#13

11.4K 994 25
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat pukul tujuh dan langit mulai menunjukkan tanda-tanda senjanya, Nate mengantarku pulang dengan taksi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat pukul tujuh dan langit mulai menunjukkan tanda-tanda senjanya, Nate mengantarku pulang dengan taksi. Pria itu betul-betul tidak kembali ke kantor dan membuatku merasa bersalah karenanya. Seharusnya Nate punya urusan sendiri yang harus diselesaikannya, bukan menemaniku sepanjang sore hanya untuk mendengar ocehan patah hatiku yang membosankan.

"Nate?" panggilku saat kami berada di bagian belakang penumpang. Nate tidak lagi mengenakan mantelnya yang penuh pasir. Ia hanya mengenakan kemeja putihnya yang ia buka dua kancing teratasnya dan ia gulung kedua lengannya sampai siku. Kulit wajahnya yang terbakar sama sekali tidak merusak penampilannya. Sungguh tidak adil ketika dia masih begitu tampan, sementara aku terlihat seperti―yah, setidaknya lebih baik setelah menghilangkan maskara, yang berarti juga menghilangkan seluruh riasan.

"Hm?" Nate mengalihkan pandangan dari jalanan padaku. Setelah dipikir-pikir dan setelah sepanjang sore bersamanya, dia sama sekali tidak terlihat brengsek.

"Trims," cicitku.

Nate tersenyum jahil, menyandarkan punggungnya ke jok penumpang, dan mengerling. "Ya. Sama-sama. Aku juga menikmati waktu santaiku meski aku harus terbakar matahari."

"Apakah aku harus membayar untuk itu?"

"Kau hanya perlu berjanji untuk tidak menangisinya lagi. Karena setelah ini kita akan berpisah. Aku tidak bisa menghiburmu."

Aku tidak yakin bagian mana dari sore hari kami yang dimaksud dengan menghibur. Nate terus-menerus menjelek-jelekkan Greg yang kuperkirakan karena persaingan dalam perusahaan―itu sama sekali tidak masuk akal. Greg memang selalu mendapatkan apa saja dengan susah payah, seharusnya Nate mengerti tentang itu dan tidak mengubur kedengkian. Lagipula dia hanya membelikanku hamburger dan soda, merelakan mantelnya untuk alas bokongku, dan memelukku. Yah, mungkin itu bagian baik dari dirinya. Ia membiarkanku menangis tanpa perlu bertanya kapan aku akan selesai dengan ini. Bagaimanapun aku merasa lebih baik, meski aku tidak bisa menghentikan diriku mengecek ponselku, berharap Greg menyesal karena melakukan kesalahan. Tapi, tidak. Masalahnya ada pada diriku.

Mungkin aku bisa memintanya kembali?

"Jangan pernah berpikir begitu," tukas Nate.

"Apa?"

Another Night to RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang