CHAPTER 21

1.7K 46 8
                                    

Bolehkah jika sekali saja aku menganggap bahwa kamu memang mencintaiku?

— Rajani Amaleeyah

Hari Rabu itu seluruh murid SMA Prima diliburkan lantaran gedung sekolah yang akan digunakan untuk lomba FLS2N. Tentu saja hal ini menjadi sebuah kegembiraan mengingat betapa padatnya jadwal sekolah. Hari libur tentu harus digunakan sebaik mungkin meskipun pada dasarnya di surat pemberitahuan menggaris bawahi kalimat belajar di rumah.

Rajani yang sedari tadi bermalas-malasan di ruang keluarga akhirnya mulai merasa bosan. Televisi yang menayangkan sinetron pun sudah tak lagi menjadi pusat perhatiannya. Kini yang ia lakukan hanyalah berbaring di sofa empuk sembari memainkan ponselnya.

"Tau gini gue ke rumah Riri aja, dah!" desis Jani sembari terus menggulirkan layar ponsel, mencari room chat grup mereka bertiga. Setelah dapat, ia mulai menuliskan sederet kalimat di sana.

Ciwi-ciwi (3)

Jani A. : Ririiiiiiii lo di rumah gk??

Send.

Tepat ketika chat tersebut terkirim, pintu rumahnya terbuka disusul suara perempuan yang sudah ia kenali.

"Assalamu'alaikum!" salam Kanya dengan suara lantang. Setelah itu bunyi pintu tertutup memenuhi indra pendengaran gadis bertubuh pendek itu.

"Wa'alaikumsalam," jawab Jani pelan. Lantas ia kembali melanjutkan membongkar isi ponselnya. Harap-harap rasa bosan itu segera terobati.

"Elah .... Orang salam, tuh, dijawab, kek! Dosa tauk." Kanya berjalan dari arah ruang tamu sambil terus mengomeli adiknya. Penampilannya sudah tak serapi sebelum ia berangkat tadi.

Sementara itu yang diomeli hanya mengembuskan napasnya pendek. "Gue udah jawab kali. Cuma gak kedengeran aja." Kemudian ponsel milik Jani bergetar singkat tanda ada pesan masuk. Buru-buru ia membukanya, rupanya balasan chat dari Riri.

Riri : gue lg nyari makan

"Dikasi tahu juga ...." Gadis yang usianya lebih tua dari Jani itu hanya bisa menghela napasnya, tidak begitu memedulikan perubahan mood Jani lantaran chat dari Riri. "Nih! Gue bawain geprek kesukaan lo. Tadi abis dari sono bareng Juna," terangnya sembari menyodorkan kresek putih itu pada adiknya.

Punggung Jani menegak. Ia langsung terduduk, menolehkan kepalanya antusias pada Kanya yang baru saja mengempaskan tubuh di sisi sofa yang lain. "Geprek?" Tak ayal tangannya menerima pemberian kakaknya itu. Mood-nya perlahan kembali membaik.

"Iye." Perempuan bertubuh semapai itu menjawab malas. Tatapannya jatuh ke layar televisi lantas mendengus keras. "Ngapain lo nonton beginian?"

Jani hanya meletakkan kresek tersebut di atas meja kecil di depan sofa kemudian bangkit untuk mengambil sendok di dapur. "Ganti aja kalau lo mau, gak minat nonton gue."

Kanya manggut-manggut sendiri lalu meraih remote yang tergeletak begitu saja di atas sofa bekas Jani duduk tadi. Bersamaan dengan itu, ponsel milik Jani berdenting. Sebuah notif masuk langsung terpampang begitu saja di layarnya, membuat Kanya otomatis melihat sekilas layar benda kecil tersebut.

AkasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang