• 𝐒𝐞𝐯𝐞𝐧𝐭𝐡 𝐦𝐞𝐞𝐭 •

228 22 0
                                    

Terjebak di dalam ilusi yang penuh intuisi, dan jalannya tak semanis ekspetasi.

hlv.





________________________


Kali ini Aira sedang duduk disalah satu kursi perpustakaan sekolahnya. Cewek itu terlalu bingung untuk melakukan apa sehingga dirinya terdampar di perpustakaan dengan tiga buah novel tebal, maklum makanan si Jenius kalo lagi gabut.

Aira masih serius dengan buku berjudul And Then There Were None milik Agatha Christie yang dibelinya minggu lalu sampai tak sadar Langit duduk disampingnya ikut membaca buku.

"Gak bosen baca gituan?"

Brak.

Aira terlalu terkejut sampai berdiri dan menggebrak meja. Setelah melihat Langit dia mengelus dada dan kembali duduk.

Langit menjangkau salah satu buku yang dibaca Aira. Dibacanya keras keras judulnya. "And Then There Were None ..."

Aira menyenggol sikut Langit, mengodenya supaya diam. Karna Aira tau pasti Bu Izha, Penjaga Perpustakaan pasti mengenalnya dan Langit. Secara Aira terlalu sering mengunjungi perpus untuk membaca dan Langit kebalikanya, cowok itu ke perpustakaan untuk menuntaskan hukuman yang diberikan guru jika dia melakukan kesalahan.

"Itu novelnya Agatha Christie." Aira kembali duduk dan merebut novel di tangan Langit.

"Ag-agatha siapa?"

Aira membuka halaman sembilan puluh tempat dia terakhir membaca. "Agatha Christie."

"Gue punya satu dirumah. Ceritanya keren."

Aira jadi tertarik mengobrol dengan Langit. Cewek itu memutar kepala menghadap Langit. "Seriously?"

"Iya. Yang ceritanya sepuluh anak Negro yang diundang ke pulau mewah kan? Gue udah baca lima kali. Dan baru ngeh pembunuhnya pas baca ke enam." Langit menunjukkan enam jarinya sambil tersenyum bangga.

"Well, gue baru baca sekali dan gue udah nebak dari awal pembunuhnya." Aira membuka halaman seratus dan melanjutkan bacaanya.

"Seandainya lo jadi salah satu orang itu lo mau gimana?"

"Seandainya kan? Berarti enggak." Aira menjawab datar.

Langit menggaruk belakang lehernya. Kadang ngomong sama orang pinter ngeselin.

"Btw, lo gak main basket lagi?"

Aira jadi ingat nilainya, dia mengangkat kepala menatap depan. "Nanti dirumah."

Langit hanya mengangguk - angguk. Lalu berdiri dan pamit keluar perpustakaan pada Aira.

■♡■

Brak

Bruk

Gubrak

"Mampus gayanya kegedean." Aira bergumam sambil mencari kemana bola basketnya lari.

"Dimana sih?" Aira mencari di sekitar tanaman dekat pagar. Dan gak ketemu.

Dia melanjutkan pencarian ke luar pagar rumahnya. Matanya menyapu seluruh halaman depan rumah dengan cermat. Dan menemukan bola itu tergeletak di depan rumah Melody.

"Odyyy! Bola gue,"

Melody yang menemukan bola nyasar itu hanya memainkan bola basket Aira sembari menunggu Aira berjalan mendekatinya.

Stay True, Stay DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang