CHAPTER 11

1.7K 79 1
                                    

"Satu yang aku khawatirkan, ketika kamu mengatakan bahwa kamu sedang tidak baik-baik saja.

Albara Putra Pradipta"

Gadis berambut pendek yang sudah lengkap dengan seragamnya itu keluar dari kamar dengan wajah pucat. Badannya nampak lemas, dan langkah kakinya terasa lambat.

Seperti perkiraannya, sejak pulang sekolah dalam kondisi hujan-hujanan itu ia langsung demam. Padahal tepat ketika ia sampai di rumah, Rosita—ibunya Jani—langsung memasakkan air hangat untuk anaknya.

Memang pada dasarnya Jani tidak bisa terkena hujan, mau bagaimana lagi.

Kanya yang melihat adik satu-satunya itu yang baru saja bergabung untuk sarapan di ruang makan, mengerutkan dahinya dalam. "Lo kenapa, Dek?"

"Gak enak badan," sahut Jani lemas lantas menjatuhkan tubuhnya di kursi sebelah Rosita.

Wanit paruh baya itu menoleh, ikut memerhatikan kondisi anak bungsunya. "Obat yang Mama kasi udah diminum belom?"

Jani mengangguk pelan sembari mengambil jatah sarapannya. "Udah, cuma masih gak enak badan."

"Kalau gitu gak usah sekolah, Dek. Lo, mah, nyari penyakit." Kanya mendengus pelan, heran akan tingkah Jani.

"Ada ulangan harian. Gue gak mau susulan."

"Kenapa? Takut gak bisa nyontek?" Tiba-tiba Rosita menyela, tersenyum miring pada Jani yang kini justru nampak terkejut.

Betul apa yang dikatakan ibunya.

"Bukan!" bantah Jani membela diri. "Jani gak mau susulan aja. Gak ada temen."

"Sama aja kali ...." timpal Kanya. Kemudian gadis manis itu meraih minumannya lantas menegaknya hingga setengah.

"Papa kapan pulang, Ma?" tanya Jani mengalihkan pembicaraan, sekaligus mencoba untuk menjaga atmosfer ruangan tersebut.

Rosita tak menoleh namun tetap menyahut. "Tanggal 20-an mungkin ...."

Mendengar itu membuat Jani mengembuskan napasnya panjang. Memang, pekerjaan ayahnya sebagai engineer pesawat lah yang mengharuskannya dinas ke luar kota. Terkadang Jani harus merelakan family time-nya ketika Joni—Sang Kepala keluarga—mendapat panggilan dari kantor untuk segera terbang ke kota lain. Tentunya karena pekerjaan.

Ketika Jani menjatuhkan pandangan pada arlojinya dan mendapati jarum panjang sudah di angka 6, buru-buru ia menuntaskan sarapannya. Usai itu diteguknya minuman tersebut hingga tandas.

"Jani berangkat, Ma!" pamit gadis berambut pendek itu lantas menyalami Rosita dan Kanya.

"Dianter Kanya aja, ya? Mama takut, kamu lagi gak enak badan gitu." Rosita memasang raut wajah cemasnya. Khawatir apabila hal yang tidak diinginkan terjadi.

Gadis bertubuh semapai itu mengangguk cepat. "Ho'oh. Lo sama gue aja," tambah Kanya lagi.

Lagi-lagi Jani menggeleng kuat. "Gak usah, Ma." Lantas ia memakai tasnya kemudian berjalan cepat keluar sebelum paksaan itu kembali menyerbunya. "Assalamu'alaikum!"

AkasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang