Aku tidak tahu bagaimana bisa berakhir di bar yang sama dengan minggu lalu. Akhir pekan itu adalah pertama kalinya aku datang kemari. Sejujurnya tidak ada yang menarik dari bar pinggiran itu. Musik yang biasa-biasa saja. Pelayan yang tidak terlalu cantik. Tetapi entah mengapa aku menemukan kehampaan ketika aku mengunjungi bar-bar yang biasa kunjungi, hingga pada akhirnya aku berakhir di tempat yang sama dengan tempat pertama kali aku bertemu Natalie. Pasti ada sesuatu di tempat ini.
Gadis yang sama juga melayaniku malam ini. Aku tidak melewatkan bagaimana dia berkedip, mengerling, dan menggoyangkan pinggulnya padaku. Tapi aku telah kehilangan gairahku. Gadis ini tak akan cukup untuk meredam hasratku. Aku meniduri dua wanita minggu ini. Sungguh bukan satu kebiasaanku, meniduri lebih dari satu wanita di minggu yang sama. Tapi gairahku menggebu-gebu dan aku masih saja belum terpuaskan.
"Kau yakin tidak mau makan sesuatu?" tanya gadis pelayan itu dengan gaya menggoda.
Aku menatapnya dan mendekatkan tubuhku. Aku bisa melihatnya tak berkedip, menelan ludah, dan hampir berliur di kakiku. "Siapa namamu?"
"Um, Tara."
"Baiklah, Tara. Bagaimana dengan minuman lagi? Aku sungguh butuh alkohol malam ini. Dan buat itu jadi dobel."
Tara menjilat bibir ketika wajahku mendekat. Tapi dia bermimpi jika ingin aku menciumnya. "Bourbon lagi?"
"Yeah,"
"Ada lagi?"
"Ada." Kemudian aku mendekatkan bibirku di telinganya. "Bawakan dengan cepat." Aku memundurkan kepalaku dan menatap tanpa minat padanya.
Tara sepertinya paham karena wajahnya sudah merah padam, lalu melesat ke meja bar dan bicara pada barista.
Aku menenggak alkohol yang tersisa di gelasku. Aku tak mengerti apa yang terjadi pada diriku. Minggu ini seharusnya menjadi minggu kemenanganku. Tapi mengingat penolakan Natalie membuat seluruh pencapaianku tidak berarti apa-apa. Aku belum mendapatkannya. Aku harus mendapatkannya.
Sial, harusnya aku memaksa soal mengantarnya pulang atau soal nomor teleponnya. Sekarang aku tidak punya haapan selain menunggunya dan berharap dia memilih bar ini untuk ke sekian kalinya.
"Dobel," kata Tara yang membawa pesananku. "Ada lagi? Makan?"
Aku tidak tahu mengapa ia terus-menerus menawariku makan. Aku menggeleng dan melambai tak acuh padanya. Aku menenggak cepat satu sloki pertamaku. Panas merayap di kerongkonganku. Alkohol barcampur dalam pembuluh darahku. Kepalaku penuh dengan Natalie. Ciuman kami, orgasme kami, percintaan kami.
Percintaan? Oh, astaga. Aku mulai menggelikan. Harusnya itu sekedar seks.
Tapi, brengsek. Aku tidak pernah bermain dengan wanita sepanas dia.
Bel terkutuk itu berbunyi lagi. Bar ini punya alarm di bagian pintu, menandakan jika ada pengunjung masuk. Musik tidak terlalu mendominasi di sini―yang membuatku mempunyai alasan kuat kenapa bar ini tidak terlalu ramai. Sialnya, suara bel itu mengalihkan perhatianku setiap kali berbunyi. Berharap seseorang masuk melewati pintu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Night to Regret
Romance√ Completed √ - N O V E L L A - Bagaimana bisa sebuah kebetulan terjadi di malam yang paling menyebalkan bagi Natalie? Ia bertemu dengan pria paling menarik seumur hidupnya. Tampan, penuh pesona, dan semua kepribadiannya adalah cerminan dari fantasi...