• 𝐅𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐦𝐞𝐞𝐭 •

1.3K 83 5
                                    

Kita memang tak bisa menyiasati pertemuan. Usia bisa menggambar pelukan demi pelukan. Tanpa bingung mempertegar lekuk bayangan.

cak



____________________________



"Ra, Aira, psstt."

Aira menengok, satu alisnya terangkat.

"Melody Rainya! Jangan menyontek!" Gadis yang dipanggil Melody merutuki dirinya. Jangan salahkan dirinya jika nilainya jelek.

"Mampus lo!" bisik seorang gadis disamping Melody. Melody melotot kemudian kembali mengerjakan asal. Sesekali dia menggerutu soal yang terlalu sulit, atau memang Melody yang tidak mengerti?

"Gue sumpahin besok gue phobia fisika dan kawan - kawannya." Gerutunya sambil menggigiti pensil. Gadis yang tadi mengejeknya tersenyum miring. "Makanya belajar. Percuma kalo lo cuma main musik, padahal di musik 'kan ada tangga nada dan pelajaran tangga nada ada di fisika juga." Ucapnya berbisik pada Melody.

Melody berdecak. "Sheil, lo diem aja. Emang lo bisa ngerjainnya?"

"Seenggaknya gue udah berusaha." Balas Sheila cuek. Meskipun dalam lubuk hatinya dia mengamini doa Melody tentang phobia Fisika dan kawannya itu.

"Melody! Sheila! Jangan mengobrol saat ulangan!" Peringat Bu Aya.

Jam sudah menunjukkan pukul 09.50 artinya sepuluh menit lagi bel istirahat berbunyi. dengan ogah - ogahan Melody menuliskan jawabannya asal.

Krriiiiiiiiiinggggg!

Semua bersorak senang, surga dunia sudah menanti. Melody bernapas lega sebentar lagi dia terbebas dari neraka Bu Aya---guru Fisikanya.

Bu Aya berdiri dari kursi kebangganya. "Aira, tolong kumpulkan terus taruh di meja saya sekarang." Lalu beliau keluar kelas.

Aira melakukan tugasnya sebagai murid rajin. Dia mengumpulkan lembar jawaban ulangan tadi.

Seorang siswa mendekati Aira dengan gaya angkuh. "Ra, mana jawaban lo?" Ucapnya dengan nada memaksa.

Aira tidak menggubrisnya, dia kembali mengumpulkan kertas sesuai urut absen.

Lelaki itu mendekati Aira mencekal tangan gadis itu yang akan mengambil selembar kertas. "Siniin jawaban lo!" Lelaki itu menarik kertas yang sudah Aira kumpulkan ditangan. Kertas beterbangan dan teracak berantakan dikelas.

Aira memandang sekeliling. Semuanya seakan slowmotion. Pandangannya teralih pada lelaki tadi. Dia menatap datar. Meski dari tadi dia tidak menggubris lelaki itu, bukan berarti tidak berani. Hanya saja dia tidak suka membuang waktu untuk hal tidak penting.

Lelaki itu tersenyum miring. "Lo punya telinga 'kan?"

Aira balik menatap lelaki itu. "Punya, nih kalo mau lihat." Aira menunjuk telinganya.

Amarah lelaki itu tersulut, niatnya tadi hanya ingin menukar jawaban Aira dengan miliknya justru membuatnya terpancing amarah.

"ARDI!!"

Dengan mata menyalang Sheila menghampiri Aira dan Ardi. "Udah gue bilang nggak usah gangguin Aira lagi!!" Ucapnya dalam sekali tarikan napas.

Ardi tidak peduli. "Makanya kalo jadi orang pinter jangan pelit." Tunjuknya pada Aira.

"Makanya kalo sekolah belajar biar nggak nyontek mulu kerjaanya!" Balas Aira.

Ardi berlalu dari hadapan mereka. Sheila membantu Aira mengumpulkan kertas yang dibuat berantakan oleh Ardi.

"Thanks, Shei." Aira berucap setelah semua kertas terkumpul. "Gue mau ngumpulin ini dulu. Kalo lo mau ke kantin duluan aja nggak pa - pa."

Sheila mengangguk. "Nggak deh. Gue males liat cowok macem Ardi yang hobinya bikin onar."

Aira tersenyum penuh arti. "Bukannya lo juga tipikal murid begituan?"

"I-iya sih, tapi kan dia itu nyebelin banget. Lo udah lupa dari kelas sepuluh dia gangguin lo mulu."

"Tapi gue nggak pa - pa kok, dia cuma nyontek doang. Selama nggak pake fisik sih nggak masalah buat gue."

Sheila berdecak. "Ra, dengerin gue, jangan biarin dia berlaku seenaknya sama lo. Hari ini cuma nyontek, tapi kita nggak tau besok. Bisa aja dia pake fisik gitu."

Aira menyentuh pundak Sheila, mengelusnya lembut. "Selama hari ini baik - baik aja, nggak masalah. Nggak usah parno gitu sama Ardi, itu cuma pikiran lo aja. Lagian tuh cowok suka sama lo kok,"

"Ra! Lo punya otak jenius dipake dikit napa sih?! Nggak usah ngarang! Gue nggak suka dia! Dia juga nggak suka gue!" Sheila benar - benar tidak mengerti jalan pikiran Aira. Gadis bertubuh semampai itu berdecak.

"Gue nggak ngarang, dia sempet naruh surat cinta di laci lo waktu kelas sepuluh. Hari ke dua puluh satu." Aira menikmati ekspresi gadis dihadapannya sebelum melanjutkan. "Tapi gue nggak sebodoh itu untuk menyadari perasaan lo. Jadi gue ngambil surat cinta itu dan nyimpen sampe sekarang. Dan berharap Ardi nggak pernah tau perasaan lo sama dia."

Sheila ingin lompat ke sumur detik itu juga. "Ra, percuma IQ lo 150, dipake buat mikir logika dikit napa. Ardi nggak suka sama gue. Dan gue. Nggak. Suka. Sama. Dia." Sheila mengucapkannya dengan penuh penekanan.

"Terserah deh, gue banyak kerjaan."






:





And then im back with new story. Kenalan dulu sama Si Jenius Ayriana Airysh. Si Gila musik Melody Rainya. Si Populer Sheila Aurora.

Cowoknya belum keluar kok, sabar besok mereka hadir. Sekian.

Jan lupa vomment masih dibutuhkan.


Queen Abstrak

Stay True, Stay DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang