• 𝐄𝐥𝐞𝐯𝐞𝐧𝐭𝐡 𝐦𝐞𝐞𝐭 •

126 19 1
                                    

People change, feelings fade, things go wrong, memories remain but life goes on.

-wen.




_________________________

Aku merasa nyaman saat sesuatu yang berat mengelus pelan rambutku, sesuatu itu seakan mengajakku untuk tetap tidur.

"Tidur lagi sayang, Mama disini."

Suara Mama menenangkanku, membuatku kembali memejamkan mata. Aku menikmati elusan itu, sampai aku tersadar

Mama sudah tiada.

"Sayang kamu gak apa – apa?"

Papa terlihat khawatir, napasku ngos – ngosan aku merasa badanku bergetar dan mataku berair. Ini bukan pertama kalinya aku merasakan semua ini. Cukup sering sehingga aku harus menguatkan hatiku bahwa Mama sudah tiada.

Ternyata tadi Cuma mimpi. Jujur aku merindukan Mama, elusan Papa meningatkanku pada Mama. Kapan aku bisa bertemu Mama? Mama pasti kangen sama aku, aku juga kangen sama Mama.

"Bangun sayang, sudah jam enam. Kamu tidak sekolah?" Papa berdiri menghadapku, beliau sudah mengenakan setelan kerjanya. Jarang – jarang Papa mau membangunkanku apalagi sekarang hari kerja.

"Papa berangkat dulu ya? Kamu sekolah yang benar, kalau ada apa – apa telpon Papa. Dadah sayang!"

Aku mencium tangan Papa sebelum beranjak ke kamar mandi. Gara – gara semalam aku jadi bangun kesiangan.

Jadi, kemarin setelah aku mengantar Leo—err namanya Leo kan? Sepertinya iya, argh lupakan anggap saja namanya Leo. Jadi, setelah aku mengantar Leo aku mampir ke Chatime dan main ke rumah Sheila sampai jam sebelas malam lalu pulang ke rumah dan mengerjakan PR sampai jam dua pagi.

Hoam, kenapa pagi ini terasa lebih dingin? Atau aku yang tidak sadar akan perubahan cuaca?


:::




"Bibi aku berangkat dulu ya!"

"Hati – hati ya, jangan ngebut!"

Aku mengiyakan dalam hati dan berjalan ke halaman rumah. Mobilku sudah disiapkan oleh supir pribadi Papa jadi aku tinggal memakainya.

Sebenarnya jarak rumah ke sekolah tidak terlalu jauh, tapi jalan menuju sananya yang suka macet tiba – tiba. Iya, tiba – tiba. Bukan hanya saat jam berangkat kerja atau pulang kerja. Tapi memang suka macet tiba – tiba.

Dan tiba – tiba itu sedang berlaku sekarang. Jadi mau tidak mau aku harus memutar jalan supaya lebih jauh dan terbukti lebih merepotkan.

Dengan kecepatan Batman mengejar hutang aku menjalankan mobil dengan hati – hati. Tapi kehati – hatianku tetap saja ada yang tidak hati – hati. Seperti adik kelas yang asal nyebrang didepan gerbang sekolah.

Dengan kesabaran selebar Danau toba aku hanya bisa ngerem mendadak. Mobil dibelakangku—yang berisi kakak kelas—malah memakiku, padahal bukan salahku. Tapi ya sudahlah anggap saja itu cobaan.

Aku mengambil kotak makan yang terjatuh gara – gara insiden tadi, untung saja tidak terbuka. Tapi tunggu dulu,

Apa ini?

Kalung siapa?

Kenapa ada disini?

Pertama, aku tidak suka memakai perhiasan.

Kedua, kalung Sheila dan Melody bandul kalungnya tidak berbentuk clef.

Ketiga, siapa yang menjatuhkannya disini?

Stay True, Stay DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang