sedangkan Shabir diam-diam tersenyum melihat gadis itu
"Heh" Tiba-tiba Sriti menepuk bahu Shabir yang hanya menjawab dengan menaikkan sebelah alisnya
"Bagaimana cara menendang agar masuk gawang?"
"Kupikir kau sudah ahlinya"
"Sudahlah, bagaimana caranya?"
"Kemari" Shabir berjalan mendahuli Sriti, lalu ia menjelaskan trik-trik pada Sriti
"Nah setelah itu..."
"Enough! Enough is Enough, aku sudah mengerti!" Sriti memotong kalimat Shabir
"Lihat ini...." Sriti mengambil jarak, lalu mulai menendang dan.....
"Goalllllll!!!!!!" teriak Sriti, padahal selain bola, sepatunya juga ikut melayang karena ia terlalu keras menendang. Itulah mengapa ia langsung berteriak untuk menutupi rasa malunya
"Wahhh Sriti kau hebatt!!! Tak hanya bola yang terlempar!!!" teriak salah satu teman Shabir
"Kau lucu sekali, kenapa kau tak gabung tim kami saja? Aku yakin jika terus berlatih kau bisa mengalahkan Shabir" timpal yang lain
"Ya kalau aku sudah mantap aku akan bergabung" kata Sriti sambil berjalan mengambil sepatunya
"Ini" ternyata Shabir sudah mengambilkannya lebih dulu
"Terima kasih. Tapi bukan berarti aku sudah melupakan bahwa kau merusakkan kameraku!!" Sriti kemudian berpamitan pada teman-teman Shabir lalu keluar lapangan. Kali ini melalui pintu para pemain karena ia akan mengikuti kegiatan Shabir selanjutnya
"Kenapa kau suka sepakbola?" tanya Sriti sambil berjalan
"Kenapa kau suka photograph?" Shabir justru membalikkan pertanyaan Sriti
"Aku merasa itu hidupku, aku merasa bahagia, aku nyaman, dan yaaa banyak sekali pengalaman dan pelajaran yang aku dapat"
"Itu dia, aku pun seperti itu"
"Dasar menyebalkan! Bilang saja tak ingin menjawab!" Sriti mulai marah-marah lagi
"Apa aku salah lagi? Memang perasaanku seperti itu" Jawab Shabir
"Lalu kenapa tak langsung menjawab? Kau justru mengembalikan pertanyaan dan setelah aku menjawab baru kau bilang seperti itu! Dasar tidak kreatif"
"Apa orang-orang disekitarmu tidak pusing mendengar kau setiap hari hanya mengoceh seperti ini!"
"Aku tidak akan marah jika tidak ada masalah"
"Lalu sekarang apa masalahmu?"
"Masalahku adalah Kau!!! Kau yang membuat hidupku berantakan! Aku tidak menyukai ini! Kamera rusak, tugas hancur, impianku juga bisa hancur, dan kau, kau tidak a..."
"CUKUP!!!!!" Bentak Shabir
Sriti agak begidik sebenarnya melihat wajah Shabir berubah garang
''cukup Nona! Aku tau aku telah merusakkan kameramu! Tapi itu semua bukan semua salahku! Kau sendiri yang tidak memperhatikan peringatan!"
"Enak saja, jelas itu salahmu!!"
Sriti masih tak mau kalah, ia masih terus menyalahkan Shabir
Tak tahan dengan itu, Shabir langsung memegang pundak Sriti dan mendorongnya hingga ke tembok
Sriti mulai gemetar
"Jika kau masih saja menyalahkanku, makaaaaaaa" Shabir mendekatkan wajahnya
"Awas kau berani macam-macam" Sriti mencoba mendorong tubuh Shabir tapi belum berhasil
"Aku akan.. aku akan..."
"Lepaskan akuuuu'' Sriti mencengkeram kerah Shabir
"Aku akan menarik hidungmu seperti ini"
"Aaauuwwww'' Sriti memegangi hidungnya yang ditarik cukup keras oleh Shabir
"Trouble Makeeeeeeerrrrr!!!!!" Teriak Sriti sambil mengejar Shabir yang berlari menuju pintu keluar
"Ishhh aku sangat lelahhh, cepat sekali dia pergi" Sriti memegangi lututnya
"Biar sajalah, aku mau makan" Sriti kemudian pergi ke kantin dan memesan dhal, salah satu makanan favoritnya
"Kemana dompetku?" Sriti bingung karena dompetnya tidak ada ditas maupun disakunya
Saat itu, Shabir yang baru saja menutup telefon menghampirinya
"Bilang saja kau ingin ku bayarkan lagi"
"Aku masih mampu membayar sendiri!" jawab Sriti ketus, sambil terus mengaduk-aduk tasnya
"Sudahlah tenang saja. Sekarang sudah jam 5, kau tidak mau pulang?" tanya Shabir
"Tapi..."
"Tenang saja" Shabir lalu membayar makanan Sriti
"Ayo pulang" ajak Shabir
"Hmmm yasudah terima kasih" Sriti pun mengikuti Shabir
"Kau mau kemana?" Tanya Shabir didepan stadion
"Pulang! Kau kira aku akan menginap?"
"Aku tau, tapi motorku disebelah sana untuk apa kau kesana?" Shabir menunjuk arah berlawanan
"Apa aku bilang akan pulang denganmu?" jawab Sriti
"Yasudahlah terserah. Oya, 2hari besok aku tidak ada latihan, hanya technical meeting saja"
"Oke" keduanya pun berpisah
-0-
Disebuah bandara, terlihat seorang wanita dan anak kecil berumur 5tahun menunggu jemputan.
"Ibu akhirnya kita bertemu ayah"
"Iya sayang, kau sangat merindukan ayah bukan?"
"Sangat sangatttttt rindu" Tak lama sebuah mobil berhenti didepan mereka
"Ayaaaahhhhhh" teriak gadis kecil itu sambil menghambur ke pelukan ayahnya
"Aku sangat merindukanmu" Karan menciumi putri kecilnya
"Apa kabar?" tanya Divya, istri Karan
"Aku baik, kau sendiri? Dan bagaimana keadaan ibu?"
"Ya sudah semakin lebih baik. Semua orang menanyakanmu"
"Maafkan aku, karena memang aku belum bisa meninggalkan pekerjaan"
"Tidak masalah. Oya bagaimana rencana kita? Kau sudah bicara dengan Shakti?"
"Yaaa sejauh ini belum terlihat hasil apapun, tapi kita tak boleh berhenti, masih ada banyak waktu" Divya tersenyum
"Ayah ibu aku lelahhhh" rengek Rucha yang biasa dipanggil baby Ruu
"Ooo baby Ruu, ayo pulang" Ketiganya pun masuk mobil dan pulang
-0-

KAMU SEDANG MEMBACA
SUNSET at LAKE PALACE
RomanceKisah Sriti Balwan Pandey. Seorang fotografer dan Shabir Vikash Mehta. Seorang Pemain sepakbola yang romantis,lucu,banyak rahasia