[24]

105 16 4
                                    

Sebulan sudah Minghao, Meini dan Meina berada di rumah sakit untuk menjaga Jun. Tapi tidak ada perkembangan dari kondisi Jun. Itu membuat Minghao dan Meini resah sekaligus khawatir dengan keadaan Meina yang semakin mengkhawarkan.

"Jun-ah, ini sudah sebulan. Kenapa kau tidak sadar juga ?? Apa aku harus ikut koma dulu biar aku bisa menjemputmu kembali dan sadar ?? Jun-ah, cepat bangun !!" Meina mengguncang - guncang tubuh Jun yang diam di atas kasur.

Meini berusaha menenangkan Meina agar mau berhenti mengguncang - guncang tubuh Jun.

"Tenangkan dirimu Mei-ya ! Jun pasti akan segera sadar." Kata Meini.

"Tapi kapan ?? Ini sudah hampir sebulan dan belum ada tanda - tanda dia akan sadar. Ini benar - benar membuatku gila." Meina menjambak rambutnya sendiri dengan kuat.

Meini memeluk kakak kembarnya sambil menangisi depresi kakaknya yang semakin parah. Tidak ada yang bisa dia lakukan pada Meina. Pikirannya hanya terarah pada Jun. Tidak ada yang bisa menyembuhkan Meina selain Jun harus kembali sadar.

Meini terus memeluk Meina sampai dia terlihat lebih tenang. Ketika Meina sudah sedikit tenang dengan ragu dia melepaskan pelukannya. Membiarkan Meina terjatuh di kursi yang menghadap ranjang Jun.

Pandangan Meina kosong melihat ke arah tangan Jun. Dia diam beberapa saat untuk memandangi lelaki yang diam sejak sebulan lalu. Lelaki yang sudah menghilangkan akal sehatnya.

"Jun-ah.. Aku ingin bercerita lagi. Semoga ceritaku ini tidak membosankan dan membuatmu semakin tidak ingin bangun." Meina diam sesaat untuk menghirup udara.

"Dulu aku punya mantan seorang playboy. Dia pacar pertamaku yang memberikan bekas luka paling dalam untuk pengalaman pertama pacaranku. Karena itu aku sangat playboy dan kau. Ketika aku tau kau suka tebar pesona pada banyak perempuan, aku semakin tidak menyukaimu. Mau kau mengejarku seberapa kuat pun, aku tidak akan menyukaimu. Aku hanya ingin membalaskan dendamku pada orang - orang seperti dia. Termasuk kau."

Meina bercerita dengan wajah datar. Tapi Meini bisa merasa sakit mendengar cerita Meina.

Beberapa saat terdiam. Meina terkekeh sedikit. "Aku taruhan pada diriku sendiri jika aku pasti tidak akan jatuh ke tangan playboy lagi. Aku bertekat untuk balas dendam. Jika sampai aku suka lagi dengan playboy, maka aku akan membiarkan playboy itu mempermainkanku. Aku sungguh bodoh bukan ?!"

"Aku membencimu yang membuatku dan adikku sebagai taruhan. Tapi ternyata aku sendiri juga sudah melakukan taruhan dengan diriku sendiri." Meina menggenggam tangan Jun lagi. Menaruh tangan itu di pipinya.

"Apa ini balasan untukku yang berniat balas dendam ? Sampai sekarang, aku menerima sesuatu yang lebih menyakitkan dari sakit hatiku dulu."

Dari belakang Meini berusaha sekeras mungkin agar tidak menangis. Minghao sedang tidak ada di dekatnya. Tidak ada yang membantu Meini untuk menahan air matanya ketika mendengar curahan Meina terdengar menyakitkan untuk dirinya.

"Ternyata melakukan sesuatu dengan maksud tertentu, tidak akan menghasilkan apapun sesuai harapan. Kau mempertaruhkanku untuk bisa mendapatkanku, sehingga kau harus berjuang lebih keras dari yang seharusnya karena aku tau taruhanmu. Sedangkan aku bertaruh pada diriku sendiri agar aku tidak akan mau menyukai seorang playboy bahkan akan membalaskan dendamku. Hingga sekarang ternyata aku sudah jatuh lagi. Sungguh ironi." Meina menyamankan posisi tangan Jun yang sekarang ada di pipinya.

"Lihatlah luka sobek di tanganmu sudah tertutup. Ternyata tanganmu sungguh halus untuk seorang pria. Aku jadi suka merasakannya walau sekarang terasa dingin." Senyum sendu Meina.

"Aku ingin tangan ini bergerak sendiri menyentuh pipiku. Jadi ku mohon sadarlah sekarang. Aku menyukaimu, Wen Junhui."

Sesaat setelah Meina mengucapkan itu, ada yang bergerak di area wajah Meina. Meina melebarkan matanya merasakan gerakan kecil di pipinya. Dia semakin menguatkan pegangan di tangan Jun yang mulai memberikan pergerakan kecil.

"Jun.. Jun-ah, kau sadar !" Semangat Meina. Dia berdiri untuk melihat Jun yang akan membuka matanya.

Meini ikut bersemangat. Namun mesin pendeteksi jantung membuatnya sedikit gusar. Tidak ada pergerakan lagi setelah yang dirasakan Meina. Meina masih tetap menunggu Jun sadar. Tapi Jun tidak kunjung membuka matanya.

Ini semakin mengkhawatirkan. Jun tidak bergerak lagi. Tapi jantung Jun berdetak tidak normal. Naik turun dengan sangat ekstrim. Meina kembali mengguncang - guncang Jun dengan kuat. Sedangkan Meini berusaha memanggil dokter dengan tombol di tempat tidur. Sampai suara itu menghancurkan semuanya.

Niiittt...

"JUN !! JUN !! JANGAN BERCANDA !!! INI TIDAK LUCU. JUN BANGUN !!" Teriak Meina semakin kencang.

Meini terus menekan - nekan tombol itu, tapi tidak ada hasilnya. Dia pun berniat berlari memanggil dokter sampai Minghao muncul di depan pintu.

"Cepat panggil dokter ! Jantung Jun berhenti. Cepat hao-ya !!" Cemas Meini.

"DOKTER !!!" Minghao kembali meninggalkan kamar itu dan berlari dengan mencari dokter untuk Jun.

"JUN BANGUN !!! PLEASE !! KALI INI BERCANDAMU TIDAK LUCU ! JUN..." Meina menangis memeluk Jun. Tidak peduli dengan apapun lagi. Meina menimpa tubuh Jun dan memeluk tubuh dingin itu dengan erat.

Cup

Meina mencium Jun tepat di bibirnya. Tidak terlalu lama sampai Meina mulai kehilangan kesadaran.

"Sadarlah Jun." Ucap Meina lemah. Akhirnya pingsan di atas tubuh Jun.

°•♡•°

Next chapter >>
      
       
       
"Tunggu saja."
        
        
       
"Sekarang kami ingin membuatmu memilih.."
       
      
       
"Jadi sekarang aku harus apa ??"

°•♡•°

Akhir tragis kah ??

Jawabannya akan diketahui besok 😉
Jangan lupa vomment yorobun
Bye~

Bet Love [Jun & The8 Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang