• 𝐓𝐡𝐢𝐫𝐭𝐞𝐞𝐧𝐭𝐡 𝐦𝐞𝐞𝐭 •

120 18 1
                                    

Kebersamaan adalah memahami. Maka Kebersamaan adalah mendengar dan mengerti

__________________________

"Siap, Bu!"

Aku tersenyum pada Bu Asih, akhirnya aku mengemban tugas mulia. Haha, kalian harus menertawakanku yang harus memberikan jam tambahan pada murid khusus.

Bukan siswa olimpiade apalagi anak akselerasi

Melainkan,

TEMAN SEANGKATAN DENGAN TRACK RECORD NILAI MAPEL UNTUK UN PALING BURUK.

Ok santai, Ra.

Ini Cuma berlangsung sebulan, dari Senin sampai Rabu. Dari jam tiga sampai setengah lima. Dan hanya mengajar tiga mapel UN. Matematika. Bahasa Indonesia. Bahasa Inggris.

Aku bertanya – tanya, apakah sekolah ini tidak mampu membayar guru jam tambahan sampai membiarkan siswi sepertiku harus mengajari mereka.

Dan jawaban Bu Asih, "Ibu sudah coba, mengajar mereka dengan guru hanya menambah beban mereka. Kebanyakan guru yang tidak mengajar les sore sangat kaku, jadi Ibu minta Aira yang mengajari mereka. Tidak banyak, hanya dua puluh murid angkatanmu. Bulan depan dua puluh murid angkatan bawahmu. Sebentar lagi OSN, Aira tidak mau mengikuti OSN?"

Bu, tenggelamkan saya ke rawa – rawa!

Dengan berat hati kujawab, "jangan blacklist saya dari OSN, Bu. Saya ikhlas ngajarin mereka dua bulan. Kalau perlu sampai lulus, Bu."

Mata Bu Asih berbinar mendengar jawabanku. "Kamu serius Aira?"

"Tentu tidak, Bu."

Setelah itu aku terjebak di ruang kelas dengan suhu Ac 30 derajat celcius. Dengan murid dengan beragam jenis, ada yang anteng duduk di kursi paling depan. Ada yang main smartphone di deret tengah, cih handphone smart tapi otak tidak. Dan sisanya, kalian tau lah. Pusing jelasinnya.

Dan fakta paling membuatku geram

Melody dan Sheila masuk dalam list dua puluh murid yang kuberi jam tambahan.

Sudah menjadi rahasia publik kalau nilai Matematika Melody tidak pernah melebihi dua puluh. Dan nilai Matematika Sheila kurang dari lima belas.

Aku menarik napas panjang dan menghembuskan setelah tahan dua detik

Oke, Ra jam santaimu berkurang mulai sekarang.

:::

Aku merilekskan tubuh, sudah tiga minggu semenjak permintaan aneh Bu Asih dan artinya sudah tiga minggu aku tidak sempat ke Mall untuk belanja dan main.

Semenjak jadi guru jam tambahan waktu santaiku terpakai untuk bimbingan olimpiade yang dilaksanakan satu setengah bulan lagi. Dan jam mainku sudah diisi jadi guru jam tambahan. Lalu jam tidurku diambil sepertiga untuk mengerjakan tugas dan persiapan ulangan harian.

Kadang aku harus bangun pagi sekali menyiapkan Laporan Osis, mulai dari Proposal Kegiatan sampai Laporan Pertanggung Jawaban.

Smartphoneku berdering, ada panggilan masuk dari Aidan. Selain menjadi partner lomba, Aidan juga menjabat sebagai Ketua Umum Osis. Dia juga sama tidak beruntungnya denganku.

Aidan diperintahkan mengajari adik kelas yang nilai mapel untuk UN cukup memprihatinkan. Harusnya tugas itu diemban olehku, tapi Aidan memaksa Bu Asih memberikan padanya.

"Hallo?"

Aidan diam.

"Dan? Lo disana?"

Terdengar grusak grusuk seperti orang terburu – buru. Aidan belum menjawab.

"Dan? Pasti ini kepencet, gue matiin ya?"

Aidan tetap diam, sepertinya memang kepencet. Tanpa ragu aku mengakhiri panggilan tidak jelas ini.

:::

Ini hari Rabu, artinya pelajaran olahraga menunggu di jam ketiga sampai lima. Semalam aku tidak bisa tidur setelah menyelesaikan Laporan Pertanggung Jawaban acara Seminar bulan lalu.

Semenjak ada jam tambahan aku nebeng Sheila terus, karna aku malas naik mobil sendiri. Saat sampai di kelas aku langsung membenamkan wajah dengan kedua tangan sebagai penyangga.

Sepertinya aku mengantuk, bel masuk masih setengah jam. Tidak masalah tidur sebentar

:::

Aidan melangkahkan kakinya memasuki kelas XI IPA 1, suasana sepi langsung menyambutnya. Harusnya ia tak perlu mendatangi Aira kalau cewek itu mengangkat telponnya.

"Ai—

"Sssstttt..."

Sheila dan Melody dengan kompak menyuruh Aidan diam. Mereka bertiga mengamati Aira yang tampak ketiduran. Sheila tau Aira tidak pernah tidur pagi, tapi akhir – akhir ini ia sering memergoki Aira tertidur saat sempat.

Melody juga tau bahwa sahabatnya sering membangunkan teman yang tidur dibawah jam sepuluh pagi, tapi sekarang sahabatnya itu yang melakukannya. Melody tidak boleh membangunkannya, kadang ia membiarkan Aira tertidur saat pelajaran dan ia menutupinya.

Sheila menatap Aidan sok santai, padahal hatinya jedag – jedug kayak lagi dugem. "Ngapain kesini?"

Pasti bukan cari gue

"Aira tidur?" Aidan bertanya sambil menunjuk Aira dengan dagunya.

Sheila mengangguk sebagai jawaban.

"Gue mau ambil LPJ, bisa tolong ambilin?"

Sheila mengangguk lagi dan mengambil tas Aira.

"Loh Aira yang ngerjain?!" suara Melody meninggi saat menanyakannya. Melody sudah siap ribut dengan Ketosnya, padahal masih ada Sekretaris satu dan dua. Tapi kenapa semuanya harus Aira yang mengerjakan?

Aidan mengangguk. "Dia yang minta, gue udah larang. Lagian Sheil—maksud gue Shenna nggak keberatan nyelesein LPJ sekalian. Tapi Aira ngeyel."

Sheila sempat kepedean Aidan salah nyebut namanya, biarkan saja Sheila melayang dengan harapan.

Melody berkacak pinggang, tatapan tajam dilayangkan pada Aidan yang siap memulai perang. "Terus anak kelas sepuluh buat apa?! Dia gak ngapa – ngapain?!"

"Dia sibuk persiapan Olimpiade Ekonomi."

"LO PIKIR AIRA NGGA SIBUK PERSIAPAN OLIM BIOLOGI?! LO PIKIR DEA DOANG YANG SIBUK, AIRA KADANG NGGA TIDUR SEMALAM. TIAP MALEM GUE PERHATIIN KAMARNYA, KADANG MASIH NYALA SAMPAI GUE SUBUHAN. LO HARUSNYA ADIL DONG, JANGAN PILIH KASIH!"

"Tenang, Dy. Nanti Aira kebangun." Sheila dengan sigap menenangkan Melody yang sudah mengibarkan bendera perang pada si Kutub Utara.

Melody dengan dada naik turun menahan amarah semakin menantang Ketua Osisnya itu. Anak kelas sudah banyak yang datang, tak sedikit yang terang – terangan menyaksikan drama dua anak Osis itu.

"Ngghhh," Aira mengerjapkan beberapa kali, matanya menyesuaikan cahaya.

Aidan yang melihatnya merasa gemas, kok ada anak SMA segemes ini saat bangun tidur.

Amarah Melody menguap begitu saja melihat Aira terbangun.

"Loh, Aidan. Bentar gue ambil LPJ-nya, tas gu—

"Udah ketemu, Ra. Gue pergi dulu ya."

Aira menatap kepergian Aidan, lalu melirik dua sahabatnya. "Kenapa kalian gak bangunin gue?"

"Aidan baru aja dateng kok, terus LPJ-nya udah di meja. Jadi tinggal diambil." Jawaban Melody mewakili kebohongan mereka berdua.

Padahal Sheila memerlukan perjuangan ekstra menemukan Laporan itu di tas Aira. Sheila baru tau, kalau selama ini Aira menanggung semuanya sendiri.

Aira menyiapkan semuanya sendiri.



















:::




Leave support sign, tap star and comment :)
Jadilah netijen yang baik dengan menaati peraturan diatas :3

Stay True, Stay DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang