CHAPTER 25

1.4K 56 1
                                    

Haruskah aku menyerah?

— Rajani Amaleeyah

Sekali lagi Jani melirik layar ponsel yang menampilkan room chat-nya bersama Bara. Lantas ketika tahu bahwa tidak ada yang berubah di sana, ia menghela napasnya panjang. Membuat Kanya yang sedang asyik melihat-lihat baju di mall tersebut langsung menoleh.

"Kenapa lo?" tanya Kanya dengan alis terangkat. Sepersekian detik setelahnya ia kembali memfokuskan pandangan pada deretan baju yang tergantung di depannya.

Jani terdiam sesaat sebelum membuka suara. "Kok gue ngerasa kalau Bara berubah, ya." Itu pernyataan, bukan pertanyaan. Kakinya bergerak pelan, mengikuti langkah Kanya mengitari toko baju tersebut. Pikirannya terbang kemana-mana.

"Berubah gimana?"

"Ya ... berubah. Gak kayak kemaren," terang Jani lagi. "Pokoknya dia udah kayak orang asing buat gue."

"Cuek, gitu?" tanya Kanya, masih penasaran dengan maksud kalimat adiknya itu.

Yang ditanya justu mengangkat bahunya. "Bisa dibilang gitu, sih. Tapi cueknya itu beda, Kak. Bara kayak ngehindar gitu dari gue. Di sekolah aja kalau gue samperin malah kabur mulu." Jani mendengus pelan, mencoba mengingat kelakuan aneh Bara belakangan ini.

Memang, sejak saat itu Bara menjadi berubah. Menjadi sosok yang amat asing bagi Jani. Cowok bertubuh jangkung itu entah mengapa seperti menjauh, membangun benteng tinggi antara dirinya dan Bara. Hal itu tentu menimbulkan tanda tanya besar bagi Jani. Ada apa dengan Bara? Apakah ada yang salah darinya?

Bahkan hingga detik ini pun, Jani tak dapat menjawab pertanyaan tersebut.

"Posthink aja kali. Siapa tahu Bara lagi ada masalah atau apa gitu, terus kepikiran." Gadis bertubuh semapai itu menarik baju berwarna maroon dari gantungan lantas mencocokkan ke tubuhnya sendiri. "Ini bagus gak, sih?"

"Bagus-bagus aja," jawab Jani dengan malas. Sejujurnya jika bukan karena paksaan Kanya, dirinya tidak mungkin ada di tempat ini. Dengan kondisi pikiran yang bercabang, Jani lebih memilih untuk diam di rumah sambil memikirkan semuanya.

"Yaelah, galau nih anak," gumam Kanya. Perlahan dirangkulnya pundak Jani, mencoba untuk menghilangkan kegelisahan gadis berambut pendek itu.

"Ngapain lo megang-megang?" Jani yang merasa tidak nyaman dengan posisi seperti ini langsung berusaha melepaskan rangkulan Kanya. Bukannya terlepas, rangkulan itu justru terasa semakin kuat.

"Nih, gue kasi tahu," kata Kanya pelan, berusaha menenangkan adiknya itu. "Kalau misalnya lo emang bener-bener sayang sama Bara, lo tunjukin ke dia. Tapi jangan berlebihan juga, dia bisa jadi ilfeel sama lo."

"Udah, Kak. Gue udah tunjukin ke dia," sela Jani tak sabaran. Pasalnya semua upaya yang ia lakukan untuk menunjukkan perasaannya pada Bara sekarang terasa seperti sia-sia.

Mendengar itu membuat Kanya mengembuskan napasnya panjang. "Kalau gitu, lo harus siapin hati lo. Mau sekuat apa pun lo nahan Bara, kalau misalnya dia emang jenuh atau pun gak nyimpen perasaan yang sama, lo gak bakal bisa buat dia untuk tetap tinggal di samping lo." Perlahan rangkulan Kanya mengendur, membiarkan Jani yang mulai sibuk mendengar penuturannya.

AkasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang