[10]

116 13 12
                                    

"Imei-ya !!" Minghao memanggil Meini yang tak jauh darinya. Bersamaan dengan banyaknya buku - buku yang dia bawa seperti biasa.

Tapi Meini tidak mendengar panggilan Minghao. Dipanggil dan dikejarnya lagi Meini. Namun Meini masih belum menggublisnya. Minghao menepuk pudak Meini, gadis itu melirik sebentar lalu mengabaikannya lagi.

Minghao sedikit aneh. Apa aku salah memanggil orang ?

Minghao mensejajar dirinya dengan orang yang dia kira Meini itu. "Apa kau Meina ? Saudara kembarnya Meini." Tanya Minghao.

Meini mengalihkan perhatiannya sebentar. Ternyata dia tidak bisa membedakan aku dengan Meina. Kecewa Meini.

"Nde. Aku Meina. Darimana kau tau ?"

"Temanku, Wen Junhui yang memberitahu. Kau pasti tau Jun bukan ? Namja yang menyusahkan itu."

Meini tidak bereaksi sama sekali. Dia hanya bertemu Jun sekali dan dia belum tau bagaimana kepribadiannya.

"Sini biar ku bantu." Minghao mengambil setengah dari buku yang di bawa Meini.

"Untuk apa buku sebanyak ini ?" Tanya Minghao.

"Ini punya Meini. Aku hanya membantu." Jawab Meini.

"Meini itu rajin ya. Ceria juga. Sepertinya aku tertarik dengan kembaranmu itu." Jantung Meini berdegup cepat mendapat pernyataan suka itu.

Tidak boleh.. Aku tidak boleh berdebar karena orang seperti mereka. Ingat taruhan itu. Tekat Meini.

"Nde. Dia memang rajin. Tapi aku tidak bisa membiarkanmu mendekati adikku dengan mudah." Kata Meini. Mengikuti cara bicara kembarannya itu.

"Tidak masalah. Aku akan berusaha. Jadi Imei-ya, buku ini harus ku taruh di mana ?" Tanya Minghao setelah mereka sampai di perpustakaan.

Meini yang merasa namanya dipanggil langsung terkejut.

"Kau tidak perlu berpura - pura. Aku tau itu kau, Imei-ya. Kau tidak bisa meniru gaya kakakmu yang keras itu. Walau kita baru mengenal, tapi aku tau sedikit kepribadianmu." Jelas Minghao. Dia menaruh buku - buku itu di atas meja peminjaman buku. Diambilnya juga buku yang ada di tangan Meini.

Tampaknya Meini masih shock karena aktingnya gagal. Tidak salah juga. Dia ada dijurusan sastra, berbeda dengan kakaknya yang ada dijurusan teater. Jika dia tidak bisa akting berarti bukan salahnya juga.

"Duibuqi (Maaf), Minghao-ya karena membohongimu." Ucap Meini. Rasa bersalah merasuki dirinya. Padahal dia merasa ini bukan sepenuhnya salah dia. Dari awal dia tidak ingin menemui Minghao lagi karena alasan taruhan.

"Mei guanzi (Tidak apa - apa)."

"Tapi aku tidak bisa menerima pernyataan tertarikmu tadi." Cepat - cepat Meini menolak perkataan Minghao sebelumnya itu.

Minghao mengerutkan kening. Sedari tadi dia berusaha keras hanya untuk mengatakan tertarik. Tapi tanpa pernyataan resmi dia sudah ditolak. Pikiran itu membuatnya kesal. Tapi dia tidak bisa marah karena hal sepele ini.

"Weishenme (Kenapa) ?" Minghao mengontrol emosinya dengan baik.

"Aku tidak mau berhubungan dengan orang yang membuatku dan kakakku menjadi bahan taruhan." Ucap Meini meninggalkan Minghao dengan membawa beberapa buku untuk ditaruh di rak.

Minghao berpikir sesaat. Lalu menyusul Meini yang meninggalkannya. "Kau mendengar taruhan itu ?!"

"Kalau aku tidak mendengarnya, tidak mungkin aku tau bukan. Tidak mungkin juga kau dan temanmu Jun itu memberitahu. Sekarang kau bisa pergi ? Aku harus bekerja." Usir Meini terang - terangan.

Bet Love [Jun & The8 Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang