16

20.6K 3.6K 57
                                    

Sera

Lima belas menit sebelum Soonyoung dilarikan ke rumah sakit...

Minggu sih hari favoritku. Biasanya. Tapi sekarang beda.

Aku terus mengurung diri di kamar, takut beranjak dari ranjang. Lebih tepatnya, takut bertemu dengan Soonyoung. Takut kalau dia benar-benar memulangkan aku ke rumah. Takut kalau dia masih marah. Takut kalau aku nangis lagi di depan dia.

Ck!

Tapi aku lapar. Sekarang udah jam makan siang dan aku masih berada di atas ranjang ranjang. Aku pingin makan.

Astaga, begini banget hidup aku.

"Oke, sekalipun si sipit nyeret aku sampai tanganku putus, aku nggak bakal pulang dari sini! Ini bukan karena aku betah tinggal sama dia. Aku nggak mau tinggal sama papa lagi," monologku.

Sumpah, ini bukan karena aku pingin tinggal sama dia terus. Aku cuma malas ketemu papa lagi.

Setelah mengumpulkan segala energi positif, aku pun memberanikan diri untuk beranjak dari kasur lalu keluar dari kamar.

Sepi. Bahkan sampai aku berjalan di dapur pun keadaan masih sepi. Nggak ada tanda-tanda kehidupan Soonyoung.

Dia kemana?

Aku membalikkan badan, takut dia berdiri horor di belakangku seperti kemarin. Dan yeah, dia nggak ada.

"Om sipit?" panggilku ragu. Rasa laparku mendadak lenyap entah kemana. "Kwon?"

Masih belum ada sahutan.

Aku berjalan mendekati kamarnya lalu mengetuk pintunya sedikit ragu.

"Kau di dalam?"

Krik. Nggak ada jawaban.

Tuhan, maafkan aku kalau pintu kamar Soonyoung tiba-tiba aku buka dengan sengaja. Bukannya aku lancang, aku cumaㅡterlambat. Pintunya udah terbuka karena ulahku.

Dari ambang pintu aku bisa melihat Soonyoung tergeletak di atas ranjang dengan selimut menutupinya hingga leher. Astaga dia masih tidur?!

"Pura-pura atau beneran tidur?" tanyaku dari ambang pintu. Kwon Soonyoung nggak bergerak sedikitpun. Dia masih tidur dengan nyenyak.

"Kwon," Aku yang kesal akhirnya menghampirinya lalu mengguncang tubuhnya pelan. "Bangun, udah siang."

"Hnnng."

Dengan mata tertutup dia hanya meracau sambil mengerutkan alisnya beberapa kali. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh.

"Soonyoung! Kau masih sakit?" kataku sambil terus mengguncang tubuhnya. Aku yang panik karena nggak mendapatkan respon apapun akhirnya memberanikan diri menyentuh jidatnya yang basah akibat keringat.

Aku berani taruhan, kalian bisa membuat telur mata sapi di atas jidatnya. Gila, dia demam tinggi!

🔸🔸🔸

Aku menggigiti kuku tanganku berulang kali. Demi neptunus, bahkan setelah ambulan membawa Soonyoung ke rumah sakit, aku masih takut. Bahkan tanpa kusadari air mataku leleh begitu saja. Bagaimana kalau aku terlambat menyelamatkannya? Bagaimana kalau sakitnya parah? Bagaiㅡ

"Walinya pak Kwon Soonyoung?" tanya seorang dokter. Aku refleks mengangguk.

"Gimana, dok? Dia baik-baik aja kan?"

"Pak Soonyoung mengalami typhus. Dia harus menjalani rawat inap disini sampai pulih."

Aku sontak memijat pelipisku yang tiba-tiba saja berdenyut. Typhus? Astaga Kwon Soonyoung! Tangisku sontak pecah begitu aja. Dokter setengah baya di depanku jadi kelimpungan sendiri.

"Nak, jangan nangㅡ"

"Harusnya aku nggak ngulur waktu buat masuk kamar dia, dok! Nggak, harusnya aku bawa dia ke rumah sakit sejak kemarin! Harusnya aku nggak pergi ninggalin dia," kataku sambil terisak.

Aku sendiri juga nggak tau kenapa rasanya harus sebersalah ini menyaksikan dia kesakitan. Aku merasa kalau semua ini salahku.

Andai kemarin aku nggak keluar dengan Jaemin. Andai kemarin kita nggak bertengkar. Andai tadi pagi aku langsung melesat ke kamarnya.

Terlalu banyak kata andai.

"Dia baik-baik aja, kamu belum terlambat menyelamatkannya."

Kalimat dokter itu belum sepenuhnya menghiburku. Aku menatap dokter dengan sisa-sisa airmataku.

"Apa aku boleh melihatnya, dok?"

🔸🔸🔸

Aku menyaksikan wajah pucat Soonyoung dengan penuh rasa bersalah. Setelah dokter mengizinkanku menengok Soonyoung, aku buru-buru menelepon Eunbin agar dia tau kondisi kakaknya.

Harusnya sih dia udah sampai, tapi mungkin jalanan sedang macet, makanya dia terlambat. Hhhh, aku malas berspekulasi.

Cukup lama aku terdiam, aku pun memutuskan untuk duduk di sofa seberang ranjang Soonyoung sambil terus menatap wajah pucatnya, berharap dia segera sadar. Yah, setidaknya rasa bersalahku bisa berkurang sedikit kalau dia udah membuka mata.

Sayangnya, sampai waktu berjalan hampir satu jam pun, dia masih betah menutup mata.

Aku memejamkan mataku perlahan sambil terus berdoa pada Tuhan agar Soonyoung sadar dari tidur singkatnya. Berharap ketika membuka mata nanti, dia mau memaafkanku. Berharap ketika bangun nanti, dia masih sudi melihat wajahku berkeliaran di apartemennya.

"Maaf. Maafkan aku, Kwon Soonyoung."

🔸🔸🔸

Apa sih sera menye bgt astagaaaa:(

Om Soonyoung✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang