CHAPTER 10

2K 82 2
                                    

Bisakah aku memohon kali ini saja. Aku hanya ingin menghentikan waktu, di mana seolah hanya ada aku dan kamu di dunia ini.

Rajani Amaleeyah

Yang dilakukan oleh Jani sedari tadi hanyalah menyumpal telinganya dengan headset putih yang kini tengah melantunkan lagu random dari ponselnya. Mengabaikan seluruh keributan yang dihasilkan dari seluruh teman kelasnya.

Memang, siang itu kelas mereka free. Guru yang berhalangan hadir lah, yang menyebabkan kondisi kelas 11 IPS 2 menjadi tidak kondusif.

Di sebelah Jani, Riri tengah sibuk menonton video K-pop yang ia sendiri tak ketahui video apa itu. Keduanya hanya diam, tak berinteraksi lantaran sibuk dengan aktifitasnya masing-masing.

Ya, hal seperti ini sudah biasa bagi keduanya. Jani dengan segala musik dan pikirannya, dan Riri dengan dunia kecilnya.

Jani terus melambung bersama segala pemikirannya. Mengenai Bara, mengenai naskahnya. Hingga tiba-tiba Jani teringat akan sesuatu, punggungnya menegap. Pupilnya berbinar terang.

Setahu dirinya, tiap tahun SMA Prima selalu mengadakan turnamen futsal antar siswa. Tentunya kegiatan ini mendapat sambutan baik dari seluruh siswa Prima. Banyak kelas yang ingin memenangkan turnamen tersebut. Ingin menunjukkan bahwa siswa di kelas mereka memiliki bakat bermain futsal yang hebat.

Bara bakalan ikut gak, ya?

Tanpa menunggu lagi, Jani langsung membalikkan tubuhnya ke belakang. Target bicara hanyalah laki-laki yang mengalirkan darah Jawa itu. Siapa lagi kalau bukan Raka?

"Raka!" panggil Jani dengan suara kencang lantaran laki-laki itu tengah sibuk memainkan game online bersama ketiga temannya.

Raka enggan menoleh namun tetap menyahut. "Apaan?"

"Turnamen futsal kapan?" Gadis berambut pendek itu masih bertahan di posisinya. Antusias setengah kesal ketika tahu bahwa lawan bicaranya masih sibuk memainkan ponselnya.

"Kalo gak salah minggu depan. Gak tahu gue. Lupa!"

Mendengar itu Jani hanya mengulum bibirnya. Benarkah? Merasa kurang puas, akhirnya Jani menjadikan Iman—teman sebangku Raka—sebagai lawan bicaranya.

"Emang bener minggu depan, Man?" yakin Jani lagi.

Terkejut karena tiba-tiba ditanya oleh Jani, laki-laki berkacamata itu hanya mengangguk cepat. "Sabtu depan pembukaan, tapi langsung tanding," terang Iman sedikit.

"Kelas kita kapan main?" Bagaikan seorang wartawan, Jani terus melontarkan pertanyaannya.

Iman mengerutkan dahinya. Mulai menggali lagi memorinya. "Sabtu depannya lagi."

"Lawan kelas berapa?"

"Banyak nanya lo, Jan!" Tiba-tiba Raka menginterupsi. Padahal jelas-jelas laki-laki itu masih sibuk dengan ponselnya.

Merasa kesal akhirnya Jani langsung sewot sendiri. "Kenapa lo? Mau gue tanya juga, hah?"

"Mau!" jawab Raka antusias. Ia segera mematikan benda kecil tersebut lantas memfokuskan pandangannya pada gadis di hadapannya itu.

AkasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang