Perlahan yang dekat menjauh bukan salah jarak atau salah waktu tapi mungkin memang takdir yang tak tertuju
_________________________
Sesuai perintah Pak Ari, Aira harus mendatangi kantor untuk menemui beliau saat istirahat kedua. Selama perjalanan jantung Aira berdebar, bukan berarti dia cinta sama Pak Ari. Yakali, cinlok sama guru sendiri.
Pikiran Aira berkelana pada kejadian tahun lalu. Rasanya deja vu memang, alias pernah merasakan. Tahun lalu Aira juga dipanggil guru olahraga untuk membahas nilai praktek olahraganya yang bisa dibilang jelek.
Tangan Aira keringat dingin, dia melangkah perlahan memasuki ruangan ber-AC itu. Beberapa guru sempat menyapa, tersenyum, dan menanyainya kenapa datang ke kantor. Aira hanya menjawab dipanggil oleh Pak Ari. Meja Pak Ari terletak dipojok ruangan persis sebelah meja Bu Lili---wali kelas XI IPA 5 sekaligus guru Matematikanya.
Meja Pak Ari kosong, dia ingin bertanya pada Bu Lili namun takut menganggu. Samar - samar dia mendengar perdebatan kecil antara Bu Lili dan seorang siswa yang tidak Aira ketahui.
"Langit! Nilai kamu jelek semua! Kalau begini terus Ibu nggak akan ngijinin kamu ikut turnamen basket sekaligus akan ngirim surat sama orang tua kamu!"
'Jadi ini doinya Melody.' Batin Aira.
"Jangan gitu dong bu, ntar kasian fans saya." Langit mencoba membela diri dengan kata - katanya yang sepertinya tidak membuat Bu Lili luluh. Bu Lili bukan tipikal guru yang mudah terayu oleh rayuan receh siswanya.
Bu Lili mengerutkan kening. "Fans fans! Fans apaan coba?!"
"Gini - gini saya punya banyak fans loh Bu," Langit menyisir jambulnya dengan tangan dengan gaya sok cool.
"Ibu turut prihatin sama fans kamu."
"Kenapa bu?"
"Bisa - bisanya mereka ngefans sama murid kayak kamu. Pinter enggak, nilainya jelek, hobi bolos, anak badung. Sayang tenaga kalo Ibu mah,"
"Kok Ibu malah ngomongin aib saya sih Bu? Sesama Muslim tidak boleh menjelekkan satu sama lain, dosa bu. Ibu udah tua lagi, dosanya udah banyak umurnya semakin berkurang. Dont judge a book by the cover kalo kata kutu buku."
Bu Lili mendelik. "Kok kamu jadi nyeramahin Ibu sih?!" Bu Lili jadi nyolot lama - lama readers.
"Saya nggak ceramah Bu, lagian saya bukan ustadz apalagi kyai. Saya cuma manusia biasa yang terlahir dengan ganteng dan tajir."
"Terserah kamu! Intinya kalo dalam bulan ini nilai kamu masih jelek dan nggak ada kenaikan. Ibu tarik nama kamu dari turnamen basket!" Ancaman Bu Lili membuat Langit mendelik takut sekaligus khawatir.
"Tapi kan Bu, kapasitas otak saya nggak sampai segitu." Langit terlihat pasrah. Lalu cowok itu disuruh keluar.
"Ekhm."
"Eh?" Aira mengerjap, dia terlalu fokus mendengarkan pembicaraan Bu Lili dan Langit sampai tak sadar Pak Ari sudah dihadapanya.
Pak Ari memandang Aira serius. "Begini Aira.."
Feeling Aira jelek. Ada sesuatu nih.
".. Seperti biasa, nilai praktek kamu dibawah rata - rata."
Kan bener!
Aira menunduk, dugaanya benar.
"Jika nilai praktek kamu masih jelek. Kamu terancam remidi terus dan jika nilai remidimu masih jelek terpaksa saya menulis nilai merah di rapor."
"T-tapi Pak, jangan dikasih nilai merah. Ntar saya bakal belajar yang rajin sekaligus minta ajarin sama Sheila."
"Kamu sudah terlalu sering remidi Aira, jadi mungkin Olimpiade Biologi besok kamu tidak diikutkan."
Jleb.
Tidak ikut Olimpiade artinya mimpi buruk Aira. Cewek itu sudah terbiasa mengikuti berbagai lomba dan memenangkannya. Tahun depan sudah tidak memungkinkan Aira untuk ikut lomba lagi. Tahun depan dia sudah kelas XII dan harus fokus UN.
Aira harus mencari cara agar dapat mengikuti olimpiade bergengsi itu.
"Hanya itu yang ingin saya biacarakan Aira. Sekarang kamu boleh kembali ke kelas."
Aira keluar dari kantor. Tujuanya sekarang adalah lapangan.
:::
"Wadauwww.."
Langit mengutuk siapapun yang melempar bola kepadanya. Cowok itu menatap sekeliling, dan menemukan seorang gadis tengah berdiri dengan rasa takut ditengah lapangan dekat tiang basket.
Langit memungut bola itu dan berjalan menghampiri gadis itu. "Lo yang lempar bolanya?"
Dengan takut gadis itu mengangguk. "I-iya."
Cewek dihadapan Langit terlihat tidak asing, seperti pernah melihatnya tapi dimana. "Kenalin gue Langit Andromeda. Kelas XI IPS 1 status jomblo hobinya main basket cita - cita membahagiakan jodoh gue yang entah kapan datengnya. Nggak suka ngerokok karna enakan permen milkitanya. Jangan mikir gue anak racing, gue pernah dimarahin bokap karna ketahuan nemenin temen balapan."
Langit menjulurkan tangannya ingin bersalaman dengan cewek cantik dihadapannya.
"A-aira."
Langit mengangkat satu alisnya, mengode Aira untuk menyebutkan nama panjangnya atau mungkin data dirinya - selengkap lengkapnya.
"Ayriana Airysh." Aira ragu untuk membalas uluran tangan Langit. Malah cowok itu menarik tangan Aira tanpa persetujuan gadis itu dan mereka berjabat tangan dengan sedikit terpaksa.
:::
Leave support sign! (re: tap star and comment)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay True, Stay Different
JugendliteraturMenurut Aira, ada lima tipe murid di sekolah. pertama, si jenius yang memanfaatkan otak kirinya. Kedua, si seniman yang memanfaatkan otak kanan. Ketiga, si calon atlet dengan fisiknya. Keempat si populer dengan teman segudang. Dan yang terakhir yang...