CHAPTER 23

1.7K 50 1
                                    

(Play mulmed yaaa!)
________________________

Ajari aku bagaimana caranya mencintai tanpa takut kehilangan.

— Albara Putra Pradipta

Jam 7 malam itu Bara sudah siap. Jaket jeans kesayangan, rambut yang dibiarkan acak-acakan, serta parfum yang ia semprotkan sedikit sudah menyatu dengan tubuhnya. Sengaja begini, biar keren. Kalau mau ketemu Jani itu harus gantengan dikit, begitu pikir Bara.

Cowok bertubuh jangkung itu sekali lagi mematut dirinya di depan cermin sebelum benar-benar beranjak dari sana. Merasa ada yang kurang dari penampilannya, akhirnya Bara memutuskan untuk menyisir asal rambutnya yang acak-acakan dengan kelima jari tangannya.

Nah. Gini, dong.

"Ciaelah ... mau kemana lo?" kekeh Juna tiba-tiba. Dengan santainya ia melenggang masuk ke dalam kamar Bara yang terbuka.

Sang Pemilik kamar menoleh, sedikit terkejut. "Bisa ngetok dulu, kan?" Lantas ia menjauh dari cermin tersebut karena tak ingin diejek lebih lama lagi oleh saudaranya.

"Selow ae, Bar. Lagian rapi-rapi gini mau kemana, sih?" Juna memilih untuk mengempaskan bokongnya di atas kasur adiknya itu.

"Kepo."

"Mau ngapel Si Jani?" Kali ini senyum miring cowok berambut gondrong itu terbingkai di bibirnya. Sudah berpuluh-puluh guyonan tersedia di otaknya yang ingin ia lemparkan ke Bara saat itu juga. "Udah pacaran lo sama dia?"

Bara berdecak risih kemudian meraih kunci motor di atas meja belajarnya. "Berisik. Ganggu aja lo." Kemudian dilangkahkan kakinya lebar-lebar ke luar kamar. Ia paling tidak suka jika Juna mulai mengganggunya seperti ini.

"Woy! Jangan kabur dulu!" pekik Juna dari dalam kamar, membuat langkah Bara terhenti seketika.

"Apaan?" sahut Bara setengah berteriak.

Juna bangkit dari posisinya, berjalan setengah berlari menghampiri Bara yang sudah tiba di ruang tengah. Buru-buru ia rogoh saku celananya lantas menyodorkan selembar uang dua puluh ribuan pada cowok berambut fringe itu. "Nih, entar pulangnya beliin gue rokok, dong!"

"Ogah."

"Eett .... Durhaka lo sama gue." Sekali lagi cowok berkulit putih itu menyodorkan uang miliknya pada Bara. "Nih, biar sekalian lo pergi, Bar ...."

Dipandanginya lama uang berwarna hijau tua itu lantas berdecak sebal. Setengah hati Bara raih uang tersebut. "Ngerokok aja terus. Entar penyakitan baru tahu rasa lo!"

Setelah itu Bara benar-benar pergi dari sana, meninggalkan Juna yang mulai cekikian karena omelan adiknya sendiri.

"Sialan! Malah gue yang diomelin!"

Sementara itu di teras rumah, Bara buru-buru membuka pagar. Tak sabar ingin bertemu Jani. Tak sabar ingin mendengar celotehan perempuan berambut pendek itu. Entah mengapa, malam ini cowok berwajah tegas itu benar-benar ingin bertemu dengan Jani. Padahal baru tadi pagi mereka bertemu di sekolah, tapi rasanya sudah seperti berminggu-minggu lamanya.

Bunyi pagar yang berderit panjang mengisi kesunyian malam di komplek perumahan tersebut. Tidak ada siapa-siapa di luar sana, hanya dia seorang. Bertemankan suara kodok serta angin semilir, Bara berdiri di luar sana.

AkasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang