1.7 - ᴍᴏᴍᴇɴ ʙᴇʀᴅᴜᴀ (1)

1.3K 181 15
                                    

  Sebenarnya, Sejeong masih bisa merasakan betapa pusingnya kepala dia. Tapi, dia gak bisa terus-menerus merepotkan Doyoung setelah insiden tadi. Yah~ sekarang mereka udah gak di klub, mereka berada di depan minimarket terdekat. Sekedar menghilangkan rasa mabuk Sejeong dan menyembuhkan luka Doyoung.

  Sejak 15 menit yang lalu, Sejeong tak henti-hentinya mengucapkan rasa bersalahnya pada Doyoung. Sumpah, dia ngerasa gak enak. Dan dia sedikit menyesal karena membiarkan pria brengsek tadi pergi begitu saja.

"Udah beli obat lukanya?" tanya Doyoung sesaat setelah Sejeong yang keluar dari apotik terdekat.

"Udah.. " jawab Sejeong.

"Sama obat buat ngilangin mabuk juga 'kan?"

"Iya.. "

  Doyoung menengadahkan tangannya, bermaksud meminta obat lukanya dari Sejeong. Tapi, Sejeong menolak dengan menarik kursi kosong ke kursi samping Doyoung. Dia mengeluarkan obat luka itu dari plastik putih.

"Biar gue aja yang ngobatin. Gue masih ngerasa bersalah sama lo." ujar Sejeong menyiapkan obat luka dan sebuah cotton bud. Dia bersiap untuk membantu Doyoung mengobati lukanya.

"Eh.. gak usah, gue bisa send-- AW!"

"Ih.. biasa aja dong teriaknya. Sakit nih telinga." gerutu Sejeong yang merasa teriakan Doyoung sangat menganggu telinganya. Yaa bayangin aja, tadi jarak mereka deket banget dan teriakan Doyoung yang kesakitan ngena di telinga. Untung gak budeg jadinya.

"Maaf, maaf.. habisnya lo-- "

"Sst! Mau gue pukul lagi ke pipi kiri? Biar sekalian luka tuh dua-duanya."

"Yah~ janganlah, Jeong!"

"Makanya, diem!"

  Doyoung diam, Sejeong mengobati lukanya. Tentu dengan lemah lembut, karena dia gak mau mendengar Doyoung berteriak lagi seperti tadi.

  Jarak keduanya cukup dekat, mungkin bisa dihitung sejengkal tangan lagi jika wajah itu benar-benar tersentuh. Dalam diamnya, Doyoung menatap Sejeong yang fokus dengan mengobati sudut bibirnya. Sekarang, tempo jantungnya udah gak karuan. Tapi, sebisa mungkin Doyoung gak ngeliatin kegugupannya.

  Sebelas-duabelas sama Doyoung, Sejeong juga gugup tapi bisa ia tahan. Matanya benar-benar fokus dengan sudut bibir itu. Rasa mabuk tadi masih ada. Hmm.. mungkin jika rasa mabuk itu bisa membuat Sejeong khilaf, mungkin dia sudah menempelkan bibirnya pada.. AKH!! Apa yang sedang kau pikirkan, Jeong?! Gila!

"Loh.. kok berenti? Udah selesai ya?" celetuk Doyoung yang sadar pergerakan tangan Sejeong berhenti. Dia menatap gadis itu bingung.

"Hah? Be-belum.. " jawab Sejeong terbata-bata. Aduh! "Bentar lagi, selesai kok." Sejeong berniat untuk ngelanjutin ngobatin Doyoung, tapi Doyoung menghentikannya.

"Gak usah. Keknya jantung gue udah gak kuat deh, Jeong."

"Hah?"

*** ***

  Waktu udah nunjukin pukul 9 dan Doyoung baru aja sampe di rumah. Seperti biasa, suasana rumah rame karena guyonan antara kedua orang tuanya dengan Dahyun. Tanpa basa-basi, Doyoung segera masuk ke kamarnya.

"Udah pulang, kak?" celetuk bunda melihat anaknya udah pulang. "Tumben pulangnya telat, gak ngabarin lagi."

"Eh.. iya, maaf bun. Tadi ada urusan mendadak, jadi lupa ngabarin." ujar Doyoung yang baru inget kalo dia belum ngabarin Bunda tadi. Hah~ terlalu fokus sama Sejeong, jadi gini deh.

"Urusan mendadak sama kak Seje ya, kak?" kali ini, Dahyun ikut menyeletuk.

"Apa sih, dek?" Doyoung yang gak bisa bohong, segera masuk ke kamar dan menguncinya. Mengabaikan tawa keras dari Dahyun dan Bunda. Ayahnya cuman diam karena gak tau apa-apa.

Best (Boy)Friend | DoJeong FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang