CHAPTER 26

1.4K 45 1
                                    

Apa aku sudah menyakitimu?

— Albara Putra Pradipta

Untuk yang kesekian kalinya gadis berambut lurus itu mengusap punggung temannya. Sedangkan Sang Pemilik punggung tak henti-hentinya menangis, sesekali hidungnya ia usap dengan tissue yang tersedia di atas kasur berukuran queen tersebut. Matanya sembab, wajahnya memerah. Mungkin jika bukan karena Bara, Jani tidak akan menangis seperti ini.

"Udah, lah, Jan. Cowok kayak gitu gak usah lo tangisin," tenang Ika masih terus mengusap punggung Jani. "Buang-buang air mata lo doang namanya."

Riri yang sedari tadi hanya diam memerhatikan kedua gadis itu dari ujung kasur perlahan bergerak mendekat. "Air mata lo terlalu berharga buat cowok brengsek kayak Bara. Kalau gue kuat, udah gue hajar tuh cowok."

Mendengar itu membuat tangis Jani semakin pecah ke udara. Sebenarnya benar apa yang dikatakan oleh dua temannya itu. Tapi jika sudah terlalu mencintai seseorang, air mata pun rasanya tidak apa untuk dijatuhkan.

"Gue gak nyangka kalau Bara sejahat ini sama gue." Jani mengusap air mata dengan tissue yang ada di tangannya. "Gue pikir Bara nyimpen perasaan yang sama buat gue."

Sekali lagi tangis Jani lepas ke udara, membaur dengan bisingnya suara hujan yang terus berjatuhan di malam Sabtu itu. Malam ini Ika dan Riri memutuskan untuk menginap di rumah Jani lantaran kondisi temannya yang sedang tidak baik-baik saja. Melihat Jani yang sedang patah hati tentunya tak bisa membuat Ika maupun Riri tetap diam di tempat tanpa melakukan apa-apa.

Maka dari itu di sinilah mereka, memberi pundak serta rangkulan untuk gadis berambut pendek tersebut.

"Dari awal gue udah mikir kalau Bara itu gak baik buat lo," kata Ika. Tanpa sadar perkataannya itu semakin membuat suasana memanas.

Riri menoleh. "Gue juga mikir gitu, sih. Cuma Jani aja yang terlalu suka sama Bara, jadi gak tega gue." Kemudian ia bangkit dari kasur empuk itu lantas berdiri di hadapan kedua temannya. "Tenang, Jan. Cowok di luar sana masih banyak, gak cuma Bara doang, kok!"

"Tapi yang bisa buat gue cinta sampai segininya, tuh, cuma Bara," sentak Jani dengan suaranya yang serak. "Satu-satunya orang yang berhasil buat gue ngelakuin berbagai cara buat deket sama dia cuma Bara. Gak ada yang bisa buat gue jadi gini selain dia."

Tepat ketika ucapan Jani hilang diterpa udara, pintu kamar tersebut terbuka pelan, menimbulkan decitan panjang yang menginterupsi percakapan tersebut untuk sesaat. Perlahan Kanya muncul dari luar sana. Di tangan kanannya ada segelas cokelat panas untuk Jani.

Menurut penelitian, cokelat bisa memperbaiki suasana hati seseorang. Maka dari itu sengaja Kanya pilihkan cokelat panas agar mood Jani membaik sehingga kegalauannya hilang.

Ya, Kanya sudah tahu akan perlakuan Bara tadi pagi. Dan ia paham akan hal itu.

Perlahan gadis berambut sebahu itu berjalan mendekati Jani. Menyodorkan minuman tersebut pada adiknya yang masih sesegukan. "Nih, minum dulu."

Dengan pelan Jani raih gelas pemberian Kanya dengan bantuan Ika. Matanya yang sembab membalas tatapan iba dari Kanya. "Makasih." Setelah itu ia dekatkan gelas tersebut ke arah bibirnya. Menyesap pelan minuman yang masih mengepulkan asap panas itu.

AkasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang