23

19.6K 3.6K 464
                                    

Soonyoung menarik tanganku sampai parkiran mobil yang terletak cukup jauh dari tempat minum alkohol tadi. Tandanya, dia udah menarikku hampir lima menit. Jangan lupakan tentang dia punya langkah panjang dan cepat serta cengkraman kuat di pergelangan tanganku.

Hasilnya, menyakitkan.

Dia berhenti tepat di samping kanan mobilnya. Walau pergelangan tanganku rasanya perih, anehnya aku nggak protes. Aku cuma diam.

"Argh!" Soonyoung melepas cengkraman tangannya lalu mengacak rambutnya frustasi. Aku cuma bisa menunduk sedikit takut.

"Mau sampai kapan kau seperti ini? Mau sampai kapan kau terus membuatku khawatir?" tanyanya dengan suara rendahnya. Aku makin menunduk. "Jawab, Sera."

"I-Itu..." Duh, rasanya seperti maling yang baru aja ketangkap basah mencuri. Astaga. "M-maaf, awalnya aku nggak ada niatan buat minum, t-tapi Jungwoo d-diaㅡ"

Aku tersentak. Ini...apa?

"Persetan, aku tidak peduli kau mau minum berapa botol. Bukan itu masalahnya, Ser. Bukan."

Aku bisa merasakan tangan besar Soonyoung mengusap kepala belakangku lembut. Di dalam dekapannya, aku hanya bisa diam mematung.

Jantungku menggila.

"Bagaimana bisa kau duduk dengan salah satu brengsek yang sudah menjadikanmu taruhan, minum bersama lalu tersenyum sambil berkata, 'ya, aku baik-baik saja'? Kau gila Sera. Tidak ada yang baik-baik saja."

Aku masih diam sambil berusaha menahan air mataku. Jangan lagi nangis di depan Soonyoung untuk yang kedua kalinya. Jangan!

"T-Tapi aku nggak apa-apa. Si brengsek tadiㅡmaksudku Jungwoo, aku tau niatnya nggak seburuk itu, tapiㅡ"

"Apapun niatnya, dia tetap salah," potongnya, kali ini dengan suara sedikit melunak. "Seraㅡ"

"Tunggu sebentar."

Aku menahan tubuhnya yang hampir aja melepas pelukannya. Mataku terpajam sambil meremas kemeja hitam Soonyoung agak kuat.

"Seraㅡ"

"Jangan lihat! Aku mau nangis," kataku sambilㅡdengan lancangㅡmembenamkan kepalaku di dadanya. Seiring dengan elusan tangan Soonyoung di kepalaku, air mataku pun jatuh dengan lancarnya.

"Menangislah, Sera. Jangan tersenyum seperti tadi. Aku tahu ini berat."

Sialan, air mataku malah nggak bisa terkontrol dengan baik. Huft.



Soonyoung

"Kau serius tidak mau ikut?" tanyaku. Sera menggeram kesal.

"Tanya lagi aku kasih piring cantik mau?"

Aku tertawa. "Oke oke, kalau begitu tunggu disini. Jangan kemana-mana."

"Hm."

Aku meninggalkan Sera dan makanan ringan yang sengaja dia beli untuk menemaninya di dalam mobil. Yeah, siang ini paman Kim mengajakku bertemu di rumahnya. Seperti dugaanku, Sera menolak mentah-mentah untuk bertemu papanya. Perempuan itu masih marah.

"Oh, sudah datang?"

"Bagaimana kabarnya, paman?"

"Baik. Duduklah."

Paman Kim mempersilahkan aku duduk di seberangnya, di ruang tamu. Setelah ditinggal Sera berminggu-minggu, kurasa tidak nampak raut kesedihan di wajahnya. Dia sedang berakting atau tidak, hanya dia dan Tuhan yang tahu.

"Sera mana?"

"Ah dia..." Aku berpikir sebentar, mencari alasan.

"Masih marah rupanya," potong paman Kim sambil tertawa. Aku hanya diam. "Bulan depan ujian kelulusan kan?"

"Ah," aku tersentak. Kenapa aku bisa lupa kalau Sera akan menempuh ujian kelulusan? "Iya."

"Apa kau serius mengajar Sera? Kulihat nilainya masih gitu-gitu aja."

Aku tidak bisa menjawab. Nyatanya, aku memang lebih sibuk menjaga Sera daripada mengajarinya matematika dan kawan-kawannya.

Gezzz.

"Maaf."

"Kwon," paman Kim memanggilku pelan. Aku mengangkat wajah agar bisa menatapnya. "Memang sulit. Kau harus jadi guru sekaligus jadi kakak untuk Sera. Kau harus mengajari dan melindungi Sera untukku."

"Bukan seperti itu, paman. Ini tidak sulit. Sera bukan beban, sungguh. Aku hanya..."

Hanya...

Melupakan semua tugas yang telah diberikan paman Kim. Setiap bersama Sera, aku hanya ingin menghabiskan waktu berdua tanpa buku dan sekutunya.

Dosakah?

"Aku akan mengirim Sera ke luar negeri untuk melanjutkan kuliahnya, jadi dia harus lulus tahun ini. Bantu dia."

***

unpub ae gimana hnnggg

Om Soonyoung✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang